ESQ: Sesi Yang Memberi Pencerahan

Hari kedua pondok ramadhan berjalan alot. Ada rapat guru-guru agama di sekolahku. Dan itu menyebabkan sesi pertama jadi terlambat. Aku tidak tahu siapa yang mengusulkan rapat itu, tapi aku ingin mengutukinya karena dia telah begitu ceroboh mengatur jadwal.

Guru agama kelas XII, Pak Hasyim, memberikan materi tentang zakat. Aku yang sudah terlanjur lelah, tak bersemangat mencatat materi itu. Apalagi materi itu sudah pernah diberikan sebelumnya di pelajaran agama kelas... Aku lupa kelas berapa ^^' Tapi yang jelas aku bosan dan mengeluh kenapa hari itu tak menyenangkan seperti hari sebelumnya.

Kami masuk ke post terakhir, yaitu di perpustakaan. Materinya ESQ alias Emotional Spiritual Quotience. Aku sempat bingung. Dalam persepsiku, ESQ tidak ada hubungannya dengan pondok ramadhan. Kalau spirituali sih mungkin. Tapi bagiku agak aneh. Apalagi pemberi materi adalah Pak Purwoko, guru TIK kelas X.

Kami disuguhkan video tentang IQ dan EQ di CD yang pertama. Penyajinya mengatakan bahwa iQ yang selama ini diagung-agungkan oleh manusia, ternyata tak bayak berperan dalam kesuksesan manusia. Senada dengan quotation Albert Einstein, bahwa kesuksesan adalah 1% bakat dan 99% usaha, maka inti dari sajian itu adalah intelegensia berperan tak lebih dari 6% dalam kesuksesan manusia. Aku setuju. Jadi, agar sukses, IQ dan EQ harus seimbang. Sempat terpikir olehku bahwa EQ adalah kemampuan seseorang untuk mempersuasi orang lain demi kepentingannya sendiri. Dan rupanya si penyaji membaca pikiranku. Tentu akan berbahaya jika ada pemimpin yang pintar dan pandai merayu. Bisa-bisa semua orang diperdaya demi kepentingan pribadinya. Contoh yang ada adalah Hitler, Mussolini, dan sebagainya. Maka, penyaji menutup sesi pertama dengan kesimpulan: "IQ dan EQ saja tidak cukup demi kesuksesan manusia".

Sesi selanjutnya dibuka dengan contoh-contoh manusia kaya raya yang putus asa dan mengakhiri hidupnya denga cara yang arogan dan tidak diridhoi Allah : bunuh diri. Apa yang menyebabkan rang-orang ini memutuskan untuk bunuh diri? begitu inti pertanyaannya. Jawabannya jelas: mereka tidak bahagia, bagai ayam mati di atas lumbung padi. Maka dari itu manusia mencoba mencari makna, untuk apa mereka hidup di dunia ini. Lalu beralih pada orang-orang kaya yang hidup sederhana dan bahagia, seperti pendiri Honda Motor, Kyota Ceramics, dan sebagainya. Mereka hidup sederhana, dan tentu saja sukses! Disebutkan bahwa mereka memiliki ciri-ciri yang sama: adil, jujur, loyal, memberi semangat, dan penuh kasih. Nah, yang jadi persoalan dalam hidup manusia adalah pencarian sifat-sifat seperti itu. Siapapun menginginkan kedamaian, kebenaran, keadilan, dan kasih sayang.

Tapi diluruskan oleh penyaji, bahwa manusia mencari sifat damai, bukan kedamaian. Manusia mencari sifat adil, bukan keadilan. Lantas, dari manakah semua sifat itu berasal? Ayat-ayat Al Iqra mengantar peserta untuk mengingat kembali pada Sang Pemilik Sifat-Sifat Indah tersebut. Sang Pencipta yang meniupkan ruh ke tubuh manusia. Dia-lah Allah Sang Pemilik Alam Semesta. Jadi, sebenarnya manusia mencari Allah, mencari Tuhannya.

Aku tidak ingat apa yang menjadi mata rantai bahasan tadi dengan bahasan selanjutnya. Tiba-tiba saja penyaji beralih pada ibu. Pada orang tua yang membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Dituturkan bagaimana seorang ibu denga penuh pengorbanan melahirkan anaknya, denga penuh kesabaran dan ketelatenan membesarkan anaknya. Namun ironis sungguh, sang anak membalasnya dengan makian dan perlakuan yang semestinya tak perlu diperolaeh orang tua semulia ibu. Di sinilah semua peserta menangis. Ingat pada orang tua mereka, pada kelakuan yang mereka hadiahkan pada orang tua mereka.

Aku tak mengerti apa yang harus kutangisi. Aku tak bisa larut dalam kedeihan yang mengharu biru itu. Betapa kelam dan keras hatiku hingga tak bisa terenyuh dalam suasana itu. Tapi pada akhirnya aku menangis, ingat pada orang tuaku yang tak kunjung mendapatkan sinar sakinah dalam bahtera rumah tangganya. Mereka terapung-apung di lautan yang luas, tak tentu arah. Dan kami tak dapat berbuat apa-apa. Aku menangis. Aku merindukan saat-saat kami dapat tersenyum bahagia, hidup rukun dan tenang dalam rumah yang hangat....

Sesi berakhir. Pak Purwoko menutupnya dengan alunan lagu Melly Goeslaw. Aku lupa judulnya. tapi, aku kenal lirik ini: kata mereka.. diriku selalu dimanja.. kata mereka.. diriku selalu ditimang... Alunan nada melankolis itu mengingatkan aku pada kejadian enam tahun yang lalu...

Semua pulang denga wajah bekas menangis. Bahkan ada yang tak kuat menahan tangisnya dan tak bernajak dari tempat itu. Betapa menakjubkan efek sesi itu. Aku merasa kerdil. Kerdil sekali...

Akankah aku dapat membalas jasamu, Ibu??

2 komentar:

Natsuyuki Lenette mengatakan...

hah??

enak aja..

gw bukan klas X

gw dah klas X1..

mana mau gw ngulang setaon..





nghek FS ???!!!
wew..

serem amet..

Maulany Hardiyanti mengatakan...

gue minta uang soalnya kan sebentar lagi mau lebaran...

besok ye?
lupa....

khkhkhk

eherm

jadi kasih aku uang dong...
thr....

dah selesai


-diketik oleh shella-

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates