Di Balik Kesedihan

Jum'at minggu lalu adalah hari yang menyedihkan bagiku. Tapi tak mengapa. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Walaupun aku merasa sangsi, apa benar yang kualami akhir-akhir ini adalah hikmah dari kejadian minggu lalu? Benarkah kebahagiaanku sekarang adalah kompensasi dari kesedihanku? I have no idea.

Baiklah, aku tidak akan membahas kesedihan itu di sini. Aku akan menulisnya di blog yang satu lagi. Di blog ini aku hanya menceritakan kegembiraanku saja.

Sabtu minggu lalu, setelah orang tuaku bertengkar, pacarku Hanif datang ke rumahku. Aku sangat senang sekali. Dia datang pagi-pagi, saat aku berada di lab komputer. Begitu dia sms aku, dia sudah berada di depan pintu gerbang utara. Aku kaget, senang, bercampur panik. Aku izin pada guruku untuk turun. Aku menemuinya di pintu gerbang. Dia... tampak gagah dengan jas almamater Unair. Dia tak sendiri (tentu saja, karena dia tak tahu jalan ke Mojokerto, dia harus mengajak temannya). Aku menyuruhnya segera menuju rumahku. Aku beritahu jalan ke arah rumahku, dengan harapan dia tak tersesat. Aku kembali ke lab komputer dengan perasaan was-was, takut dia tersesat. Tapi untunglah hal itu tidak terjadi. Dia sampai ke rumahku dan mengobrol dengan ayahku. Aku lega, tapi bukan berarti kegelisahan hatiku berkurang. Aku merasa minder dengan keadaan rumahku yang sangat sederhana itu. Dan aku takut dia akan bosan di sana. Begitulah perasaanku yang membuatku tak betah di sekolah, ingin segera pulang.

Begitu pulang, aku mendapati dia tengah bersantai di rumahku. Aku merasa... tengsin. Salah tingkah. Tak tahu harus bagaimana. Saking paniknya, aku hampir tidak menghiraukan dia dan langsung masuk ke rumahku untuk berganti pakaian.

Setelah aku ganti baju, kami berdua makan siang. Ayahku tidak makan bersama kami, karena sudah terlebih dahulu makan. Aku terus terang tak berselera makan. Perutku terasa aneh. Mungkin karena aku masih malu. Aku bahkan tak berani menatap wajahnya.

Setelah makan siang dan sholat Dzuhur, kami izin pada ayahku untuk keluar. Aku dan dia hanya berjalan-jalan keliling kota Mojokerto, karena baik dia maupun aku tak tahu banyak jalan ^^; Aku sangat menyesali ketidaktahuanku akan kota ini. Padahal aku sudah enam tahun di Mojokerto! Benar-benar memalukan...

Menjelang sore, kami pulang ke rumahku. Dia masih tak tahu jalan pulang ke Surabaya ^^; jadi aku dan ayahku akan mengantarkannya sampai Krian. Ayahku punya ide untuk mengajak hanif ke rumah nenekku di Sidoarjo. Ide bagus, aku bisa mengenalkannya pada keluargaku. Untung saja dia mau. Jadi kami bertiga berangkat dengan dua sepeda motor, ayahku sendiri dan aku berboncengan dengan hanif.

Kami baru sampai di Sidoarjo saat adzan Maghrib. Setelah sholat, kami sekeluarga berbicnang-bincang. Nenek, Pakdhe-Budhe, kakak dan kakak iparku, juga keponakanku (aku sudah jadi tante!!) ada di sana. Sebuah kebetulan? Entah. Yang jelas jarang-jarang semuanya bisa berkumpul. Sepanjang obrolan, aku terus memperhatikan Hanif dan keluargaku. Tampaknya keluargaku menyukainya. Ini hal bagus, tak menyangka aku bahwa dia akan diterima baik di keluargaku.

Sehabis Isya kami pulang. Hanif menuju Surabaya, aku dan ayahku pulang ke Mojokerto. Sesampainya di rumah, dia sms aku. Dia sangat senang hari itu, apalagi bisa diterima keluargaku dengan hangat...

Aku pun sangat senang. Ayahku pun begitu. Ajaibnya, sejak dia datang, ayahku jadi lebih bersemangat dan termotivasi. Ada apa sebenarnya? Entah. No idea. Tapi aku mensyukuri rahasia Allah ini...

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates