Pecundang Kelas Kakap

Itulah aku. Aku tak memiliki bakat untuk menang. Sudah berapa kali aku ikut lomba? Lumayan banyak. Dan tak ada satupun yang menang. Biasanya aku tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Menang atau kalah bagiku sama saja. Tapi kali ini tidak. Aku merasa ditelanjangi.

Hari ini, timku untuk Lomba KIR dipanggil ke Diknas kabupaten Mojokerto. Teman-teman setimku sangat antusias dan yakin bisa menang. Mereka bisa berkata seperti itu karena yakin dengan puisiku yang, yah.. katanya sih bagus. Aku tak begitu memperhatikan karena menurutku, puisiku tak ada apa-apanya. Aku berusaha untuk tetap merendah.

Tapi aku tak berdaya dengan pujian itu. Aku merasa.. agak besar kepala. Aku pun menjadi yakin kami menang. Apalagi kata teman kami yang menjadi salah satu panitia, juri-juri tertarik dengan puisiku. Aku pun makin berbesar hati, jika tak mau dibilang berbesar kepala. Aku merasa dan sangat yakin bisa menang.

Nyatanya? Inilah hukuman Tuhan padaku. Makanya jangan besar kepala, mungkin itu yang ingin dikatakanNya. Kami tak menang. Tak satupun tim dari sekolahku menang. Dan kami pun tak bisa menahan diri untuk tidak iri. Adik kelasku malah tak henti-hentinya membuat kami malu dengan menyoraki para pemenang dengan nada sinis. Semakin memperkuat peribahasa tong kososng nyaring bunyinya. Aku benar-benar malu. Bahkan untuk bidang yang aku sukai aku pun tak dapat menang. Padahal aku begitu yakin dengan kemampuanku berpuisi. Ah, mungkin aku memang dilahirkan untuk jadi pecundang.

Apakah akan ada peristiwa lain lagi yang ingin menguatkan bahwa aku ini memang pecundang??

1 komentar:

Natsuyuki Lenette mengatakan...

loh?

kan katanya:

smua kejadian ada hikmahnya..

iya kan?

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates