Rapotan... Rapotan...

Kemarin aku menerima rapotku. Nilainya turun semua! Aku turun menjadi peringkat keempat. Mungkin kalian tidak bisa membayangkan betapa kecewa dan malunya aku... Sampai-sampai aku ingin cepat-cepat pulang dan menangis sepuasnya di rumah. Aku juga meminta maaf pada ayahku karena aku tak bisa menjadi yang terbaik lagi. Ayahku menghiburku bahwa ayahku tetap bangga padaku. Tapi tetap saja aku kecewa hingga hampir putus asa.

Untung saja aku tidak benar-benar putus asa. Aku berusaha berpikir optimis bahwa tak selamanya yang mendapatkan ranking tertinggi adalah yang terbaik. Aku yakin itu. Atau aku hanya mencoba mengelak dari kenyataan? Terserah. Yang penting aku tak boleh putus asa. MAsih ada banyak tugas yang harus aku kerjakan.

Salah satunya adalah memikirkan bagaimana aku mendapatkan uang. Baiklah, ini bukan bagianku memang. Ini beban untuk orang tuaku. Tapi aku tak mau terus-terusan diam dan menjadi beban bagi mereka. Apalagi sebagai anak gadis yang butuh banyak sekali "keperluan" aku agak sungkan jika harus meminta pada orang tuaku. Menurutku, itu adalah tanggung jawabku. Itu salah satu dari banyak alasan mengapa aku ingin sekali mencari uang.

Aku mencoba memakai satu-satunya kelebihan yang kumiliki: menulis. Tapi kalau kupikir-pikir lagi, sepertinya itu juga bukan kelebihanku. Aku tak terlalu pandai merangkai kata, terutama untuk cerpen. Sepertinya terlalu bertele-tele dan terlalu banyak simbol-simbol. Bikin enek yang melihat. Aku sendiri muak sampai tak tega melihat tulisan itu lagi. Memuakkan... Pantas saja tulisanku tak dimuat di koran. Tulisanku memang payah.

Ah, inikah bentuk pesimisme? Mulai lagi deh... Aku ingin bisa optimis, tidak harus selalu skeptis setiap saat. Menggangu langkahku saja... Tapi setelah lama merenung, mungkin aku memang tak cocok dengan cerpen? Mungkin saja aku lebih beruntung dengan puisi. Mungkin saja...

Aku mencoba mencari kontak dengan redaksi suatu surat kabar, atau majalah. Aku ingin mengirimkan puisi-puisiku. Tapi hingga hari ini belum dibalas... Yah, aku tak boleh kalah dengan pesimisme. Ayo semangat! Semangat! Ohh... entah kenapa aku mulai terdengar mirip dengan Hanif.

Tapi setidaknya aku punya alternatif lain: membuat gantungan kunci. Aku ingat dulu teman sekelasku, Luluk, pernah menjual gantungan kunci yang terbuat dari kain dan busa dakron. Anak-anak banyak memesan padanya, gantungan kunci dengan nama atau tulisan favorit mereka. Harganya murah, dan khas. Tentu saja banyak yang tertarik. Sayang dulu aku tak bisa memesan karena teman Luluk yang membuat gantungan kunci itu sempat kecelakaan dan hingga kini Luluk jarang sekali bertemu dengan temannya itu.

Ah, seandainya saja aku bisa bertemu dengan temannya itu, aku ingin belajar padanya. Tapi... hei! Mengapa tak mencoba sendiri? Siapa tahu aku bisa belajar sendiri. Tak harus meniru, ya kan? Yang penting tahu jalan ceritanya. Ya.. ya... aku harus tahu konsep membuatnya. Kalau begitu, aku butuh contohnya.

Beruntung, temanku Mia punya gantungan kunci itu. Dia tak membutuhkannya lagi karena kepala gantungan kunci itu putus. Tak masalah, aku cuma butuh hiasan gantungan kunci itu, bukan kepalanya apalagi rantainya. Tadi sore kucoba memotong sedikit benang jahitan di bagian tepi dan akhirnya aku tahu caranya! Aku mencoba menjahitnya dan ternyata bisa! Aku senang sekali... Optimisme mulai tumbuh lagi dalam hatiku. Oh, senangnya...

Yang kubutuhkan kini adalah modal. Aku butuh kain, benang, busa dakron, lem aibon, kepala dan rantai gantungan kunci, serta tentu saja jarum. Mungkin aku juga butuh pita dan kancing untuk pemanis. Aku ingin membuat gantungan kunci yang berbentuk seperti boneka gothic. Pasti lucu... Sempat aku berpikir untuk menggunakan kem tembak. tapi berhubung aku tidak telaten, aku urungkan. Nanti saja kalau aku sudah mahir. Hehehehe....

Karena aku belum punya modal, aku harus menunda rencana itu dulu. Aku berharap dapat mewujudkan hal itu secepatnya. Mudah-mudahan Allah memberikan kami ridho-Nya. Amin...

Satu lagi, jika aku sudah bisa membuat gantungan kunci itu, aku ingin memberi semua teman sekelasku gantungan kunci buatanku sendiri. Yah, sebagai kenang-kenangan dariku karena sebentar lagi kami semua akan berpisah. Memang beberapa di antara mereka ada yang menyebalkan. Tapi di kelas inilah aku belajar banyak, terutama tentang hubungan pertemanan.

Semoga Allah mau memberikan pertolongan-Nya untukku, untuk kami semua.

Amin...

1 komentar:

Natsuyuki Lenette mengatakan...

hehehe..
sabar aja soal nilai..
yaa blajar lagi..
bkin usaha gantungan kunci nih ya?

huah, capek nya abis ngupdate blog gw yg http://letmehidefromtheworld.blogspot.com

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates