what kind of tools are you?

aku baru buat puisi, judulnya seperti judul posting ini. tapi maaf, aku belum bisa mempublikasikannya di blog demi orisinalitas. hehehe.. :p

aku membuat puisi itu terinspirasi dari "kedzaliman" yang dilakukan beberapa orang terdekatku. mereka yang menganggapku sebagai alat pemuas nafsu busuk mereka.

memuakkan!

hari Kamis kemarin, kelasku menghadapi UTS sastra, antropologi, dan sejarah. guru sejarah kami, Pak Ismail, baik hati dan lucu. kami semua menyukai beliau. aku pun begitu. hanya saja, beberapa temanku salah mengaplikasikan kebaikan beliau sehingga tak jarang dari mereka tidak menunjukkan sikap respek kepada beliau sebagai seorang guru.

pun Pak Ismail diam saja, itulah yang membuat orang-orang ini makin berlagak.

lihat saja ulangan Kamis itu. Pak Ismail sudah memberikan kami soal-soal yang mudah, bahkan sudah pernah dibahas sebelumnya. aku yakin 2000% teman-temanku bisa mengerjakannya. yah, dengan syarat tetap sih: belajar. tapi melihat soal-soal itu, cukup me-review soal latihan saja sudah mumpuni untuk menghadapi ulangan. yah, begitulah kondisinya. teman-temanku sebagian besar bisa mengerjakannya. tapi mereka berpura-pura tidak bisa. mereka seperti mengejek beliau, entah mereka sadar apa tidak. mereka merasa menang. kasihan mereka....

tapi aku tak usah berlama-lama merasa prihatin karena aku adalah korban penghinaan selanjutnya. teman yang duduk di belakangku tanpa menghiraukan siapapun, menjulurkan kepalanya yang kosong itu demi melihat kertas jawabanku. aku hanya bisa diam. orang seperti aku tak bisa menang melawan "kekompakkan" mereka. parahnya, teman yang lain, duduk di seberang bangkuku, memanggilku dan dengan mimik wajah yang bikin aku seperti orang hamil, dia menyuruhku mendikte semua jawabanku. tadinya aku berusaha sabar dengan mengajaknya bercanda. tapi dia terlalu sibuk untuk bercanda, karena mungkin di kertasnya belum terisi semua. teman-teman lain malah mendukungnya. mereka cekikikan dan ikut-ikutan menyuruhku yang "baik hati dan pemurah" ini untuk mendikte jawabannya. oh, begitu ya? dari pada aku buat dosa lagi, aku menghadap muka ke arah Pak Ismail dan pura-pura mengajaknya ngobrol. tapi orang Indonesia mana kenal kata menyerah? mereka melalui teman yang duduk di belakangku, berhasil mendapatkan jawabanku. masalah selesai.

jam berakhir. kertas dibagikan untuk dikoreksi. hampir semua anak mendapatkan nilai bagus. aku sendiri hanya mendapat 72. tak apa. aku bersyukur karena aku bisa mendapatkan nilai di atas SKM dengan usahaku sendiri.

kuberitahu soal prinsipku dalam belajar: aku tak takut dapat nilai jelek, kalau itu memang sesuai dengan usahaku. usahaku ga maksimal, ya pantaslah dapat nilai jelek. kalau ingin maksimal, artinya aku harus belajar keras. aku juga tak takut tersaingi dengan yang lain. aku bukan tipe orang munafik yang pura-pura bermanis-manis dengan orang lain tapi di dalam hatinya dia ketakutan akan tersaingi. kalau ada orang seperti itu di dunia ini, yang jelas bukan aku. aku dilahirkan dan dididik untuk berlaku jujur dan sportif dalam setiap kompetisi. bukan aku namanya kalau aku menggunakan cara curang dan cemburu berlebihan dengan teramat sangat lebay dan memuakkannya atas keberhasilan orang lain.

nah, Sabtu kemarin, kami menghadapi ulangan bahasa Jerman pada jam pertama. soalnya memang agak membingungkan. tapi aku ingat sebagian besar soal ini pernah dibahas pada jam pelajaran tambahan. tapi "kedzaliman" itu terjadi lagi. bahkan ada yang mengirimiku sms dan memintaku untuk mencontekkinya. nada sms itu bikin aku seperti orang mabuk kendaraan, seakan-akan ingin menunjukkan sifat arogannya: "apa yang aku inginkan, ya aku harus dapat!" terlepas hal itu benar apa tidak, aku merasa tersinggung. aku tak menghiraukannya. tapi orang Indonesia tak pantang menyerah. misscall, itu usahanya. hp-ku bergetar terus. aku jengkel dan mau tidak mau aku memberikan jawabanku padanya.

moral of the story: I'm not a tools, not a kind of any foolish tools. being born no to please your rotten desire.

aku suka membantu orang, tapi tidak begitu caranya. aku bukan robot atau pembantu yang bisa diperbudak dan mesti mengerjakan segala sesuatunya dengan sempurna. aku sendiri kacau, kenapa harus mengurusi ketakutan orang lain? aku sudah banyak mengalah dan merendah. tapi mereka seperti itu. aku rasa, kata "dzalim" itu tak berlebihan. kecuali bagi orang-orang yang kufur. 

setelah ini apa yang mesti aku lakukan? tidak ada. kecuali mohon ampun pada Allah dan berharap Allah mau mengerti keadaanku ini. sudah, itu saja. masalah selesai.

hikmahnya: aku dapat inspirasi untuk puisiku :p

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates