Saat Pulang....

seharusnya dari kemarin aku menjadi panitia turnamen Airlangga Cup, seperti yang sudah kujanjikan pada Perisai Diri. tapi aku harus pulang ke Mojokerto. harus.

maka aku pulang kemarin sore, naik Surokerto jam setengah 5. saat mau ke gubeng, aku tak mendapat angkot. akhirnya aku naik becak. sampai di sana, aku berlari-lari menuju loket. aku pikir aku telat. tapi ternyata keretanya belum datang. syukurlah...

setelah memberli Air Mata Kucing kesukaanku, aku menuju jalur 2, tempat Surokerto akan berjalan. ketika kereta datang, aku naik. yah, semua seperti biasa. gerbongku cuku penuh, aku harus duduk agak berdempetan dengan beberapa orang lelaki. yah, mau gimana lagi.... lalu aku menyetel mp3 untuk menghibur diri sendiri. tak lama kereta mulai berjalan perlahan. aku masih bisa mendengar bunyi bel "ting tong" yang biasa berdentang ketika kereta datang dan berangkat, suara orang bercakap-cakap, suara pintu otomatis menutup perlahan, dan peluit para pegawai stasiun....

tiba-tiba peluit-peluit itu berbunyi ramai. seakan bersahutan... tidak, bukan bersahutan. mereka panik, mencoba memberi isyarat pada masinis untuk memberhentikan kereta. semua penumpang berdiri. aku melepas satu ehadsetku dan ikut berdiri juga. ada apa ini? aku penasaran. semua orang penasaran. lalu terdengar suara dari seseorang, "lungguh! ayo lungguh!" seperti diperintah, aku duduk kembali.

semua melihat ke gerbong sebelah. sepertinya sumber keributan berasal dari sana. aku mendengar orang-orang membicarakan peristiwa itu. tapi karena ribut, yang bisa kudengar hanya beberapa patah kata, "ooohh... iku lhoo... arek cilik....","yo salahe wong tuone dhewe...", "sikile iku loh...", "pas pintune nutup, areke mlebu..." hanya itu yang bisa kutangkap dengan indera pendengarku. dan aku bisa menangkap dengan indera penglihatanku: mimik sinis non-prihatin di wajah sebagian besar orang-orang di gerbongku. dadaku sesak. aku merasa marah. tidakkah mereka memahami arti sebuah kecelakaan? bahwa kecelakaan bukan semata faktor si pelaku atau korban, tapi masih banyak faktor lain yang juga menentukan? bahwa seorang manusia hanyalah bidak bagi manusia lain? mungkin orang tuanya salah karena lengah mengawasi sang anak, tapi itu bukan berarti bisa dijadikan sebuah alasan untuk menertawakan kejadian itu kan????

aku menutup telinga dengan headset lagi. aku terus memikirkan kejadian itu. lalu aku disadarkan, aku juga tak berbuat apa-apa. aku merasa malu. aku seorang mahasiswi. aku anggota AIESEC, melamar untuk bisa bergabung dalam Children Project. tapi saat ada kejadian seperti ini, aku hanya bisa diam?! sungguh, aku merasa aku adalah makhluk paling menyedihkan di dunia ini....

di stasiun Wonokromo, Surokerto berhenti agak lama. aku mendengar semayup suara adzan maghrib. ah, aku ingin cepat pulang! aku melepas headset dan mencoba menikmati suara adzan maghrib yang sudah lama sekali tak aku nikmati. tapi, suara tangis anak kecil itu ikut menyusup ke telingaku. ah, diakah yang mengalami musibah itu? aku ingin ke gerbong sebelah, melihat anak itu. tapi aku malu. aku sudah terlanjur tidak bertindak sigap di saat seperti ini.

beberapa stasiun kemudian, pembicaraan mengenai kecelakaan itu memudar. perasaanku yang tadi tegang, mulai mengendur. aku melihat keluar. ah, Kedinding. itu berarti tak lama aku sampai Mojokerto. batere 'Link'erBell hampir habis. aku tak memakainya lagi untuk mendengarkan musik. aku memperhatikan aktivitas orang-orang di gerbongku. ada yang mengobrol, berdiri sambil melihat ke luar, membaca buku, dan sebagainya. ada seseorang yang kukenal, yaitu Gibran. dia satu SMA denganku. tapi berhubung tak pernah sekelas dan tak pernah kenalan secara resmi, kami tak begitu dekat. aku juga enggan menyapanya, takut dibilang SKSD.

ternyata, bukan dia saja yang kukenal. ada seorang lagi. dia pendek, berbaju biru, dengan tampang yang terus terang membuatku ilfeel. dia tersenyum padaku dan duduk di sebelahku yang sempit itu. maksain banget sih... dia David, salah seorang pelatih Pramuka di SMPku dulu. aku ingat, beberapa tahun yang lalu, saat di pesta teman Papa, kami berkenalan. aku memang mengenalinya sebagai pelatih Pramukaku, tapi tak kusangka dia mengenaliku juga. waktu itu aku dan dia bermain catur, dan dia selalu mengalahkanku. memang aku tak pandai main catur, tapi aku merasa dia "gak gentle" sebagai seorang lelaki. lalu dia bercerita banyak tentang dirinya sendiri. suaranya pelan di tengah keramaian waktu itu, dan aku hanya bisa menangkap dia tengah membanggakan dirinya di kalangan teman-temannya. aku muak. dia mengajakku keluar, tapi aku berusaha berkelit. dia mendesak. sampai akhirnya aku menyanggupi untuk keluar dengannya minggu depannya lagi. tapi waktu itu, alih-alih ke Midas, tempat kami janjian dulu, aku malah ke rumah Nisak dan bermain dengannya.

oke, balik ke masa kini. dia memaksa duduk di sebelahku. menanyakan kabarku dan bla bla bla bla. suara pelan, seperti dulu. tampang dan potongan rambutnya juga tak banyak berubah. aku hanya menjawab seadanya, bahkan ketus. aku ingin sekali  mendengarkan mp3, jadi aku tak perlu menghiraukannya. tapi 'Link'erBell sekarat. aku duduk di sebelahnya dengan wajah tegang. duh, pingin cepat sampai! akhirnya aku mengambil sikap: berdiri di dekat pintu dan berpura-pura mencari udara segar. kebetulan kaca di pintu itu pecah, jadi angin bisa masuk. beberapa saat kemudian, dia juga berdiri dan pergi entah ke mana. mungkin dia menyadari aku tak mengharapkan kehadirannya. bagus. aku kembali duduk di tempatku semula dan berusaha menenangkan diri. tapi..... sekali lagi perasaan bersalah datang. sungguh aku sudah berbuat tidak sopan! aku tak berperasaan! manusia macam apa aku ini? hanya karena dia tak menarik dan membuatku muak, aku menolak bicara dengannya mentah-mentah seperti itu? sungguh aku merasa menjadi orang paling zalim di dunia ini.... oke, mungkin kalian menganggap ini lebay, tapi aku tak peduli. aku menyadari sikapku itu salah. berbuat kasar seperti itu pada orang lain yang mungkin pernah membuat kita illfeel sekalipun adalah salah satu tindakan zalim. walaupun keagamaanku kurang, tapi aku percaya bahwa zalim itu bisa dalam bentuk apapun, termasuk hal-hal sepele seperti ini. setan takkan pernah kekurangan akal memanfaatkan setiap kesempatan untuk membisiki manusia agar tergelincir. dan aku salah satu yang terbodoh sehingga mau mengikuti ajakannya. aku bodoh!

kereta memasuki kota Mojokerto. semua orang berdiri dan menyandang tas mereka. aku masih duduk dengan wajah dan perasaan tegang. David kembali, mengambil tasnya dan duduk di seberangku, bukan di sebelahku. aku masih diam, tak tahu harus bagaimana.

sesampainya di stasiun, Papa sudah menunggu. aku menyalami Papa dan berusaha menyingkirkan segala ingatan tentang kejadian buruk di kereta.

namun tetap saja aku merasa bersalah. aku berharap rumah bisa membuatku lebih baik....

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates