Resensi: The Hunger Games



 Judul: The Hunger Games
Penulis: Suzanne Collins
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 58.000,00
Ukuran : 13.5 x 20 cm
Tebal : 408 halaman
Terbit : Oktober 2009
ISBN : 978-979-22-5075-6
No Produk : 32201090012


            Ngomong-ngomong soal novel fiksi bagus, The Hunger Games udah pasti salah satunya :D

        Waktu film The Hunger Games lagi hangat-hangatnya di bioskop, aku ngga sempat nonton. Emang sih, pada dasarnya aku bukan tipe orang yang suka nongkrong di bioskop, karena aku lebih suka baca buku! 

        Oke, aku akan kasih ulasan tentang novel ini. Novel ini bergenre fiksi ilmiah, dengan fantasi petualangan yang benar-benar imajinatif dan sedikit bumbu romantis. Satu hal yang tidak biasa dari novel ini adalah setting alias latar belakang tempat dan waktunya. Waktu dalam novel ini adalah masa di mana dunia ‘hancur’ karena peperangan dan banyak negara runtuh karenanya. Di bekas reruntuhan Amerika Utara, terdapat negara bernama Panem. Inilah setting tempat novel ini. 

Panem memiliki ibukota bernama Capitol dengan dua belas distrik di bawahnya. Diceritakan bahwa sebenarnya dulu ada tiga belas distrik. Lalu terjadi pemberontakan tiga belas distrik tersebut melawan Capitol. Tapi, karena Capitol lebih kuat, pemberontakan dapat dipadamkan. Hasilnya, Capitol menghancurkan Distrik Tiga Belas lalu memberikan ‘perjanjian damai’ kepada dua belas distrik lainnya. Isi dari perjanjian tersebut antara lain, tiap tahun masing-masing distrik harus mengirimkan satu orang anak laki-laki dan perempuan usia 12 hingga 18 tahun untuk berpartisipasi dalam The Hunger Games yang disiarkan secara nasional. 

Permainan maut ini merupakan peringatan kepada seluruh penduduk Panem untuk mencegah terjadinya pemberontakan, sekaligus hiburan bagi penduduk Capitol. Aturan permainan ini adalah tiap peserta akan diasingkan di alam liar. Mereka mendapatkan persediaan makanan, obat-obatan, dan senjata dari sponsor, yang dikirimkan secara berkala selama permainan berlangsung. Tidak semua peserta mendapatkan sponsor, jadi mereka harus bertarung satu sama lain untuk merebut perbekalan yang ada. Tidak hanya itu, panitia pun menyiapkan jebakan maut. Peserta terakhir yang berhasil bertahan hidup akan keluar menjadi pemenang. Distrik pemenang akan mendapatkan persediaan makanan dan fasilitas lainnya selama satu tahun. Tidak heran kalau tiap distrik berlomba-lomba memenangkan permainan ini.

Dari distrik-distrik yang ada, Distrik Dua Belas merupakan distrik terakhir yang paling miskin. Di sini hidup seorang gadis pemburu bernama Katniss Everdeen. Ia seorang yatim, tinggal di sebuah gubuk miskin bersama ibunya yang sakit-sakitan dan adiknya, Primrose atau Prim, beserta kambing dan kucing peliharaan Prim. Ayah Katniss tewas dalam kecelakaan di tambang batu bara. Karena ibunya sakit-sakitan, Katniss menjadi tulang punggung keluarga. Setiap hari ia pergi ke hutan untuk berburu dan menjual hasil buruannya ke kota.

        Suatu hari, pengundian nama peserta diadakan. Panitia dari Capitol datang ke tiap distrik untuk melakukan pengundian. Dari hasil pengundian tersebut, keluar nama Primrose Everdeen sebagai peserta perempuan dari Distrik Dua Belas. Katniss yang protektif dan menyayangi adiknya, segera mengajukan diri untuk menggantikan Prim. Hari itu merupakan hari bersejarah dalam Hunger Games, karena selama bertahun-tahun, tidak pernah ada orang yang bersedia menggantikan peserta yang telah dipilih dari pengundian. Kemudian, untuk peserta laki-laki, keluar nama Peeta Mellark, anak pembuat roti yang pernah menolong Katniss saat ia kelaparan di musim dingin.

        Itulah awal kisah permainan Hunger Games. Dari awal, Collins memaparkan cerita dengan sangat apik. Setting, karakter tokoh, dan suasana dalam novel ini mampu membuat pembaca hanyut dalam ceritanya. I really couldn’t put it down!
 
        Soal penokohan, Collins cukup piawai menciptakan karakter. Katniss yang pandai, kuat, gesit, protektif, dan agak dingin ini sangat cocok menjadi tokoh utama. Penggambarannya pun cukup pas. Aku yakin pembaca pun mengagumi tokoh fiktif satu ini.

        Bisa dikatakan, komposisi penokohan dalam novel ini cukup proporsional. Karakter tokoh utama kuat, didampingi tokoh-tokoh sampingan yang memperkuat karakter Katniss. Primrose, adik perempuan yang manis; Ibu yang sakit-sakitan; Peeta yang kalem dan lemah. Tidak ada tokoh lain yang dominan selain Katniss. Aku suka komposisi penokohan semacam ini, soalnya lebih enjoy. Kalau ada banyak tokoh yang dominan, pembaca cenderung bingung dan tidak fokus. Komposisi penokohan semacam itu kurang cocok untuk novel fiksi yang menitikberatkan poin entertainment.

        Suasana dalam novel ini cukup seru dan imajinatif. Memang, ide ceritanya mirip dengan Battle Royale, tapi menurutku ide Collins cukup orisinal. Penggambaran suasana cukup detil, misalnya seperti ketika Katniss masuk ke dalam Capitol dan bertemu dengan orang-orang Capitol. Dari penggambaran tersebut, kita bisa merasakan seolah kita berada di sana, merasakan apa yang dirasakan Katniss tentang kesenjangan sosial negara Panem.

        Selain petualangan, ada juga kisah romantis antara Katniss dan Peeta. Ada yang bilang kalau kisah romantis ini malah membuat novel ini terkesan “tanggung”, ngga pure petualangan. Kalau menurutku, romantika Katniss dan Peeta ini terkesan kabur. Kita tahu tentang perasaan Peeta, tetapi kita tidak tahu perasaan Katniss. Ada kesan bahwa Katniss hanya memanfaatkan Peeta untuk mendapatkan sponsor. Tetapi, kalau pembaca lebih teliti, pasti ada yang bertanya: “Kalau Katniss ngga cinta sama Peeta, terus kenapa Katniss menyelamatkan Peeta di detik-detik terakhir?” 

        Sisi romantisme ini bisa jadi poin plus sekaligus minus. Poin plus, karena berhasil membuat pembaca penasaran tentang Katniss. Poin minus, karena membuat karakter Katniss terkesan ambigu. Tapi, sebagai penikmat sastra, aku acungkan jempol untuk Collins. Sebagai penulis trilogi, ia berhasil membawa pembaca penasaran. Kalau pembaca udah penasaran, pasti pingin baca kelanjutannya, kan? You’re the man, Collins!

         Novel ini bisa dikategorikan sebagai novel fantasi terbaik dekade ini. Setting, penokohan, dan suasananya cukup detil dan bagus. Idenya cukup orisinal. Tetapi, kisah romantis Katniss dan Peeta berpotensi jadi nilai minus untuk novel ini. But over all, it’s a good novel and I rated 4 stars for it!
               

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates