Topeng dan Aneka Rupanya

Malem ini, karena alasan tertentu, aku ngga enak badan. Pencernaanku sakit. Pembuluh darahku rasanya mau pecah. Mau dibawa tidur ngga bisa, karena setiap kali nutup mata, rasanya setiap sel darahku berdenyut-denyut minta keluar. Benar-benar malem yang ngga mengenakkan.


Oh ya, mungkin karena pengaruh lampu kamar juga. Lampu kamarku beberapa hari ini kedip-kedip sendiri, terus meredup. Tanda-tanda minta diganti yang baru. Aku belum sempat ngomong sama Bapak kos, jadi untuk sementara aku harus bersabar dalam remang-remang kamarku.

Yah, dan kebetulan aku baru saja melewati satu minggu yang tidak mengenakkan.

Dalam satu minggu ini, aku menghadapi kejadian yang tak kuinginkan. Aku mencoba diam. Tapi percuma.

Akhirnya, aku coba berpikir kembali. Di saat sedang berpikir, muncul satu pertanyaan: adakah seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan?

Aku sih berharap: ada. Tapi entah. Aku masih belum bisa melihat sosoknya di dunia nyata. Aku juga ngga mau mereka-reka, takut kalau nanti ngga jadi kenyataan.

Lalu, aku mencoba melihat sekelilingku.

Ada banyak teman di sekelilingku. Tapi... entah kenapa, aku merasa asing.

Rasanya seperti berada di kerumuman orang banyak. Semua ramai membicarakan banyak hal satu sama lain. Terdengar begitu menyenangkan. Tapi, tak ada yang mengajakku bicara. Aku cuma bisa diam di antara keramaian yang mewah ini.

Aku berusaha menepis pikiran negatif semacam itu. Sebagai gantinya, aku selalu menanamkan pikiran ini benakku: itu semua cuma perasaan. Mungkin kenyataannya tidak seperti itu.

Aku berusaha untuk berpikiran positif, dan itu membantuku untuk tetap tegar. Tapi, kadang-kadang ada masa di mana aku jadi sangat sensitif dan lemah. Pada saat itu, rasanya ngga bisa untuk ngga merasa sedih dan kesepian.

Dan di saat seperti ini, tiba-tiba aku pingin ketemu Mama. Aku pingin Mama makein minyak orang-aring ke rambutku. Aku pingin dikepangin sama Mama. Aku pingin ngobrol banyak sama Mama.

Bahkan, rasanya bertengkar dengan adikku jauh lebih menyenangkan ketimbang perasaan sendirian ini.


Salah satu temanku bilang, kalau aku ngga pernah sendiri. Aku harus jaga hubungan baik dengan teman-teman yang lain.

Dia benar. Tapi, kadang-kadang aku sadar, ada saat-saat di mana hubungan kita hanya sekedar permukaan.

Lalu dia bilang, meski cuma permukaan pun, tidak masalah.

Aku kembali berpikir. Mungkin aku melihat masalah dengan cara yang salah. Makanya aku tak bisa menemukan jalan keluarnya.

Yah, mungkin ini pengaruh perasaan pribadi juga kali ya. Emang beda rasanya ketika orang yang kita sukai menasihati kita. Rasanya kata-katanya jauh lebih masuk akal ketimbang yang dikatakan orang lain (meskipun intinya toh sama aja sih).

Berkat kata-katanya, aku mencoba untuk tetap tegar. Aku mencoba untuk melihat masalah dari sisi lain.


Sementara, di satu sisi, aku sadar, sebenarnya yang aku harapkan adalah hubungan yang jauh lebih dekat dengan seseorang.

Selama ini aku merasa tersiksa, karena harus menyukai seseorang yang tak bisa membalas perasaanku.

Tapi yah, aku tetap bandel. Bukannya aku udah berapa kali menghadapi hal semacam ini? Menjadi penggemar rahasia selama bertahun-tahun. Mengalami penolakan dengan cara yang sangat memalukan. Menyaksikan orang yang sangat aku sayangi berbalik badan dan pergi meninggalkanku. Aku udah mengalami banyak hal itu, kan? Toh, aku masih bisa hidup sampai sekarang. Itu artinya, mengalami cinta bertepuk sebelah tangan sekali lagi, seharusnya bukan masalah. Ya kan?

Entah. Aku juga tidak tahu.

Andai, aku punya keberanian yang lebih besar untuk mengungkapkan diriku apa adanya kepada orang lain.

Ya, seandainya.

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates