Tak Ada Dakron, Kapas pun Jadi

Akhirnya... Aku berhasil juga membuatnya! Walaupun percobaan pertama agak berantakan, tapi aku bisa juga membuat gantungan kunci itu. Bentuknya hati yang satu sisi berwarna merah dan di sisi lain hitam. Aku menyukainya. Tapi gantungan kunci ini akan kuhadiahkan pada My Luvly Goat, Hunnyf... Ehehehehe.. Mudah-mudahan dia bisa menghargai pemberianku itu, walau sederhana sekalipun. Ah, tak sabar aku menunggunya pulang!

Aku berhasil mendapatkan kain flanel, gantungan kunci, kancing, dan benang untuk membuat gantungan kunci itu. Tapi aku lupa membeli ddakron. Ah, lagipula harganya mahal. Aku coba memakai kapas sebagai gantinya. Dan ternyata lumayan bagus. Aku suka!! Fufufufu....

Aku sudah bisa membuatnya. Bahan juga suddah ada. Apa yang kurang? Pemasarannya dong... Biarpun aku bukan anak IPS, aku tahu pemasaran penting. Ya iyalah, kalau ga penting, mau dikemanakan gantungan-gantungan kunci itu???!!! Sampai sekarang aku msaih bingung. Yang diperlukan dalam pemasaran adalah keberanian dan convidence. Aku tak tahu masih punya kedua hal itu atau tiak. Tapi aku akan mencobanya (kapan-kapan)

Ada yang berminat membeli??? XDD

Rapotan... Rapotan...

Kemarin aku menerima rapotku. Nilainya turun semua! Aku turun menjadi peringkat keempat. Mungkin kalian tidak bisa membayangkan betapa kecewa dan malunya aku... Sampai-sampai aku ingin cepat-cepat pulang dan menangis sepuasnya di rumah. Aku juga meminta maaf pada ayahku karena aku tak bisa menjadi yang terbaik lagi. Ayahku menghiburku bahwa ayahku tetap bangga padaku. Tapi tetap saja aku kecewa hingga hampir putus asa.

Untung saja aku tidak benar-benar putus asa. Aku berusaha berpikir optimis bahwa tak selamanya yang mendapatkan ranking tertinggi adalah yang terbaik. Aku yakin itu. Atau aku hanya mencoba mengelak dari kenyataan? Terserah. Yang penting aku tak boleh putus asa. MAsih ada banyak tugas yang harus aku kerjakan.

Salah satunya adalah memikirkan bagaimana aku mendapatkan uang. Baiklah, ini bukan bagianku memang. Ini beban untuk orang tuaku. Tapi aku tak mau terus-terusan diam dan menjadi beban bagi mereka. Apalagi sebagai anak gadis yang butuh banyak sekali "keperluan" aku agak sungkan jika harus meminta pada orang tuaku. Menurutku, itu adalah tanggung jawabku. Itu salah satu dari banyak alasan mengapa aku ingin sekali mencari uang.

Aku mencoba memakai satu-satunya kelebihan yang kumiliki: menulis. Tapi kalau kupikir-pikir lagi, sepertinya itu juga bukan kelebihanku. Aku tak terlalu pandai merangkai kata, terutama untuk cerpen. Sepertinya terlalu bertele-tele dan terlalu banyak simbol-simbol. Bikin enek yang melihat. Aku sendiri muak sampai tak tega melihat tulisan itu lagi. Memuakkan... Pantas saja tulisanku tak dimuat di koran. Tulisanku memang payah.

Ah, inikah bentuk pesimisme? Mulai lagi deh... Aku ingin bisa optimis, tidak harus selalu skeptis setiap saat. Menggangu langkahku saja... Tapi setelah lama merenung, mungkin aku memang tak cocok dengan cerpen? Mungkin saja aku lebih beruntung dengan puisi. Mungkin saja...

Aku mencoba mencari kontak dengan redaksi suatu surat kabar, atau majalah. Aku ingin mengirimkan puisi-puisiku. Tapi hingga hari ini belum dibalas... Yah, aku tak boleh kalah dengan pesimisme. Ayo semangat! Semangat! Ohh... entah kenapa aku mulai terdengar mirip dengan Hanif.

Tapi setidaknya aku punya alternatif lain: membuat gantungan kunci. Aku ingat dulu teman sekelasku, Luluk, pernah menjual gantungan kunci yang terbuat dari kain dan busa dakron. Anak-anak banyak memesan padanya, gantungan kunci dengan nama atau tulisan favorit mereka. Harganya murah, dan khas. Tentu saja banyak yang tertarik. Sayang dulu aku tak bisa memesan karena teman Luluk yang membuat gantungan kunci itu sempat kecelakaan dan hingga kini Luluk jarang sekali bertemu dengan temannya itu.

Ah, seandainya saja aku bisa bertemu dengan temannya itu, aku ingin belajar padanya. Tapi... hei! Mengapa tak mencoba sendiri? Siapa tahu aku bisa belajar sendiri. Tak harus meniru, ya kan? Yang penting tahu jalan ceritanya. Ya.. ya... aku harus tahu konsep membuatnya. Kalau begitu, aku butuh contohnya.

Beruntung, temanku Mia punya gantungan kunci itu. Dia tak membutuhkannya lagi karena kepala gantungan kunci itu putus. Tak masalah, aku cuma butuh hiasan gantungan kunci itu, bukan kepalanya apalagi rantainya. Tadi sore kucoba memotong sedikit benang jahitan di bagian tepi dan akhirnya aku tahu caranya! Aku mencoba menjahitnya dan ternyata bisa! Aku senang sekali... Optimisme mulai tumbuh lagi dalam hatiku. Oh, senangnya...

Yang kubutuhkan kini adalah modal. Aku butuh kain, benang, busa dakron, lem aibon, kepala dan rantai gantungan kunci, serta tentu saja jarum. Mungkin aku juga butuh pita dan kancing untuk pemanis. Aku ingin membuat gantungan kunci yang berbentuk seperti boneka gothic. Pasti lucu... Sempat aku berpikir untuk menggunakan kem tembak. tapi berhubung aku tidak telaten, aku urungkan. Nanti saja kalau aku sudah mahir. Hehehehe....

Karena aku belum punya modal, aku harus menunda rencana itu dulu. Aku berharap dapat mewujudkan hal itu secepatnya. Mudah-mudahan Allah memberikan kami ridho-Nya. Amin...

Satu lagi, jika aku sudah bisa membuat gantungan kunci itu, aku ingin memberi semua teman sekelasku gantungan kunci buatanku sendiri. Yah, sebagai kenang-kenangan dariku karena sebentar lagi kami semua akan berpisah. Memang beberapa di antara mereka ada yang menyebalkan. Tapi di kelas inilah aku belajar banyak, terutama tentang hubungan pertemanan.

Semoga Allah mau memberikan pertolongan-Nya untukku, untuk kami semua.

Amin...

Ulangan Semester nih...

Ya.. Ya.. Siapa bilang sekolah itu mudah? Tidak pernah mudah! Tugas, ulangan, guru yang menyebalkan dan segala pernak-perniknya. Tapi memang di dalam hidup ini tak pernah ada yag mudah ya?? Hoho!!

Dalam setiap ulangan yang aku jalani sejak aku TK (kalau ada) sampai saat ini, aku tak pernah mengalami yang namanya nervous pra-ujian. Aku selalu tenang dan yakin pada diriku sendiri.

Namun kali ini tidak. Aku nervous. Untung saja tidak sampai parah dan mengangguku.

Mungkin itu karena aku tahu semester ini adalah penentuan. Jika semester ini aku jatuh, mungkin aku tidak bisa mengikuti PMDK Unair.

Dalam ujian kali ini, aku merasa... berbeda. Aku seperti menyadari bahwa pemikiranku berkembang ke tahapan selanjutnya. Aku lebih bisa mengandalkan rasioku untuk menjawab soal-soal yang tidak aku pahami. Aku dapat menalarnya. Kini aku mengerti mengapa terkadang apa yang kita (murid) anggap benar, tidaklah sepenuhnya benar. Kadang kita merasa bahwa guru kita yang salah, karena sudah tua lalu gampang sekali khilaf (??). Tapi di ulangan semester ini, aku dapat menalarnya. Wah, aku sudah mulai tua nih! ^^' Padahal akulah yang paling muda di antara teman-teman akrabku. (Intermezzo sebentar, yang paling tua di antara kami berempat adalah Mbak Kalem: Anggun, diikuti Mpus Desy, lalu Bu-Kaj Mia, barulah aku!)

Well, di ulangan ini aku tidak ternuru-buru mengerjakan soal. Aku tahu aku bisa menyelesaikannya dalam setengah waktu yang diberikan. Sadisnya lagi, seperempat waktu! Tapi aku tidak mau terburu-buru seperti dulu. Mengapa? Oke, ada beberapa alasan. Pertama, aku harus melaksanakan tugasku sebagai server (tahu kan, maksudnya?). Maklumlah, teman-temanku itu agak "salah" mempersepsikan kekompakan di kalangan anak Bahasa. Aku hanya bisa menurut sajalah. Apalagi pangkatku tidak terlampau tinggi: bendahara I. Kalau aku mau egois, bisa-bisa aku dijauhi. Haha, ternyata aku lebih takut pada manusia dari pada Tuhan! Toh aku tidak mencontek, aku yang meberi contekan. Jadi dosanya hanya setengah ya? Halah.. kok jadi nawar dosa sih..

Alasan kedua: aku tak mau menanggung malu. Malu apa? Ada baiknya dijelaskan dengan ilustrasi cerita ya.. Begini. Aku selalu cepat dalam mengerjakan soal dan selalu lebih dulu mengumpulkan pekerjaanku. Tentu saja teman-temanku menganggapku super pintar sehingga bisa mengerjakan soal dengan begitu cepat. Tapi itu tidak benar. Toh akhirnya pada beberapa mata pelajaran aku dapat nilai jelek. Berarti aku ini ceroboh, bukan?? Bisa mengerjakan cepat tapi hasilnya tidak tepat. Aku malu jika hal itu terjadi. Maka dari itulah aku lebih baik tidak usah terburu-buru dalam mengerjakan soal.

Aku khawatir nilaiku jatuh pada semester ini, mengingat materi pelajaran kelas 3 tidaklah mudah dan aku tak terlalu menguasainya. Apalagi di waktu yang singkat ini, hampir tidak ada presentasi. Padahal itulah penolongku! Aku bisa ranking 1 karena aku tampil prima dalam setiap presentasi (sampai-sampai teman-temanku takut jika aku mengajukan pertanyaan pada mereka ^^'). Duh.. apakah semester ini aku akan jatuh? Aku harap tidak. Aku ingin mengikuti PMDK Unair. Selain itu, aku ingin mendapatkan beasiswa agar ayahku tidak pusing memikirkan SPPku di semester berikutnya.

Mudah-mudahan Allah berkenan mengabulkan permintaanku.

Amin...

Love will find its way

Inilah.. nasib. Dramatis sekali ya? Mungkin siapapun yang membaca ini akan menganggapku konyol, terlalu melebih-lebihkan. Ya, tak apalah. Toh, inilah ada nya aku. Aku tak peduli orang mau bilang apa.

Apa kali ini yang membuatku sedih? Tentang cinta. Masa depan. Ha! Konyol, bukan??? tapi aku tak tahu lagi akan berbuat apa. Aku menulis di blog ini, menjadikannya sebagai kenangan, mungkin arsip yang siapa tahu di masa depan bisa menjadi inspirasi menulis untukku? Mungkin. Ah, sudahlah... Aku terlalu grogi sehinggga banyak basa-basi semacam ini.

Minggu kemarin (4 Januari 2009), akhirnya Hanif datang ke rumahku. Seolah kejadian kemarin-kemarin itu tak pernah terjadi. Kami bersikap biasa saja. Tak seperti yang kubayangkan, dia kembali seperti dulu lagi! Oh, terima kasih ya Allah.. Aku senang melihatnya kembali seperti biasa. Padahal tadinya aku sangat takut dia akan bersikap dingin lagi padaku.

Walaupun kami tidak bermain halma dan pergi jalan-jalan, aku senang dia mau datang ke rumahku. Kami hanya bercanda saja di rumah. bagi orang lain mungkin itu sangaaaaattt biasa. Tapi bagiku, itu sangat menyenangkan. Ah, lucunya orang berpacaran itu.. ^-^

Dia tidak bisa berlama-lama di rumahku, karena dia punya banyak tugas dan lagi, dia akan ulangan, sama denganku. Tak ada masalah buatku. Yang penting sudah bertemu lagi dengannya, memastikan dia masih mau bersamaku. Dan harapan-harapanku kembali melambung...

Setidaknya sampai dia mengatakan sesuatu yang membuatku hampir putus asa. Dia menggengga tanganku, dan berkata aku harus kuat. Tentu saja perasaanku tidak enak. Nah, kali ini apa lagi kesalahanku? Lalu dia berkata, bahwa orang tuanya masih belum bisa menerima kondisi keluargaku yang... tidak utuh. Aku shock. Sakit! Tidak adil, pikirku. Memangnya jika keluargaku itu tidak utuh adalah salahku? Aku tidak pernah mengharapkan hal itu terjadi. Aku juga mulai belajar untuk tidak meratapi hancurnya keluargaku kini. Tapi kata-kata Hanif itu mengajarkan aku untuk kembali menjadi pesimis, meratapi kehancuran keluargaku. Oh, tidak adil!!!

Aku sempat terdiam beberapa saat. Hanif terlihar agak cemas. Dia berusaha menghiburku. Dia juga mengingatkanku tentang janjiku: aku harus kuat demi dia. Aku hampir saja lupa akan janjiku itu. Dan karena aku takut Hanif akan meninggalkan diriku (yang lemah ini), aku berusaha bersikap biasa, sampai dia pulang.

Ketika dia pulang, dia tak henti-hentinya menyemangatiku. Dia berjanji akan berusaha membuat hati orang tuanya luluh. Yah, itu membuatku lebih baik. dan sebelum dia melaju dengan sepeda motornya, dia berkata satu hal: cinta akan menemukan jalannya. It made me awkward. Kanashimi wo hagasu...

Begitu dia pulang, aku menangis. Baiklah, bukan menangis tersedu-sedu seperti aktris sinetron yang norak itu. Hanya meneteskan air mata saja kok... Kata-kata Hanif setidaknya memberikan efek baik. Dan kuputuskan untuk menjadi tegar. Malah, aku makin semangat agar bisa mendapatkan prestasi yang baik dan membuat orang tua Hanif luluh. Aku harus bisa menjadi yang terbaik!

Itulah harapanku... Dan dalam doaku aku memohon padaNya, agar Ia mengizinkaku untuk bisa bersama dengan Hanif. Selamanya....

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates