Nggggrandom

Sekedar posting random aja. Akhir-akhir ini ngga bisa tidur. Bahkan main Pokopang dan Line Bubble beronde-ronde ngga bisa bikin tidur. Mata ngantuk, badan capek, tapi begitu kepala nyentuh bantal malah ngga mau merem. Bahan penelitian dengan segala macam Kanji anehnya itupun juga ngga bisa mengantarku tidur. Entah ini akunya yang udah kelewat parah atau teori "mengerjakan tugas ampuh buat insomnia" udah invalid.

Emang sih aku ngerasa ngga enak badan. Kayak mau pilek tapi toh ngga jadi-jadi (alhamdulillah... Jangan sampai sakit deh). Seperti lemas dan ngga semangat. Padahal makanku banyak bin abnormal. Mungkin karena kebanyakan itu makanya jadi lemes? Bisa jadi. Tapi aku bersyukur sekarang aku bisa mengumpulkan niat untuk mengerjakan tugas dan baca bahan penelitian, tanpa mengandalkan the power of kepepet.

Apa mungkin penyebabnya masalah..... Mental?

Hmm, ya... Akhir-akhir ini emang banyak yang aku pikirkan. Papa sakit, keadaannya belum tambah baik juga. Aku bingung, ngga tau harus gimana.

Selain itu, di sini aku mengalami semacam dilema. Aku sangat bersyukur bisa kuliah di Hiroshima ini. Tempatnya bagus, fasilitas lengkap, dosen-dosennya baik, kuliahnya pun tidak terlalu gila. Aku punya banyak waktu untuk penelitian dan latihan kendo. Oh ya, sejak pertengahan Oktober kemarin aku ikut klub Kendo. Cuma aku satu-satunya yang ngga berpengalaman di sini. Tapi untungnya senpai-senpainya ramah. Mereka bergantian mengajari aku teknik dasar Kendo. Serba cepat, tapi karena kebaikan mereka alhamdulillah aku berangsur-angsur terbiasa. Dan untungnya lagi, aku bukan satu-satunya orang asing di situ. Ada satu orang asing lagi, dari Korea Selatan. Namanya Shin Tae Hun. Waktu kenalan pertama kali aku baru nyadar kalau kita sama-sama level 4. Cuma Shin lebih banyak ambil kelas level 5, jadi kita jarang ketemu. Ketemu paling cuma di kelas hari Rabu dan Kamis.

Beda sama aku, Shin udah pernah latian kendo satu tahun di negaranya. Jadi pada akhirnya cuma akulah satu-satunya yang ngga berpengalaman (。-_-。)

Oke, cerita soal Kendonya kapan-kapan lagi. Balik lagi ke masalah apa yang akhir-akhir ini bikin aku kepikiran.

Seperti yang aku bilang tadi, bisa kuliah di Hiroshima itu bener-bener suatu keberuntungan. Tapi... Aku ngerasa ada yang kurang: persahabatan.

Kalau mau bilang secara jujur, hubungan antar teman sekelas terasa dingin. Gapnya bener-bener kerasa. Di sini mayoritas orang Cina dan Korea. Mereka berkelompok dengan teman-teman senegaranya sendiri. Orang Indonesia juga banyak, tapi kalau aku amati masih mau membaur dengan orang asing lainnya. Orang-orang Eropa sebenernya ramah, tapi ngga gampang masuk grup mereka. Entah kenapa. Orang Amerika pembawaannya santai dan ceria. Salah satu temen Amerika kita, Albert, selalu jadi pemersatu di antara kita semua.

Tapi.... Tetep aja, gapnya masih ada.

Jujur aku rada shock. Aku pikir keadaannya ngga bakal beda jauh sama tempatku dulu di UNAIR, kalau soal pertemanan. Aku pikir kita semua bisa akrab satu sama lain tanpa memandang perbedaan....

Tapi ternyata hal itu ngga gampang ya. Syukurlah aku dikasih liat lebih cepat. Dan dari situ aku bisa berpikir jernih kalau perbedaan semacam ini adalah biasa.

Nah, satu hal yang ngga biasa buatku adalah.... Untuk pertama kalinya aku bener-bener merasa harus waspada dalam berteman.

Seperti yang aku bilang tadi, di sini ada banyak orang Indonesia. Yang sebaya dan satu program sama aku aja ada tiga orang termasuk aku. Awalnya kita bertiga main sama-sama, makan bareng, dan sebagainya...

Sampai suatu hari aku ngerasa ada yang berbeda.

Salah satu dari kita, awalnya suka banget senyum dan ketawa lepas. Tapi sejak menginjakkan kaki di Jepang, entah kenapa dia berubah 180 derajat. Dia jadi jarang senyum, kalau ketawa juga cuma "hmph". Udah gitu kalau ketemu di jalan ngga nyapa lagi.

Yang satunya lagi, nggg, entah gimana jelasinnya. Yang jelas aku jadi ragu harus percaya sama siapa.

Sebulan pertama aku cukup stres dengan keadaan ini. Ngga ada orang yang bisa aku andalin. Ngga ada tempat buat berbagi cerita selepas-lepasnya. Ya aku masih bisa kontak Nene atau Mbak Mega via LINE. Tapi kadang ada perasaan kalau aku berlebihan.

Aku jadi inget, dulu waktu makan bareng Shin, dia tanya, "Kamu punya teman dekat kan?"

Aku cuma bisa menggelengkan kepala.

Yaa mungkin aku su'udzon. Tapi aku berusaha jujur, aku ngga bisa percaya dengan mudah pada orang lain di saat ini, di tempat ini, karena aku belum tau apa-apa. Aku udah merasa kalau diem-diem aku "diinjak", meskipun ngga parah. Ya aku sih ngga akan balas dendam atau gimana. Aku cuma bersikap "cukup tau aja" dan sebisa mungkin ngga banyak berinteraksi dengan orang-orang yang berusaha menginjakku, atau ngga menaruh rasa peduli padaku.

But, afterall, I am fine.

Emang bener ada orang-orang yang ngga ramah sama aku. Tapi toh ada lebih banyak lagi orang yang ramah padaku, dengan baiknya menyambutku, menerimaku, membantuku, mengajariku... Buang-buang waktu dan energi cuma untuk mengurusi hal negatif bener-bener rugi. Hal itu tidak membantuku menyelesaikan penelitianku dan juga tidak membantuku mencapai hal-hal yang aku inginkan.

Ngomong-ngomong, sejak menginjakkan kaki di Negeri Momiji ini, aku jadi pingin belajar banyak hal. Pergi ke banyak tempat. Mengeksplorasi diri sepuas-puasnya.

Tapi, kalau inget keadaan Papa, aku jadi merasa agak......

Yah, Allah juga yang memberi jalan, kan...

Setidaknya, aku pingin menabung dulu. Menabung impian untuk diwujudkan

In Memoriam: Monniza Argha Listiadara

Hari ini aku sendirian di kamar. Cuaca dingin. Aku lagi males ke mana-mana. Jadi aku putusin untuk nyoba ngerjain tugas-tugasku.

Pukul 8.19, Nene telepon aku. Seandainya itu orang lain, aku pasti ngga akan angkat, karena aku ngga mau diganggu. Tapi begitu liat nama Ratu Addina di layar hp, aku langsung sumringah membayangkan percakapan konyol dengannya.

Tapi, begitu aku angkat telepon, suara Nene agak beda.

"Djayeng, lu baca grup Niseikai ngga? Yang LINE"

"Hah? Grup Niseikai..? Gua ngga...."

"Djayeng, gua ga tau ini becanda apa ngga, tapi Didin bilang Bune meninggal?"

"HAH?!"

"Gua ga tau ini becanda atau bukan..."

"Eh, bentar. Maksud lo grup 2009 ta? Gua belon cek LINE dari tadi."

"Iya Dijeh..."

"Bentar, gua coba telpon anak-anak deh"

"Emang bisa?"

"Ya via LINE. Gua coba telpon Alfi"

"Ya deh. Entar lu telpon gua lagi yak"

Aku langsung mutusin telpon, terus cek LINE.

Sebenernya emang ada yang salah sama hpku. Notifikasi LINE, FB, dll ngga muncul otomatis di layar Home. Padahal udah aku setting. Akibatnya aku ngga bisa langsung tau kalau seandainya ada chat masuk. Solusi sementara ya aku harus sering-sering cek LINE.

Begitu aku buka LINE, ada banyak chat masuk, salah satunya dari grup Niseikai 2009.

Didin dkk bilang Bune meninggal.

Aku ngga percaya. Aku panik. Duh, masa iya ini bercanda?

Aku coba telepon Alfi. Sejenak seperti diangkat, tapi aku ngga dengar suara apapun. Akhirnya aku coba telepon Didin. Ngga diangkat. Telepon Firtha, juga ngga diangkat.

Aku chat di grup, "Beneran ta ini?"

Aku tau kedengarannya bego banget. Tapi aku ngga tau harus gimana.

Semua bilang bener.

Di timeline LINE, Pika dkk update status mengucapkan selamat jalan untuk Bune. Begitu juga di FB. Grup Niseikai ramai dengan postingan tentang Bune. Adek kelasku, Ekput, posting berita duka di grup Japanology. Timeline FB penuh dengan status anak-anak Sastra Jepang tentang Bune.

Aku sangat ingin percaya kalau ini semua cuma bercanda.

Biarpun bercandanya keterlaluan, ngga lucu, itu masih lebih baik.

Sayangnya, berita ini sepertinya benar.

Aku nangis. Aku telepon Nene.

"Bebeb....."

"Iya, Dijeh?"

"Katanya beneran...."

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun..."

Aku udah ngga bisa mikir jernih lagi. Kenapa, di saat aku ada di sini, salah satu teman dekatku meninggal? Begitu cepat, dan tiba-tiba...

Nene menyarankan aku sholat dan mendoakan Bune.

Tapi. Aku ngga bisa.

Akhirnya aku stuck di depan meja belajar, ngecekin semua akun social mediaku. Berusaha mencari kepastian.

Tapi, semakin aku baca, semakin perih hatiku.

Menurut berita di LINE, Bune kena chikungunya. Aku jadi ingat statusnya

Aku sama sekali ngga kepikiran kalau keluhan sakitnya itu akan jadi berita terakhir tentang dia...

Aku bahkan ngga tau kalau dia kena chikungunya.

Aku berpikir, apa Bune juga tau kalau dia sedang sakit chikungunya? Apa waktu itu, dia tau kalau dia akan..... Pergi?

Dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba aku membayangkan seandainya aku adalah Bune.

Kalau aku tahu kalau waktuku sebentar lagi, mungkin aku akan meminta maaf dan "berpamitan" sebelum pergi.

Atau sebaliknya, aku akan mengurung diri di kamarku. Tanpa perlu orang lain tahu tentang penderitaanku.

Oke, apa yang aku pikirkan itu tidak penting.

Tapi.... Melihat status-statusnya, sepertinya dia ngga tau.

Entahlah.

Tapi, kalau memang benar dia pergi tanpa tahu apapun yang terjadi...

Menurutku itu cara yang indah untuk meninggalkan dunia ini.

Allah pasti sangat sayang padanya, sehingga memberi Bune karunia yang luar biasa indah ini.

Iya, pasti. Pasti Tuhan sangat sayang padanya. Aku yakin. Soalnya Bune sangat sayang pada Mamanya, dan ketiga adik perempuannya.

Aku masih inget bagaimana perjuangannya belajar sambil cari uang. Dia kerja sambilan mengajar les privat bahasa Jepang. Aku inget, sebelum aku berangkat ke Jepang, dia sering minta tolong padaku untuk mengantarkannya ke tempat les privat, untuk mengambil gajinya. Karena tempatnya jauh dan dia ngga punya kendaraan, tidak setiap bulan dia bisa ambil gajinya.

Waktu dia minta tolong padaku, sudah dua bulan dia belum menerima gajinya. Akhirnya dia minta tolong aku untuk nganterin ke sana.

Kemudian, sekitar sebulan dua bulan setelah itu, dia minta tolong padaku lagi. Tapi, berhubung aku lagi berhalangan (aku lupa karena apa, sepertinya karena persiapan untuk berangkat ke Jepang), aku ngga bisa nganterin dia. Aku janji akan nganterin dia lain hari.

Tapi ternyata... Dia jalan kaki sendirian.

Tadinya aku ngga tau, sampai dia sms.

"Cha, leh minta tolong ngga?"

"Aku di kampus. Kenapa, Bun?"

"Aku sekarang di depan rumah orangnya (tempat les privat), tapi kok rumahnya sepi ya..."

"Loh, udah janjian?"

"Udah, Cha. Katanya ketemu jam 10. Tapi ini udah lewat... Ditelepon ngga diangkat. Aduh, gimana ya Cha?"

"Waduh, apa kamu pulang aja? Tak jemput wes ya?"

"Sek wes, Cha... Tunggu sebentar lagi. Be'e orangnya dateng"

"Oke. Tapi kalau 15 menit lagi dia ngga dateng, pulang aja. Kabari aku. Jangan pulang sendirian"

"Oke."

Dan benarlah, orang itu tidak menepati janjinya pada Bune. Malah menyuruh Bune ke rumah pribadinya di daerah Semampir, dekat rumahnya Nene. Ngga mungkin ditempuh jalan kaki. Gila aja.

Akhirnya Bune pulang dengan tangan hampa.

Waktu aku jemput dia di depan rumah lea privat itu, aku merasa sangat.... Yah... Apa yah.. Aku tau gimana susahnya jadi tenaga pengajar les privat. Gajinya kecil, kerjaannya susah. Belum lagi kalau perantaranya ngga bener. Somehow aku merasakan bagaimana sulitnya Bune.

Tapi, aku ngga ngerasa kasihan padanya. Dia ngga pantes dikasihani. Bune udah sangat gigih berjuang. Aku salut.

Masih.... Masih banyak kenangan lagi tentang dia...

Tentang pertengkaran kami soal jus

Tentang "hubungan" palsu kami yang dulu pernah bikin ramai Sastra Jepang

Tentang kekonyolan-kekonyolan waktu jadi panitia di berbagai acara

Tentang "keputusasaan" menghadapi skripsi

Tentang kebahagiaannya waktu dapat kesempatan pergi ke Jepang melalui program Rainbow Ashinaga

Tentang bersin dan muletnya yang lucu, seperti kucing

Tentang senyumnya yang manis

Tentang semuanya....

Aku ngerasa ada yang salah. Bune sedang berjuang keras untuk skripsinya. Dia sedang berusaha mewujudkan cita-citanya untuk bisa ke Jepang lagi. Agar Mamanya bangga.

Lalu, Allah memanggilnya dengan begitu cepat.

Tadinya aku pikir, ini benar-benar tidak adil.

Tapi, setelah aku bisa tenang dan berpikir jernih, kepergian Bune bukanlah sesuatu yang tidak adil.

Aku ingat bagaimana Bune bilang kalau dia pingin ketemu almarhum ayahnya. Ayahnya meninggal saat Bune masih umur 5 tahun.

Aku ngga tau gimana rasanya kehilangan ayah, tapi pasti sedih banget. Apalagi kalau udah ngga ketemu dari kecil.

Dan sekarang, Allah mempertemukan mereka di surga....

Oke, aku sok tau banget. Tapi aku yakin pasti begitu.

Pasti Bune sekarang tersenyum, bertemu ayah yang sangat dirindukannya.

Benar-benar kepergian yang indah....


Bune, aku tau selama ini aku bukan teman yang baik buatmu. Aku tau kadang-kadang aku suka mengabaikan pertanyaan dan permintaanmu kalau aku lagi malas. Maafin aku ya Bune...

Aku masih ingat permintaanmu. Aku pasti belikan kok. Akan aku kirim ke rumahmu. Janji.



Bune, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan. Kamu sudah berjuang dengan sangat baik. Sekarang adalah saatnya kamu menikmati buah manisnya. Aku tahu, karena Allah memberimu
kepergian yang sangat indah.

Selamat jalan, Bune... Otsukaresama deshita.

Aku pasti merindukan senyumanmu yang manis itu. Pasti sekarang jauh lebih manis, karena kamu bisa bertemu ayahmu di sana.


Sampai jumpa, Bune....


Menapakkan Kaki di Negeri Momiji



久しぶり~!
fiuh, akhirnya... ini postingan pertamaku setelah nyampe Jepang :D

Oke, ini ungkin agak telat. Tadinya aku pikir aku bisa posting di hari kedua aku sampai Hiroshima. Tapi ternyata engga. Soalnya ada banyak hal lebih penting yang harus segera diurus sih. Hahaha...

Ada banyak hal yang mau aku ceritain. Tapi... ngga mungkin juga kan ya ngerangkum 25 hari dalam satu postingan. Pasti bakalan kelewat panjang dan membosankan. Hahaha.... Ya aku mau cerita beberapa hal yang mengesankan buatku.

Jadi ceritanya, ini adalah hari ke-25 aku berada di Hiroshima.

Tanggal 1 Oktober 2013, aku berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta. Setelah nginap dua hari di rumah Tante Lilik, aku diantar Mbah Ity dan kerabat-kerabat almarhum Mbah Kakung menuju bandara. Sempat hectic, soalnya aku ngga tau di terminal mana aku harus tiba. Sementara itu Dida ngga bisa dihubungi sama sekali. Tapi, berkat petunjuk Nene akhirnya aku sampai juga di Terminal 2D.

Aku pikir aku bakal berangkat berdua aja sama Dida. Ternyata ada 5 orang peserta Teacher Training yang juga berangkat pada tanggal dan jam yang sama. Jadilah kami bertujuh dalam satu rombongan.

Jam 10 malam, pesawat lepas landas. Ini pertama kalinya aku naik pesawat. Pas pesawat mau lepas landas, aku nonton pemandangan yang direkam kamera di depan kokpit pesawat. Tapi karena hari udah malam, ngga banyak yang bisa dilihat. Gelap. Yang ada, aku malah semakin takut. Dan bukan cuma itu. Kupingku kerasa sakit banget. Mungkin karena perbedaan tekanan udara. Aku hampir ngga bisa tidur gara-gara itu.

Pesawat yang aku tumpangi itu milik Japan Airlines (JAL), nomor pesawat JL 726. Kita naik kelas ekonomi. Tapi biarpun begitu, pelayanannya baik banget. Banyak makanan enak disediain di dalam pesawat. Malam itu menunya makanan Barat. Ngga seberapa suka sih, tapi lumayanlah. Ringan dan sehat. Ada macem-macem minuman disediain. Tapi sayang, ngga ada teh manis. Lucunya, para pramugari ngga ngerti maksudku waktu aku minta teh manis. Iya sih, emang dalam budaya Jepang ngga ada teh dikasih gula. Mungkin di Barat pun juga ngga ada. Paling cuma dikasih perasan lemon, susu, atau madu. Jadi aku minta teh tawar. Lumayan membantu meredakan rasa mual karena mabuk udara.

Oh ya, waktu check-in di bandara sebelumnya, barang bawaanku over 6 kg. Kalau mau tetap maksa bisa aja, tapi harus bayar Rp600.000. Uang Rupiahku ngga cukup. Akhirnya atas saran dari rekan-rekan seperjalanan, aku bagi bawaanku jadi dua. Masing-masing 22 kg. Akhirnya dibolehin.

Setelah check-in, aku bayar airport tax sebesar Rp150.000. Agak shock juga sih, kenapa di saat mau berangkat masih harus ngeluarin duit lagi. Tapi apa boleh buat lah.

Kembali lagi ke cerita perjalanan.

Tanggal 2 Oktober 2013, sekitar jam setengah 8 pagi waktu Jepang, kita sampai di Bandara Narita, Chiba. Sebenernya aku sama Dida ada rencana jalan-jalan ke kota Tokyo sebelum take off dari Haneda ke Kansai. Tapi, berhubung kita rombongan dan waktunya juga mepet banget, rasanya bakal repot kalau maksain jalan. Dan lagi, waktu itu hujan. Cuacanya jadi dingin banget. Akhirnya batal jalan-jalan.
 
Tapi, ngga jalan-jalan bener-bener keputusan yang tepat. Soalnya, meskipun keliatannya jeda waktu antara sampai di Narita dengan take off ke penerbangan berikutnya panjang (sekitar 4 jam), ternyata mepet juga. Setelah dari imigrasi dan kirim barang sampai International House, sekitar jam 9 kita berangkat naik bus ke Bandara Haneda di kota Tokyo. Ternyata perjalanannya panjaaaang banget. Sampai Haneda udah jam 11, sementara kita harus check-in jam setengah 12. Kita buru-buru pesan tiket, mampir beli onigiri sebentar, terus check-in. Jam 12 pas pesawat take off menuju Kansai. Dan lagi-lagi, kupingku sakit dibuatnya. Tapi untungnya ngga separah waktu dari Jakarta ke Narita semalem.

Aku agak lupa kita sampai di Kansai jam berapa. Tapi yang jelas kita langsung naik shinkansen Haruka menuju Shin-Osaka. Dari Shin-Osaka, kita langsung oper kereta Sanyo ke Fukuyama. Dan terakhir, dari Fukuyama puter balik lagi ke Higashi-Hiroshima naik Kodama.

Bener-bener perjalanan yang panjang dan melelahkan. Aku ngga tau kenapa kita disuruh naik kereta, pakai duit sendiri lagi. Padahal lebih praktis naik pesawat menuju Hiroshima menurutku. Tapi, kalau inget-inget betapa sakitnya kupingku waktu naik pesawat, mungkin ada hikmahnya juga naik kereta. Selain itu, bisa menikmati perjalanan dengan shinkansen yang terkenal kecepatannya itu. Pemandangannya juga indah banget.
 
Sekitar jam setengah 7 malam waktu setempat, kita sampai di Stasiun Higashi-Hiroshima. Kita sampai setengah jam lebih awal daripada yang dijadwalkan pihak Hiroshima University. Stasiun itu sepi banget, dan dingin. Waktu itu aku pakai baju panjang, plus jaket rajutan tebal dan syal. 

Dua orang perwakilan dari Hiroshima Daigaku (Hirodai) menjemput kami. Aku lupa nama-nama mereka. Tapi salah satunya adalah tutornya Bu Moresta (salah satu peserta Teacher Training). Kami naik taksi menuju International House. Untuk naik taksi ini pun kita pakai uang sendiri. Masing-masing dari kita urunan 500 Yen.

Sepanjang perjalanan bener-bener gelap. Rasanya kayak naik bus malam menuju Jogja atau Bali waktu study tour. Rada kaget juga sih. Tutornya Bu Moresta bilang, kalau di sini itu desa, jadi masih banyak pohon dan gelap.
 
Sekitar jam 8 malam kita sampai di International House. Di sana para tutor sudah menunggu kedatangan kita. Akhirnya aku ketemu sama tutorku, Ishikawa Chiaki. Chiaki ini cantik, imut, dan fashionista banget. Dia mahasiswa Sougogakubu tingkat 1. Agak susah nerjemahin Sougo-gakubu itu apa, karena di Indonesia kayaknya ngga ada. Kalau menurut terjemahan bahasa Inggrisnya sih, Faculty of Integrated Social Studies.

Aku diantar Chiaki sampai kamarku, di lantai 6. Kamarku ada persis di depan lift. Kamarku ngga terlalu luas, tapi ada kamar mandi di dalam dan dapurnya juga. Lumayan praktis buat hidup sendiri. Perabotan termasuk lengkap: meja belajar, lemari baju, lemari alat makan, kompor, bak cuci piring, lemari buku, tempat tidur, dan berbagai macam lampu mulai dari lampu kamar, lampu belajar, lampu tidur, dan sebagainya. Jendelanya besar. Benar-benar puas kalau mau liat pemandangan.

Setelah ngasih kunci dan dokumen-dokumen yang harus aku lengkapi, Chiaki langsung pulang. Aku bingung mau makan di mana. Biarpun ada kompor dan aku ada persediaan mie instan, aku ngga bawa alat masak sama sekali. Akhirnya, aku ngikut Dida dan tutornya, Chousei-san, pergi beli makanan di super market bernama Youme Town.

Setelah sampai kamar, aku langsung makan malam. Abis itu, rasanya pingin banget mandi pakai air panas. Tapi sialnya, aku baru inget kalau sabunku ada di koper satunya, yang sedang dipaketin itu. Akhirnya aku mandi tanpa sabun, dan pergi tidur dengan kulit perih.

Yah... itulah sedikit cerita tentang perjalananku menuju Hiroshima. Panjang, melelahkan, tapi melegakan. Aku merasa tenang. Sedikit aneh sebenernya. Entah kenapa, rasanya semua beban yang selama ini aku rasakan menguap begitu aja. Bukan merasa.... lega. Tapi, entah kenapa rasanya semua itu seperti dicabut sampai akar-akarnya, dan aku seperti hilang ingatan. Seolah-olah aku tidak pernah mengalami, merasakan, bahkan mengenal semua itu sebelumnya.

Satu lagi hal yang aneh... Sejak menginjakkan kaki di Jepang, aku ngga ngerasain perbedaan apapun. Tidak ada rasa kalau aku ini sudah sampai Jepang. Rasanya semua lingkungan ini begitu familiar. Meskipun di sana-sini tulisan yang terlihat hanyalah huruf Jepang, dan percakapan yang terdengar semuanya bahasa Jepang, entah kenapa aku tidak merasa asing. Rasanya semua ini pernah melekat dalam diriku. Dan.... somehow aku ngerasa deja vu.

Setiap kali aku melihat pemandangan, baik itu alam, kota, maupun aktivitas manusia di Jepang ini, aku merasa kalau aku sudah pernah berada di sini sebelumnya.

Seandainya aku percaya reinkarnasi, mungkin saat ini aku udah berkesimpulan kalau diriku di masa lalu adalah perempuan Jepang =..=
 
Yah, pada akhirnya aku ngga bisa menyimpulkan apapun. Aku ngga tau perasaan ini dan apa sebabnya.

Tapi yang jelas, aku merasa bersyukur karena Allah sudah memberikan banyak berkah padaku.

Untuk sebulan pertama ini, masih belum ada masalah yang terlalu berat. Alhamdulillah sampai sekarang aku masih bisa mengatasi masalah-masalah yang ada. Semoga di masa depan pun seperti itu. Aamin ya rabbal alamin...

Aku sudah sampai di Hiroshima. Perjalanan baru aja dimulai.

Momiji di kampus udah mulai memerah. Aku bakal menikmati detik-detik perubahan alam di negeri yang indah ini.

Semoga Bukan yang Terakhir

dua hari lagi aku akan meninggalkan Indonesia untuk pertama kalinya.

sebenernya aku udah berusaha menahan diri untuk ngga posting soal ini... karena aku takut makin berat ninggalin tanah airku ini.

tapi, aku ngga punya tempat lain untuk menuangkan perasaan ini. aku punya orang tua, teman, dan masih banyak lagi orang yang peduli padaku. tapi... kalau aku nunjukin rasa beratku untuk ninggalin Indonesia, mungkin mereka akan makin sedih dan kecewa. somehow aku bisa berasumsi seperti itu, karena setiap kali aku ngeliat atau denger orang lain memberatkan kepergianku, aku semakin sedih. jadi aku berpikir mungkin orang lain pun akan semakin berat kalau aku nunjukkin muka sedih.

jadi, aku harus makin tegar menghadapi semua ini.

Rabu malam kemaren, adalah malam terakhirku di Surabaya. waktu naik motor, aku nangis. ngga pernah terbayang aku akan meninggalkan kota ini. aku suka banget sama kota ini. aku masih inget masa-masa susah yang aku lalui, perjuanganku untuk bertahan hidup dan terus kuliah, kenangan bersama teman-teman dan orang-orang yang aku sayangi... rasanya aku ngga sanggup meninggalkan kota ini.

tapi, Anna, salah satu murid lesku bilang, "Anggep aja ini PKL atau KKN. meskipun pergi jauh, pasti bakal kembali lagi."

well, she's right. I'll be back.

mbak Mega juga pernah bilang, "Yang berat itu berangkatnya, Cha. tapi nanti kalau udah di sana pasti kamu seneng. begitu juga nanti waktu pulang. waktu mau berangkat pulang pasti berat. tapi begitu sampai rumah lagi, kamu pasti akan seneng."

kata-kata mereka membuatku lebih tegar. iya, aku pasti kembali kok. yang berat cuma berangkatnya aja. di sana aku pasti baik-baik aja. aku bakal ketemu orang-orang baru, dan berteman dengan mereka. aku ngga akan kesepian.

lagipula, aku bawa Resnu. si kecil Resnu bakal selalu menemani malam-malamku di kamar apartementku, seperti selama ini di kos.

Kamis pagi, aku sampai di rumah. keadaan Papa emang ngga begitu baik, tapi... Papa selalu menunjukkan wajah ceria. aku terenyuh. aku belum pernah menjadi orang tua, dan aku ngga bisa membayangkan seperti apa perasaan orang tua yang akan ditinggal anaknya pergi jauh sendirian.... tapi, kalau melihat wajah ceria Papa yang sebenernya sedang sakit, aku merasa ngga tega. dan aku jadi menyesal, kenapa aku ngga bisa menghabiskan waktu lebih lama di rumah...

selama di rumah, aku berusaha untuk ngga inget-inget hal apa yang bisa memberatkan aku berangkat. aku juga harus lebih kuat lagi.

sekarang adalah malam terakhir aku tidur di rumah. ah, rasanya aku pingin menghabiskan waktu berkualitas yang lebiiiiiiiih banyak lagi di rumah. rasanya aku belum cukup menyenangkan Papa.

tapi, besok aku udah harus ke Jakarta. waktu packing tadi, rasanya berat banget...

si Piko bolak-balik gangguin aku yang lagi packing. berhubung aku lagi capek, aku terus-terusan marahin dia. semakin aku marahin, semakin nakal ulahnya.

tapi, aku pasti bakal kangen sama kenakalannya...

ada banyak, begitu banyak hal yang memberatkanku untuk pergi.

tapi pergi ke Jepang adalah impianku. ada banyak orang yang menginginkan kesempatan ini. untuk menghormati mereka, aku ngga boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

aku akan berusaha untuk tidak menunjukkan muka sedihku pada orang-orang yang aku sayangi.

ketika aku sampai di sana, aku juga akan berusaha yang terbaik.

memang, malam ini adalah malam terakhirku di rumah sebelum berangkat ke Jepang.

tapi aku tau, malam ini bukanlah malam yang terakhir dalam hidupku.

semoga, semoga ya Tuhan, Engkau bersedia memberiku hari-hari lain untuk menyenangkan orang-orang yang kusayangi, seperti hari-hari terakhir ini.

aamin....

Aku Memang Tidak Bisa Menari

ngga terasa waktuku di sini tinggal sebentar lagi. ada begitu banyak hal menakjubkan yang aku lewati di sini.

pertama, pertemuan kami dengan anak-anak SUAC. aku merasa bener-bener beruntung bisa bertemu mereka, beberapa minggu sebelum aku berangkat ke Jepang. aku bisa belajar banyak percakapan bahasa Jepang dengan mereka. setidaknya aku ngga terlalu kagok waktu nanti di Hiroshima.

dan bukan cuma itu aja.

kali ini, banyak hal yang membuka mataku tentang budaya Indonesia.

seperti yang pernah aku posting sebelumnya, aku merasa kagum sama anak-anak Pakar Sajen yang menekuni budaya gamelan yang adiluhung ini. dan ternyata, masih ada lagi orang seperti anak-anak Pakar Sajen.

sedikit OOT, aku diminta sama Bu Retno (istrinya Syahrur-sensei, bendahara PPI yang sekarang) untuk menari di acara HIA (ngga tau apa singkatannya. kayaknya sih Hiroshima Indonesian Association). karena itu, akhirnya aku belajar nari.

salah satu anak Pakar Sajen, Andi, ngenalin aku ke Windy. Windy ini anak UKTK, dan sepertinya lagi merintis BSO Tari di FIB UNAIR. aku belajar nari Kasomber sama Windy. menurut Windy sih, Kasomber itu tarian yang gampang. jadi mulai masuk perkuliahan 9 September kemarin, aku latian menari.

meskipun katanya gampang, ternyata ngga segampang yang dibayangin.

jujur, aku merasa susah banget ngikutin gerakan tarian ini. emang sih aku bisa hafal, tapi gerakanku kaku banget. Windy keliatan stres waktu ngajarin aku. aku jadi semakin ciut. malah sebenernya tadi aku sempet kepikiran untuk berhenti aja.

tapi, aku pikir-pikir lagi. emang, menari itu bukan hal yang mudah. ini bukan cuma sekedar gerak badan aja. tubuh, hati, dan pikiran harus selaras. ketika aku melihat video tariannya, aku pikir "oh gitu ya. aku bisa kok". tapi toh karena tubuh dan pikiranku ngga selaras, akhirnya ngga maju-maju. aku pikir aku udah melakukan seperti contoh. tapi ternyata masih kurang dan keliatan ngga indah.

dari situ aku sadar kemampuanku. emang badanku kaku dan umurku juga udah terlalu tua untuk belajar nari yang luwes. tapi, bukan berarti aku harus berhenti di tengah jalan begitu aja. paling ngga aku harus belajar sampai terakhir, sebisa mungkin.

meskipun susah dan bikin stres, tapi aku bersyukur bisa ikut latian nari ini. aku jadi bener-bener tau, menari itu bukan hal gampangan. menari itu sesuatu yang luhur, dan tidak bisa sembarangan dipraktekkin gitu aja.

somehow, aku jadi merasa punya kepercayaan diri sebagai orang Indonesia. menurutku ini progres yang bagus. jadi aku bisa berangkat ke Jepang tanpa harus malu dengan identitasku sebagai orang Indonesia. budaya Indonesia ngga jelek, dan aku bisa cerita ke temen-temen yang ada di sana nantinya.

after all, aku merasa sangaaaaat bersyukur bisa berangkat ke Jepang.

ini bukan cuma sekedar gengsi. bukan cuma sekedar 'beruntung' bisa pergi ke luar negeri (secara gratis).

menurutku, aku luar biasa beruntung, karena dikasih kesempatan untuk mencicipi sedikit petualangan dalam hidupku.

umurku sekarang 22 tahun. mungkin agak terlambat untuk "mbolang" (I expect, the ideal age for adventuring must be 19-20 years old). tapi aku masih terbilang muda untuk melihat dunia di luar sana, dan belajar hidup mandiri di luar "comfortable zone".

bukan cuma itu. aku juga merasa bersyukur, karena dengan keberangkatan ini, aku jadi punya kesempatan untuk belajar sedikit lebih dalam tentang budaya Indonesia. mungkin selama ini dari SD sampai SMA aku belajar banyak teori tentang budaya ini, budaya itu blablabla, tapi itu semua cuma melalui buku aja. dan dengan cara belajar yang seperti itu, aku ngga ngerti di mana letak nilai budaya itu. tapi sekarang, aku belajar langsung. I learn that I need to improve not only skills, but also senses, to get accustomed with these cultures. that's why culture is high-valued, because it is not easy to learn it.


Topeng dan Aneka Rupanya

Malem ini, karena alasan tertentu, aku ngga enak badan. Pencernaanku sakit. Pembuluh darahku rasanya mau pecah. Mau dibawa tidur ngga bisa, karena setiap kali nutup mata, rasanya setiap sel darahku berdenyut-denyut minta keluar. Benar-benar malem yang ngga mengenakkan.


Oh ya, mungkin karena pengaruh lampu kamar juga. Lampu kamarku beberapa hari ini kedip-kedip sendiri, terus meredup. Tanda-tanda minta diganti yang baru. Aku belum sempat ngomong sama Bapak kos, jadi untuk sementara aku harus bersabar dalam remang-remang kamarku.

Yah, dan kebetulan aku baru saja melewati satu minggu yang tidak mengenakkan.

Dalam satu minggu ini, aku menghadapi kejadian yang tak kuinginkan. Aku mencoba diam. Tapi percuma.

Akhirnya, aku coba berpikir kembali. Di saat sedang berpikir, muncul satu pertanyaan: adakah seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan?

Aku sih berharap: ada. Tapi entah. Aku masih belum bisa melihat sosoknya di dunia nyata. Aku juga ngga mau mereka-reka, takut kalau nanti ngga jadi kenyataan.

Lalu, aku mencoba melihat sekelilingku.

Ada banyak teman di sekelilingku. Tapi... entah kenapa, aku merasa asing.

Rasanya seperti berada di kerumuman orang banyak. Semua ramai membicarakan banyak hal satu sama lain. Terdengar begitu menyenangkan. Tapi, tak ada yang mengajakku bicara. Aku cuma bisa diam di antara keramaian yang mewah ini.

Aku berusaha menepis pikiran negatif semacam itu. Sebagai gantinya, aku selalu menanamkan pikiran ini benakku: itu semua cuma perasaan. Mungkin kenyataannya tidak seperti itu.

Aku berusaha untuk berpikiran positif, dan itu membantuku untuk tetap tegar. Tapi, kadang-kadang ada masa di mana aku jadi sangat sensitif dan lemah. Pada saat itu, rasanya ngga bisa untuk ngga merasa sedih dan kesepian.

Dan di saat seperti ini, tiba-tiba aku pingin ketemu Mama. Aku pingin Mama makein minyak orang-aring ke rambutku. Aku pingin dikepangin sama Mama. Aku pingin ngobrol banyak sama Mama.

Bahkan, rasanya bertengkar dengan adikku jauh lebih menyenangkan ketimbang perasaan sendirian ini.


Salah satu temanku bilang, kalau aku ngga pernah sendiri. Aku harus jaga hubungan baik dengan teman-teman yang lain.

Dia benar. Tapi, kadang-kadang aku sadar, ada saat-saat di mana hubungan kita hanya sekedar permukaan.

Lalu dia bilang, meski cuma permukaan pun, tidak masalah.

Aku kembali berpikir. Mungkin aku melihat masalah dengan cara yang salah. Makanya aku tak bisa menemukan jalan keluarnya.

Yah, mungkin ini pengaruh perasaan pribadi juga kali ya. Emang beda rasanya ketika orang yang kita sukai menasihati kita. Rasanya kata-katanya jauh lebih masuk akal ketimbang yang dikatakan orang lain (meskipun intinya toh sama aja sih).

Berkat kata-katanya, aku mencoba untuk tetap tegar. Aku mencoba untuk melihat masalah dari sisi lain.


Sementara, di satu sisi, aku sadar, sebenarnya yang aku harapkan adalah hubungan yang jauh lebih dekat dengan seseorang.

Selama ini aku merasa tersiksa, karena harus menyukai seseorang yang tak bisa membalas perasaanku.

Tapi yah, aku tetap bandel. Bukannya aku udah berapa kali menghadapi hal semacam ini? Menjadi penggemar rahasia selama bertahun-tahun. Mengalami penolakan dengan cara yang sangat memalukan. Menyaksikan orang yang sangat aku sayangi berbalik badan dan pergi meninggalkanku. Aku udah mengalami banyak hal itu, kan? Toh, aku masih bisa hidup sampai sekarang. Itu artinya, mengalami cinta bertepuk sebelah tangan sekali lagi, seharusnya bukan masalah. Ya kan?

Entah. Aku juga tidak tahu.

Andai, aku punya keberanian yang lebih besar untuk mengungkapkan diriku apa adanya kepada orang lain.

Ya, seandainya.

Tokyo Zodiac Murder : Heart-tremending Astrological Detective Story

Okee, akhirnya aku ada kesempatan buat ngelunasin janjiku hahahaha...

Kali ini, aku mau cerita soal novel bagus lainnya yang akhir-akhir ini aku baca. Judulnya, Detective Mitarai's Casebook: Tokyo Zodiac Murder karya Soji Shimada.

Sebenernya aku ngga sengaja membeli novel ini. Waktu itu, aku lewat perumahan Dharmahusada. Di sekitar situ ada toko buku kecil, namanya tokobukumurahonline.com. Aku penasaran, makanya coba masuk. Niatnya sih cuma liat-liat aja. Tapi karena ada petugasnya yang ngeliatin aku terus, aku jadi ngga enak. Mungkin aku dikira pencuri. Gimana engga, pagi itu aku baru bangun tidur, belum mandi, terus dengan muka kucel dateng ke toko buku hahahaha... Akhirnya, dengan sangat terpaksa aku beli novel itu. Dia antara sekian novel yang ada, hanya novel ini yang menurutku bisa diharapkan (I just can't imagine myself reading teenlits at this age!). Covernya menarik, jadi aku pilih yang itu.

Novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia. Dan yah, sasuga Gramedia, secara fisik buku ini cukup memuaskanku. Ngga ada masalah layout atau cetakan seperti yang pernah aku sebutin sebelumnya di posting tentang buku kumcer "Penggali Sumur". Cetakannya rapi, lemnya kuat, tulisannya jelas. Kalaupun ada yang mau direwelin, paling masalah kualitas kertas. Kertasnya sih ngga jelek, tapi juga bukan yang terbaik. Yah, ngga banyak yang bisa dikatakan soal kualitas kertas. Harga produksi juga menentukan. Makanya aku ngga akan terlalu rewel soal itu. Selebihnya, kualitas cetakan sudah oke.

Soal terjemahan, menurutku udah sangat bagus. Cuma, aku masih ngerasain ada yang ganjil di sini. Misalnya, kata-kata "Taman Bertema". Terus terang aku pingin ketawa. Aku yakin ini terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu "theme park". Aku cuma rada heran aja, kenapa diterjemahin jadi "taman bertema", bukannya "taman bermain" atau "taman hiburan". Emang sih, taman yang dimaksud dalam novel ini bukan taman bermain yang ada bianglala, jet coaster dan sebagainya. Mungkin lebih seperti display rumah-rumah adat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta. Tapi menurutku, "taman hiburan" masih lebih diterima telinga kita dibandingkan "taman bertema".

Nah, sekarang soal ceritanya. Jujur, aku ngga terlalu sering ngikutin cerita detektif selain komik Detektif Conan, novel "ABC Murder", dan "Petualangan Lima Sekawan". Jadi begitu aku beli novel ini, sempet ada pikiran "Aaah, kenapa juga aku beli cerita detektif?!". Tapi untunglah, ternyata keputusanku pagi itu ngga jadi penyesalan.

Cerita ini dibuka dengan perkenalan tokoh. Aku agak kaget juga, berasa baca naskah drama. Dilanjutin dengan "kata pengantar" dari salah satu tokoh, yaitu Ishioka Kazumi. Kazumi adalah asisten dari Detektif Mitarai Kiyoshi. Aku mulai tertarik dengan buku ini. Rasanya ngga banyak novel yang kata pengantarnya ditulis oleh tokoh fiktif yang bermain dalam novel itu sendiri. Begitu baca pengantar ini, kita seolah-olah sedang membaca arsip kasus beneran. Benar-benar unik. Kemudian, setelah pengantar yang singkat, dilanjutkan dengan prolog yang berjudul "Azoth".

Prolog ini adalah surat wasiat dari Umezawa Heikichi. Heikichi adalah seorang seniman nyentrik yang sangat tertarik pada astrologi dan alkimia. Surat ini dipercaya sebagai catatan terakhir sang seniman gila, yang ia buat sebelum akhirnya meninggal dunia. Catatan ini aneh, gelap, dan meneror mental. Dari catatan ini saja orang udah bisa menduga kira-kira seperti apa Heikichi ini. Aku membayangkan seorang seniman dengan penampilan ngga terurus (berkumis, berjanggut, rambut gondrong ngga terurus, muka berminyak, badan bau alkohol dan rokok, dan sebangsanya), suka menyendiri, dan selalu berlebihan dalam menanggapi segala sesuatu.

Dalam catatan itu, disebutkan kalau Heikichi berniat menciptakan seorang wanita sempurna, yang nantinya dinamai Azoth (ada hubungannya dengan ilmu alkimia. Menurut novel ini, artinya adalah "dari A ke Z", yang berarti sempurna). Untuk menciptakan sang "dewi" ini, Heikichi berniat membunuh enam orang putri dan keponakannya. Kebetulan, keenam wanita muda itu memiliki zodiak yang sesuai dengan aturan penciptaan manusia sempurna. Disebutkan kalau setiap bagian tubuh manusia dikuasai oleh zodiak tertentu. Kira-kira seperti ini:

Kepala dikuasai oleh Aries. Maka, orang yang berzodiak Aries memiliki kelebihan di bagian kepala.

Dada dikuasai oleh Gemini dan Leo. Sementara untuk dada wanita (payudara), dikuasai Cancer. Maka orang yang memiliki kelebihan di bagian dada adalah pria yang berzodiak Gemini atau Leo, dan wanita yang berzodiak Cancer.

Perut dikuasai Virgo. Maka orang yang berzodiak Virgo memiliki kelebihan di bagian perut.

Pinggul dikuasai Libra. Sementara rahim dikuasai Scorpio (mungkin yang dimaksud daerah pinggul/rahim mengacu pada kelamin). Jadi, orang yang memiliki kelebihan di daerah kelamin itu adalah pria berzodiak Libra dan wanita berzodiak Scorpio.

Paha dikuasai Sagitarius. Menurutku ini bener-bener sesuai image manusia berkaki empat itu. Jadi, jika anda berzodiak Sagitarius, maka anda memiliki kelebihan di bagian paha.

Terakhir, kaki dikuasai Aquarius. Mereka yang berzodiak Aquarius memiliki kelebihan di bagian ini.

Aku ngga tau sejauh mana kebenaran teori ini. Yang jelas, diceritakan kalau Heikichi percaya bahwa masing-masing bagian tubuh ini dikuasai oleh zodiak tertentu. Oleh karena itu, dia berniat menciptakan wanita sempurna, dengan cara memutilasi tiap bagian tubuh dari orang-orang yang memiliki zodiak di atas, kemudian menggabungkannya.

Kebetulan, keenam putri dan keponakannya memiliki zodiak yang dimaksud.

Heikichi memiliki tiga putri tiri, dua putri kandung, dan dua keponakan. Salah satu anak tiri tertuanya, Kazue, sudah menikah. Jadi Kazue dicoret dari daftar, karena yang dibutuhkan adalah perawan. Dengan begitu, ada enam kandidat yang akan menjadi "donor" untuk penciptaan Azoth. Daftarnya kira-kira begini (sesuai urutan umur):

Tomoko (26 th, putri tiri) berzodiak Aquarius
Akiko (24 th, putri tiri), berzodiak Scorpio
Tokiko (22 th, putri kandung), berzodiak Aries
Yukiko (22 th, putri kandung), berzodiak Cancer
Reiko (22 th, keponakan), berzodiak Virgo
Nobuyo (20 th, keponakan), berzodiak Sagitarius

Jadi, Azoth akan diciptakan dari potongan-potongan tubuh mereka, yang kalau diurut menjadi seperti ini:

  • Kepala - Tokiko
  • Dada - Yukiko
  • Perut - Reiko
  • Pinggul - Akiko
  • Paha - Nobuyo
  • Kaki - Tomoko

Kebayang ngga sih ngerinya?

Setelah prolog yang panjang dan meneror mental ini, masuklah kita ke dimensi waktu lain.

Diceritakan pada tahun 1939 di Tokyo, terjadi pembunuhan berantai keluarga Umezawa. Tak lama setelah catatan tadi dibuat, Heikichi ditemukan dalam keadaan tewas. Anehnya, dia tewas karena dibunuh, bukan bunuh diri seperti yang ada dalam catatannya. Tak lama setelah itu, pembunuhan terhadap Kazue terjadi. Kemudian, tak lama lagi, terjadi pembunuhan berantai terhadap keenam putri dan keponakan Heikichi. Anehnya lagi, keenam gadis itu dibunuh dengan cara persis dengan catatan Heikichi. Bagaimana bisa mereka semua terbunuh dengan cara seperti itu, jika Heikichi yang bermaksud membunuh mereka sudah meninggal lebih dulu? Kasus ini kemudian menjadi misteri besar di Jepang, yang tak terpecahkan selama kurang lebih 40 tahun. Kasus ini kemudian dinamakan "Pembunuhan Zodiak Tokyo".

Kemudian, cerita beralih ke masa datang. saat itu tahun 1979. Seorang detektif muda yang juga seorang astrolog, Mitarai Kiyoshi, berusaha memecahkan kasus ini bersama kawannya, yang sebenarnya berprofesi sebagai ilustrator, Ishioka Kazumi. Beda dengan Kazumi yang maniak cerita misteri, Kiyoshi tidak terlalu paham soal kasus Pembunuhan Zodiak Tokyo. Bahkan ada kesan Kiyoshi enggan memecahkan kasus yang ditanggapi terlalu heboh oleh rakyat Jepang itu. Tetapi, atas permintaan seorang klien, akhirnya dia dan Kazumi berusaha memecahkan kasus itu.

Aku ngga akan menceritakan secara detail proses pemecahan kasus ini. Selain panjang banget, juga ngga ada artinya juga menceritakan semua. Tapi, yang bisa aku katakan, ada begitu banyak detil yang memusingkan, seperti letak geografis, kedalaman tanah, dan sebagainya. Buat mereka yang mencari hiburan ringan, novel ini bukan pilihan yang pas. Tapi buat mereka yang suka tantangan dan teror mental, mungkin bakal suka. Cuma lain lagi ceritanya kalau anda suka tantangan tapi tak suka detil, seperti aku, maka mungkin anda tak terlalu suka dengan detil-detil yang rumit itu.

Setelah pencarian yang rumit, panjang, dan menegangkan, akhirnya Kiyoshi berhasil memecahkan kasus ini. Berkat petunjuk yang ngga sengaja diberikan Kazumi, akhirnya Kiyoshi bisa menemukan pelakunya. Aku yakin, banyak orang yang kaget begitu tahu siapa pelakunya. Menurutku, benar-benar di luar dugaan. Aku suka penyajian cerita seperti ini.

Setelah menemukan pelakunya, Kiyoshi tidak menangkapnya. Kasus ini sudah lama berlalu dan udah masuk "peti es". Selain itu, ada alasan tersendiri yang membuat Kiyoshi tidak menangkapnya. Uniknya, Kiyoshi malah mengajak sang pelaku untuk duduk bersama sambil minum teh dan makan kue. Lalu mengenalkannya sebentar dengan Kazumi. Mereka sama sekali tak menyinggung soal pembunuhan itu. Malah, mereka seperti sedang melakukan reuni kawan lama yang hangat.

Tak lama setelah pertemuan mengesankan itu, Kiyoshi dan Kazumi kembali ke kantor mereka dan membeberkan cara pelaku melakukan pembunuhan tersebut kepada kliennya. Benar-benar mengesankan. Aku jadi ngerti perasaan si klien, pasti dia melongo tak percaya seperti aku. Kasus itu terpecahkan berkat Kiyoshi. Tapi, media massa sama sekali tidak menyinggung nama Kiyoshi dan Kazumi. Menurut pemberitaan di media, yang memecahkan kasus ini adalah pihak kepolisian. Kazumi merasa tidak terima, tapi Kiyoshi yang aneh itu, dengan tenang mengatakan bahwa itu lebih baik. Dia tidak ingin menjadi terlalu terkenal, diganggu wartawan, dibanjiri terlalu banyak kasus, dan sebagainya. Dia hanya ingin duduk santai di kantor kecilnya, menerima pekerjaan yang dia sukai, bersama Kazumi yang setia menemani. Awalnya, aku ngga ngerti sama Kiyoshi ini. Tapi akhirnya aku sadar kalau aku suka banget sama tokoh Kiyoshi ini. Jenius, aneh, tapi sederhana. What a man!

Tak lama setelah itu, terdengar kabar bahwa sang pelaku akhirnya bunuh diri, dengan tenang. Karena sang pelaku tak tahu nama dan alamat Kiyoshi, ia mengirimkan surat ke kantor polisi. Dalam surat itu, sang pelaku mengungkapkan dengan detil motif dan juga cara dia melakukan pembunuhan sadis itu. Di luar dugaanku, ternyata motifnya begitu sederhana dan emosional. Aku sampai ngga percaya, soalnya di awal aku udah mikir pembunuhnya pasti berhati sangat dingin. Tapi ternyata ngga seperti itu.

Motifnya sederhana, ia melakukannya demi ibu yang dicintainya. Ibunya dikhianati oleh keluarga Umezawa. Sang pelaku harus melihat ibunya tumbuh menjadi renta, miskin, kesepian, dan sengsara. Sementara keluarga Umezawa hidup bermewah-mewahan. Merasa diperlakukan secara tak adil, sang pelaku akhirnya memutuskan untuk membantai seluruh keluarga itu. Dia juga berusaha agar sebagian besar harta warisan keluarga itu jatuh ke tangan ibunya. Sang pelaku berharap, dengan begitu ibunya bisa hidup lebih baik dan bahagia.

Tetapi, yang terjadi malah sebaliknya.

Emang benar, sang ibu mendapatkan banyak uang dari warisan keluarga Umezawa. Tapi, sang ibu mengalami depresi berat akibat kehilangan putrinya, dan hanya bisa tergolek lemas tak berdaya. Sang pelaku terlambat menyadari hal itu. Ketika ibunya akan meninggal, sang pelaku keluar dari persembunyiannya dan merawat ibunya. Awalnya sang ibu tak mengenalinya, karena pelaku mengubah penampilannya. Tapi, hari-hari menjelang kematiannya, sang ibu kemudian sadar bahwa dia adalah anaknya. Semua sudah terlambat. Sang ibu meninggal dalam keadaan yang tidak bahagia. Pelaku merasa sangat tersiksa. Akhirnya, ia pindah ke Kyoto dan membuka toko dompet yang dulu menjadi impian ibunya. Sejak saat itu, ia hidup sendiri, tanpa pasangan hidup atau keluarga. Hanya ditemani para pembantunya. Selama empat puluh tahun, ia melanjutkan hidup sambil menunggu seseorang yang berhasil memecahkan kasus pembunuhan yang dilakukannya. Ia berpikir, jika ada seseorang yang mampu memecahkan kasus yang dibuatnya, maka orang itu pastilah sangat cerdas dan memiliki pemikiran yang sama dengan sang pelaku. Jika berhasil menemukan orang itu, sang pelaku bertekad akan mencintainya dan menyerahkan jiwa raganya pada orang yang berhasil memecahkan kasus itu.

Tapi sayangnya, hal itu pun sudah terlambat. Empat puluh tahun berlalu, barulah Kiyoshi datang memecahkan kasus itu. Sang pelaku sudah terlalu tua untuk percintaan, jadi pupuslah harapannya. Tapi, sang pelaku merasa bahagia bertemu dengan Kiyoshi. Meskipun tak tahu siapa nama sebenarnya Kiyoshi. Setelah pertemuan yang bahagia itu, akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri.

Selesai membaca buku itu, aku mau nangis. Aku bener-bener tersentuh oleh epilognya. Mungkin, kasus pembunuhan itu sangat sadis, tak manusiawi, rumit, dan meneror mental. Tapi, begitu tahu motifnya, rasanya pembunuhan itu begitu sederhana dan manusiawi. Maksudku, pembunuhan ini digerakkan oleh satu rasa yang begitu manusiawi: kecintaan seorang anak pada ibunya. Di sisi lain, kasus ini juga memperlihatkan pada kita, bahwa cinta pun bisa jadi sangat buta, sehingga mampu menghancurkan manusia lainnya.

Yang paling menyentuh itu adalah ketetapan pelaku untuk mewujudkan impian ibunya, dan menunggu seseorang menangkap sang pelaku. Aku berpikir, dia pasti sangat kesepian, putus asa, dan sangat mengharapkan kehadiran seseorang yang bisa ia cintai. Kalau emang begitu, bukankah ini sebenarnya hanyalah cerita tentang ketulusan, kepatuhan, dan cinta dari seorang wanita biasa? Sang pelaku mungkin sangat cerdas dan sadis, tapi dia hanyalah seorang wanita tradisional yang memahami dan menerima nasibnya dengan tenang. Ia tidak berusaha memberontak. Ia hanya menunggu seseorang itu datang. Begitu nrimo, seperti ibunya.

Menurutku, Shimada menyajikan sebuah kisah yang menegangkan, sekaligus romantis (meskipun romantis dalam bentuk lain). Sedikit curiga, jangan-jangan ini juga bentuk baru dari Cinderella Complex? Soalnya, sikap sang pelaku itu fairy tale banget: sang putri menunggu seorang pangeran untuk menyelamatkannya. Ah, entahlah. Yang jelas novel ini bagus! Aku ngga menyesal membelinya. Hahaha....

Baru kali ini aku membaca kisah detektif yang bener-bener menggugah hati nurani hahaha... Kayaknya aku harus nyiapin satu rak khusus untuk buku-buku bagus semacam ini :D

(Berusaha) Keep Calm

kemaren baca tweetnya Firtha (adek kelasku, angkatan 2011) tentang rasa kesalnya sama beberapa anak yang dia anggap alay. dia juga nyebut-nyebut soal rombongan Shizuoka. begitu liat "keyword" itu, otakku langsung menekan command button "kepo"

tadinya aku pikir, ada apa ini? kepo di Twitter juga ngga banyak membantu. akhirnya langsung interogasi yang bersangkutan waktu gath Matsumiya Share House tadi siang.

terus Firtha cerita, kalau ada beberapa anak yang galau hanya karena Yuka minta foto sama Anis (cowok, adek kelasku angkatan 2012)!

aku langsung tepok muka pake piring. gak ding, bercanda. cuma facepalm doank. tapi plus reaksi lebay seperti biasa :v

aku sama Firtha langsung menghela nafas panjang sambil, "oh my God..."

jujur, aku akhir-akhir ngerasa sedikit kesal juga sama beberapa adek kelas. yah oke, ngga "sedikit" tapi sangat muak.

pertama, sejak pertama kali bekyoukai (kelompok belajar), beberapa di antaranya ngga naruh respek sama aku selaku orang yang lebih tua dan tenaga pembimbing di kelompok itu.

well, buat para egalitarian (apalah itu istilahnya, pokoknya semacam pendukung gerakan anti senior-junior yang pingin semuanya dianggep sederajat), mungkin anda-anda sekalian berpikir, "kamu loh cuma pingin dianggep senior aja kan? dibawa santai aja lah"

aku ngga akan bersusah payah menyangkal pandangan semacam itu. aku tau, emang suasana bakal lebih asyik kalau ngga ada tetek bengek yang membatasi kedekatan antara yang tua dengan yang muda, tapi yah... semua orang waras pasti bisa berpikir normal lah.. kira-kira gimana rasanya diremehin sama orang yang lebih muda. ya kan. maka silakan nilai sendiri, oke.

kedua, karena menurutku yaah.. banyak banget yang aku rasa... emm... belum bisa mengukur diri sendiri?

aku sering ngobrol sama adek-adek kelasku. dari situ aku sering banget denger atau liat sikap-sikap yang ngg... yaaah... menanggap enteng apa yang mereka hadapi di kuliah ini.

pertamanya sih aku berusaha untuk ngga su'udzon. aku selalu berpikir, "oh ya, mereka semangat belajar. itu aja." tapi lama-lama kok yaaa... -_-

aku ngga bisa ngungkapin dengan kata-kata. pokoknya gitulah.

aku sampe heran, apa mereka ini hidup di lingkungan yang serba enak ya, makanya bisa kayak gitu.

aku ngga bilang semuanya kayak gitu. ada juga beberapa anak yang cukup sederhana. diem-diem berusaha keras, tanpa banyak cingcong. tanpa banyak nyindir-nyindir IQ dan sebagainya (like seriously, itu ngga penting -_-) aku suka sama anak-anak kayak gitu. aku kagum, dan aku mau aja membantu mereka kapanpun mereka membutuhkan aku.

but after all, apa sih yang bisa aku lakukan? kalau dengan nyinyir di muka mereka bisa nyadarin mereka, okelah akan aku lakukan. tapi kadang-kadang disindir juga ngga mempan ih. malah ikutan ketawa, seolah-olah bukan mereka yang dimaksud. jadi bener harus disemprot di muka nih?

kalau mau ngga peduli ya bisa aja sih. cuma yaa... ngga tau deh.

akhirnya, sampai detik ini aku memilih untuk (berusaha) diam. ngga tau lagi deh besok. mungkin besok aku muntab, terus akhirnya aku semprot beneran deh.

Godspeed. May Allah bless us *I don't know what really I am talking about, but Amen!




Rombongan Shizuoka dan Gamelan

mungkin ini rada telat. tapi masih cukup up to date kok hahaha...

jadi cerita, tanggal 19 Agustus kemaren aku bertemu Ikegami-sensei dan rombongan mahasiswanya dari Shizuoka University of Art and Culture (SUAC). ada enam orang mahasiswa. nama-nama mereka:

Rinko (4nensei, angkatan 2009)
Ayuka (4nensei, angkatan 2009)
Mai (3nensei, angkatan 2010)
Yuka (3nensei, angkatan 2010)
Junya (2nensei, angkatan 2011)
Kanako (2nensei, angkatan 2011)

well, akhirnya bisa ketemu juga sama Ikegami-sensei. masih tetep charming seperti biasa. rada penasaran juga apa gitu yah rahasianya kok Sensei masih tetep keliatan segar dan awet muda. malah katanya mbak Mega, keliatan lebih muda daripada 2 tahun yang lalu. wow. bener juga yah.

tapi sayang, sampai sekarang aku masih belum punya kesempatan buat ngobrol-ngobrol secara leluasa sama Sensei. ya mudah-mudahan lain kali.

terus, bersamaan dengan datengnya mereka, aku juga mulai belajar gamelan.

kenapa kok tiba-tiba...? yah, karena bentar lagi berangkat ke Jepang, aku rasa aku harus nyiapin sesuatu buat ditampilin di sana. apalagi kalau menurut pengalaman Syahrur-sensei dan Andi-sensei, biasanya PPI (semacam himpunan mahasiswa Indonesia di Jepang sana) suka ngadain acara kebudayaan gitu. aku juga udah dikasih "pesan" sama Syahrur-sensei. kalau misalnya aku ngga mau tampil di acara kebudayaan, aku bakal dipulangin sama Sensei. hahaha... :'D

sempet bingung awalnya mau belajar apa. tapi untung mbak Mega kasih saran. jadilah aku ikut latihan sama BSO Pakar Sajen di kampus. timbal baliknya, aku bantu jadi interpreter selama rombongan Shizuoka belajar gamelan di sini. aku setuju. aku juga ajak Nene, siapa tau dia berminat. well, meskipun keliatannya dia ngga seberapa minat belajar gamelan, dia minat buat ngobrol sama anak-anak SUAC. sekalian melatih bunpou, mungkin?

hari pertama, mbak Mega cuti kerja untuk mendampingi latihan gamelan hari itu. meskipun di antara kita ada 3 orang Indonesia yang bisa bahasa Jepang (mbak Mega, aku, dan Nene), tetep aja aku yang disuruh maju buat ngejelasin ( _ _)

hari pertama ngga begitu lancar. aku baru belajar gamelan. makanya kurang bisa dapet feel-nya. suka bingung harus menjelaskan gimana pada mereka. jadinya suka miss gitu.

belum lagi hari pertama aku dan mbak Mega udah melakukan banyak hal memalukan. waktu itu tanpa sadar aku mukul.... ngg... bokongnya mbak Mega >///< kebiasaan waktu di kos kayaknya. begitu sadar rasanya langsung pingin sujud di kaki mbak Mega. aku pasti udah bikin malu. mungkin Sensei malah jadi ngga respek sama aku. terus illfeel. duh... oh God...

terus udah gitu yang nyebelin, banyak banget wartawan yang dateng buat meliput orang-orang Jepang yang lagi main gamelan ini. mereka itu bener-bener ganggu! abis gimana ngga, mereka motret di depan para pemain balungan, bikin anak-anak SUAC jadi ngga bisa liat notasi di papan tulis. belum lagi menghalangi gendang dan sebagainya. belum lagi yang minta wawancara salah satu anak SUAC (alasannya, "sebentaaar aja mbak. dua menit aja") ggrrrr!

yah intinya hari pertama kurang begitu memuaskan.

tapi, ada juga hal baik. Rinko dan Ayuka ngajak aku ngobrol. Rinko lagi nulis skripsi tentang hijab (!) sementara Ayuka tentang sepeda motor (?) aku ngga seberapa paham sama apa yang mau diteliti Ayuka. tapi setidaknya aku lumayan ngerti apa yang mau diteliti Rinko.

bagi Rinko, hijab itu fashionable. dia tertarik banget sama hijab. di sini, yang dimaksud hijab sama dia bukan cuma yang modern aja. tapi juga jilbab biasa, seperti yang aku pake. dia penasaran gimana cara makenya, sejarahnya, dan sebagainya. dia keliatan seneng banget waktu aku cerita sedikit tentang jilbab (yang aku tau).

hari itu, kita langsung akrab. dia minta FBku. malemnya, waktu aku add dia, dia kirim message minta nomor hpku. ternyata dia dan anak-anak SUAC lainnya langsung beli hp di sini ^^;

latian berikutnya hari Rabu, tanggal 21 Agustus. hari kedua ini lumayan lancar daripada kemaren. meskipun mbak Mega ngga ada (dia ngga bisa ambil cuti lagi), setidaknya latian ngga terlalu semrawut. mungkin karena sebagian besar udah bisa. aku juga ngalamin kemajuan. setidaknya aku ngga terlalu ngawur waktu nunjukin notasi di LCD :v

oh ya, ngomong-ngomong soal gamelan... aku belum banyak progres T.T

waktu aku coba latian sendiri (tanpa anak-anak SUAC), ternyata gamelan itu ngga gampang.

emang sih alatnya sederhana. balungan misalnya. ada 6 plat logam (dari apa ya... ngg... kuningan) yang memiliki nada berbeda. mungkin seperti piano, tapi ini cuma ada 6 not dan mainnya dengan cara dipukul. tapi... ternyata.. bener-bener ngga segampang itu ._.

setiap kali kita mukul satu not, kita harus memegang plat yang kita pukul tadi, bersamaan dengan memukul not berikutnya. dan seterusnya.

misalnya begini:

2.3.  5.6.

nah, pada saat aku memukul not 2, tanganku memegang not 6. lalu ketika aku mukul not 3, bersamaan dengan itu pula aku memegang not 2 yang tadi aku pukul. waktu mukul not 5, harus pegang not 3. pukul not 6, pegang not 5. dan seterusnya.

menurut penjelasan Sigit (ketua Pakar Sajen, ternyata teman satu timku waktu PPKMB), itu penting supaya suara yang dihasilkan ngga bising. emang ketika aku coba mukul satu not ke not lainnya, tanpa memegang not yang tadi kupukul, suaranya jadi berdenting gitu. sementara kalau kupegang sambil mukul not berikutnya, suaranya jadi lebih harmonis.

teorinya sih begitu.

masalahnya, aku ngga cukup reflek. antara mukul not satu dengan megang not lainnya itu suka ngga sinkron ( _ _)

karena masih belum bisa, aku merhatiin Sigit dan kawan-kawan memainkan balungan.

sambil merhatiin mereka, diam-diam tumbuh rasa kagum. selama ini emang aku kurang berminat sama musik tradisional. aku cuma ngga paham aja sama musik tradisional. tapi begitu liat beberapa orang memainkan balungan secara bersamaan, aku bener-bener kagum. gimana caranya, dengan alat musik yang begitu sederhana, mereka semua bisa memainkan musik dengan begitu harmonis? gimana caranya mereka, yang notabene anak-anak muda, bisa menyukai dan memahami musik tradisional yang adiluhung ini?

sambil merhatiin mereka, aku menyadari ada banyak hal yang tak terpikirkan olehku sebelumnya.

dari situ muncul perasaan, aku pingin belajar gamelan lebih serius lagi. setidaknya sampai aku bisa memainkan satu lagu sederhana.

latian gamelan minggu pertama selesai sudah. dilanjutin lagi hari Senin dan Rabu minggu depan. itu artinya, selama Kamis dan Jumat aku dan Nene "menganggur".

tapi, hari Jumat, kita berdua tetep dateng ke kampus. Nindy, Gisca, dan Risa sidang skripsi hari itu, jadi kita pingin nonton. aku bisa dateng ke sidang Gisca yang lumayan seru itu, tapi sayang aku ngga bisa dateng ke sidang Nindy dan Risa karena harus ngurus surat permohonan pembebasan SPP selama aku cuti di UNAIR.

waktu aku mau urus itu, bertepatan dengan jam makan siang. Putri-sensei memanggilku dan menyuruhku menemani rombongan SUAC makan siang di kantin. akhirnya kami sama-sama ke kantin. aku sms Nene yang ada di musholla untuk menemani mereka sementara aku ke ruangan Pak Puji.

waktu aku kembali, semuanya udah selesai makan. ada rasa ngga enak juga karena aku seperti lepas dari tanggung jawab. satu per satu mulai bubar. Mai dan Yuka jalan-jalan sama Rin. Ikegami-sensei ada perlu. Kanako, Ayuka, dan Rinko kembali ke ruang jurusan. tinggal aku dan Junya yang masih di kantin. kita ngobrol banyak hal. terutama tentang Andi, anak Pakar Sajen yang suka sama cowok-cowok ganteng.

awalnya, aku dan beberapa orang sempet ada pikiran kalau Junya agak ngga nyaman sama Andi karena nganggep Andi ngg.... you know what I mean lah. tapi ternyata Junya ngga punya pikiran kayak gitu. malah, Junya bilang dia seneng bisa bertemen sama Andi dan pingin ngobrol-ngobrol lagi. Junya juga pingin ikut ngopi bareng Sigit dkk. aku salut. ngga nyangka Junya ternyata cukup terbuka sama orang asing ^^

yang bikin aku tambah salut, ternyata Junya pernah loh jalan kaki dari asrama kampus C ke kampus B. dia bilang dia jalan selama satu jam lebih (!) muke gileee... yang aku agak heran, kok dia tau rutenya ya :?

setelah ngobrol-ngobrol, aku dan Junya tukeran nomor hp. eits, jangan salah. ngga ada tendensi apa-apa kok. beneran. aku kan masih punya perasaan sama... ehm... oke, ngga usah dibahas.

ngomong-ngomong, menurutku nama Junya itu unik. jarang ada yang punya nama begitu. karena penasaran, aku tanya gimana dia menulis namanya dalam huruf Kanji.

ternyata namanya terdiri dari dua huruf: 隼矢

隼 dibaca "Jun" atau kalau menurut Kunyomi dibaca "Hayabusa". artinya burung Falcon. sementara 矢 dibaca "Ya", yang artinya anak panah. kedua huruf ini sama-sama melambangkan kecepatan.

bener-bener unik.


Belajar Menelan Sesuatu yang Pahit

hmm... semakin banyak yang kuposting di sini, semakin besar rasa bersalahku. soalnya aku belum ngelunasin janji buat nulis resensi tentang buku terjemahan yang aku baca itu loh xD

tapi, sebelum aku ngelunasin janji itu, kayaknya bakalan banyak postingan geje bermunculan. mungkin ini semacam sindrom kegalauan sebelum pergi merantau jauh.

oke, oke.. ngga usah kebanyakan intro. jadi ceritanya hari ini aku menemukan sesuatu yang pahit buatku.

semua ini berawal dari kecerobohanku sih. aku menunjukkan sisi lemahku pada seorang teman dekat.

aku bilang kalau aku takut.

yah, aku ngga tau sih gimana reaksinya. aku ngga berani liat wajahnya. takut.

tapi terus dia bilang sesuatu.... ngg, intinya begini. jangan sia-siain apa yang udah diperjuangkan. ada orang lain yang juga menginginkan kesempatan yang sama.

waktu itu, aku emang dalam keadaan lemah. jadi ketika dia ngomong gitu, aku berasa ketampar keras banget.

kata-katanya itu pahit banget.

tapi, sepahit apapun buatku, apa yang dia bilang itu bener.

aku masih inget dulu ada temanku yang lain, dia dikasih kesempatan untuk meraih sesuatu yang tinggi, tapi dia ragu dan galau. aku gregetan banget ngeliatnya.

dan sekarang, ternyata aku di posisi temanku dulu itu. jadi yaa... mungkin wajar kalau orang lain rada gregetan ngeliat aku yang seperti ini.

akhirnya aku jadi ngerti perasaan temanku yang dulu galau itu. dan juga alasan kenapa temanku yang ini ngomong sesuatu seperti di atas.

lucu ya... pada akhirnya kita semua ditempatkan di posisi yang berbeda-beda secara bergantian. mungkin supaya kita bisa ngerti perasaan dan pikiran orang lain ketika berada di posisi itu?

karena berpikir seperti itu, makanya aku belajar untuk menerima kata-kata itu. berusaha positive thinking aja sih. kalau emang kata-kata itu pahit, aku anggap itu obat. pahit, tapi menyembuhkan.

dan mungkin ini obat terbaik, karena dikasih oleh orang yang sangat dekat dengan kita.

aku berterima kasih. akhirnya aku dapet kesempatan buat belajar menerima sesuatu yang sulit diterima dengan hati yang lebih legawa.

terima kasih, Teman.


Persiapan

sebelum ke inti cerita, aku mau OOT sebentar.
aku ngerasa, kayaknya aku bisa ngerti perasaan orang-orang yang ngga mau aktif di social media.

ya abis gimana ya, banyak orang rese sih....

aku sempet juga pingin marah-marah sama orang rese itu. tapi untung, aku diingetin sama suatu kalimat (entah aku denger dari siapa atau baca di mana, aku lupa) kalau apapun yang dipublish di social media, ya berarti itu untuk dishare dengan orang lain. kalau ngga mau dikepoin ya jangan dishare donk.

jadi aku sadar, lalu memutuskan untuk ngga terlalu banyak share di FB atau Twitter. mending tulis di blog aja.

yaa emang sih blog juga termasuk social media. tapi, karena ngga ada yang namanya "news feed", "timeline", "linimasa", dan semacamnya (oke, ada sih Google Buzz, tapi itu pun di tempat yang ngga mencolok), kita ngga ada keharusan untuk membaca postingan orang lain kalau kita ngga mau. kalau kita mau, kita cukup melipir ke blog yang bersangkutan.

jadi bisa disimpulkan, kalau nulis di blog, ngga banyak orang rese. lebih tenang.

tapi kelemahannya (mungkin) karena ini blog, mau ngga mau terdorong buat nulis panjang. ngga bisa instan kayak FB atau Twitter. ya iyalah, nanggung amet mau nulis pendek di blog :s

emang, kalau di blog kita ngga bisa banyak berinteraksi. kita ngga tau siapa yang membaca tulisan kita dan seperti apa reaksinya. tapi tetep, aku pingin ngucapin terima kasih banyak untuk mereka yang mau melipir dan baca-baca tulisan randomku ini. semoga bisa sedikit menghibur anda-anda sekalian yang sumpek atau berharap menemukan informasi penting (tapi ternyata kena PHP di sini hahaha :p)

oke, masuk ke inti cerita.

hari ini, ittenary (semacam draft) tiket pesawat untuk peserta Monbusho udah keluar. tadi dishare di grup MEXT 2013 Japanese Studies. di situ tertulis aku dan Dida berangkat tanggal 1 Oktober dari Bandara Soekarno-Hatta. sementara Nene berangkat tanggal 3 Oktober.

seneng sih, akhirnya ada kepastian. tapi rada kesepian juga, soalnya ngga bareng-bareng. apalagi ngga bareng Nene :(

tapi ya setidaknya aku ngga sendirian. masih ada Dida. ya untung aja sih. soalnya di bandara Narita kita masih harus oper ke Haneda, baru ke Kansai. astagaa, bisa-bisa nyasar aku kalau ngga ada temen :'(

kalau liat dari jadwalnya sih, kita transit di Tokyo lumayan lama. Dida bilang masih bisa ke Akihabara atau Tokyo Tower gitu. wiii, aku mau >w<

tapi rada takut juga sih. gimana kalau misalnya kita ngga tepat waktu di Haneda? woooo >.<

ya mudah-mudahan sih ngga ada hal-hal semacam itu.

terus mengenai persiapan di sini.... yaa, ini sih masih nunggu gimana keputusan jurusan, apa aku dan Nene bisa dapet keringanan buat SPP selama cuti di UNAIR atau ngga. kalau udah pasti, rencananya mau urus cuti.

aku juga udah sempet liat-liat koper. bulan ini ada diskon sih. lumayan lagi. 30-50%. aku termasuk beruntung lah. jadi setidaknya kan aku bisa aja dapet koper kualitasnya bagus tapi dengan harga yang masih bisa dijangkau.

mengenai visa, yaa... tadinya sempet mbulet karena salah satu staf Kedubes bilang kalau Konjen di daerah belum bisa buat urus visa. aku sih rada ngga percaya, karena waktu aku telpon, Konjen bilang bawa aja dokumennya ke sini. waktu aku ke sana juga, ternyata bisa kok. malahan tanggal 19 udah bisa diambil.

aku juga mulai hari Kamis kemaren belajar main gamelan. ini persiapan buat acara kebudayaan di sana. aku ngga tau sih apa nanti ada gamelan apa engga, tapi setidaknya kan ada yang bisa aku pelajari di sini. ternyata belajar gamelan itu susah-susah gampang. malah lebih banyak susahnya mungkin. apalagi aku udah lama ngga bersentuhan sama notasi musik. jadinya rada lemot waktu latian. hahaha...

tapi aku seneng belajar gamelan sama anak-anak Pakar Sajen. mereka semua baik, ramah, dan lucu.

bersyukur banget karena urusan yang besar-besar dimudakan dan udah hampir selesai. tinggal masalah packing dan beberapa hal yang ngga terlalu urgent. tapi tetep itu harus diurus dari sekarang.

terus soal skripsi....

aku masih tetep buntu ( _ _)

tapi setidaknya ada sedikit kemajuan. iya, sedikit banget. hahaha...

anyway, kemarin aku coba e-mail penerbit Indonesia Tera (lagi).

sebelumnya kan aku e-mail, mau request buku-buku terbitan Indonesia Tera tahun 2001. tapi karena penerbit ini ganti manajemen (!), jadi buku-buku lama udah ngga dicetak lagi. katanya kalau butuh arsipnya, silakan dateng sendiri ke kantornya.

pikiranku, ke Jogja? mau sih, tapi gimana?

tapi Allah kasih aku satu batu loncatan lagi.

aku ketemu sama salah satu peserta Monbusho dari UGM. namanya Katya. dia sebenernya tinggal di Surabaya, tapi kuliah di Jogja. beberapa minggu lalu kita ketemu di FIB karena dia mau masukin poster acara Sastra Jepang UGM, Mangafest 2013.

ngobrol punya ngobrol, Katya bersedia ke kantor Indonesia Tera. uwwoooooo....!

karena itu, aku semangat buat ngejar buku ini. aku e-mail lagi penerbitnya, cerita kalau Katya mau mewakili aku ke sana buat minta data buku itu.

terus, dateng e-mail balesan mereka.

penerbit Indonesia Tera bersedia minjemin buku yang aku maksud dalam jangka waktu tertentu. pokoknya nanti tinggalin tanda pengenal yang masih berlaku.

sujud syukur, senengnya bukan main.

eh tapi....

ada syaratnya:

"kalau skripsinya sudah selesai, mohon kami dikirimkan copy-nya untuk dijadikan arsip"

eeeaaaaaa.........

yaa, aku mau-mau aja sih ngirimin copy-nya. tapi, tapi, tapi... masalahnya, kapan skripsiku selesai :')

kan aku mau ke Jepang dulu setaun :(

bingung, sekaligus bersemangat. rasanya kayak dicambuk buat ngerjain skripsi lagi.

tapi emang, sengebut apapun, aku bakal tetep sidang setelah pulang dari Jepang. artinya skripsiku baru komplet setelah itu. nah loh, mau ngga ya pihak penerbit nungguin selama itu....

ya gimana nanti aja sih, yang penting dijalanin dulu aja. gimana nanti jadinya, aku harus menjelaskan baik-baik ke pihak penerbit.

but after all, I feel so blessed :3

mudah-mudahan semua persiapan berjalan dengan lancar. juga skripsiku, mudah-mudahan progresnya lebih banter lagi. aamiiiiin.....

Simply Sumpek

pertama, sumpek.
kedua, sumpek.
ketiga, sumpek.

udah tiga kali tuh. afdol kan?

aku sumpek sama skripsi.

udah berusaha baca, tapi ngga mudeng. oke, baca lagi. ngerti sedikit. dibaca lagi. dibaca lagi. dibaca lagi.

begitu buka Ms. Word, blank. ngga ngerti mau nulis apa.

rasanya pingin nyembah Yudiah yang udah berhasil nyelesein skripsinya tepat waktu ._.

udah janji sama Syahrur-sensei mau bimbingan abis Lebaran...

lah ini Lebaran udah lewat, lah kok masih tetep blank.

kata Papa sih, "ngga usah memburu waktu"

iya sih. tapi udah kadung janji. kepriben iki ._.

jadi akhirnya aku sumpek. stres.

mana ada kouhai yang... urrggh.... gayanya itu sok banget.

belon pernah ngerasain skripsi aja sok ngeremehin orang.

aku mentolo ngaplok -_-

urgh... stres. udah deh. stres. titik.

rasanya otak ngga bisa diajak berpikir sehat.

dan hati tuh rasanya penuh dengan emosi.

terus, aku harus gimana? :'(

Lebaran Terakhir di Indonesia

Lebaran tahun ini jatuh pada tanggal yang bagus: tanggal delapan bulan delapan. sama kayak tahun sebelumnya, awal Ramadhan versi Muhammadiyah beda dengan pemerintah, tapi lebarannya sama.

lebaran tahun ini ngga seprihatin tahun lalu. kita bisa tidur di rumah yang nyaman dan makan penuh dengan rasa syukur.

tapi sama seperti beberapa tahun terakhir, aku sholat Ied dengan perasaan kesepian. di antara sekian banyak jamaah, rasanya cuma aku yang sendirian. tanpa saudara, tanpa Mama, cuma aku sendiri.

ya apa boleh buat. inilah yang harus aku hadapi.

anyway, akhir-akhir ini aku ngerasa mellow.

mungkin selama ini aku terlalu sibuk dengan yang lain, sampai-sampai lupa kalau lebaran tahun ini adalah lebaran terakhir di Indonesia. soalnya tahun depan, insya Allah aku puasa dan lebaran di Jepang.

yaa, pasti bakal balik lagi sih, dan mudah-mudahan ketemu dengan Ramadhan dan Idul Fitri berikutnya di Indonesia lagi.

cuma ya rada nyesel, kok aku ngga memperlakukan Ramadhan tahun ini lebih istimewa lagi. malah sibuk dengan hal-hal kecil.

penyesalan sih tinggal penyesalan.

oh ya, ada lagi yang bikin aku rada mellow juga.

akhir-akhir ini aku ngerasa ada jarak antara aku dan orang-orang sekitarku. entah itu teman kuliah, teman SD, dan lain-lain.

aku seperti diperlihatkan kalau mereka yang aku anggep spesial ternyata ngga menganggapku spesial. aku cuma kenalan biasa, bukan siapa-siapa.

sedih? terlalu kompleks, ngga bisa disederhanakan dengan satu kata itu.

apa ya rasanya... hampa?

ada juga rasa kuatir, kalau ternyata tanpa sadar aku udah nyakitin perasaan banyak orang. terus akhirnya diem-diem orang membenciku. meskipun aku ngga ada niat seperti itu.

ngg... kira-kira begitulah yang aku rasakan. dan karena perasaan itu, penyesalanku semakin bertambah aja rasanya.


ada keinginan untuk berubah. tapi ya, apapun yang aku lakukan (mungkin) ngga banyak berguna. udah banyak kejadian yang membuktikan kalau betapapun kita berusaha untuk berubah, kesan pertama itu tak mudah hilang. kebetulan aku sendiri ngalamin. sakit juga ya rasanya, tiba-tiba teman SMP berkomentar dan menganggap aku ini masihlah anak yang anti-dandan. padahal kita udah sekian tahun bertemu dan dia juga ngga ngerti kalau aku sekarang lagi mati-matian ngumpulin duit buat beli maskara dan segala macam tetek bengek lainnya.

ya begitulah. people changes. but others tend to not recognize it.

lagipula, kita tak pernah bisa menyenangkan semua orang sekaligus. pasti ada aja yang ngerasa ngga puas, meski kita berusaha yang terbaik.


 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates