Semoga Bukan yang Terakhir

dua hari lagi aku akan meninggalkan Indonesia untuk pertama kalinya.

sebenernya aku udah berusaha menahan diri untuk ngga posting soal ini... karena aku takut makin berat ninggalin tanah airku ini.

tapi, aku ngga punya tempat lain untuk menuangkan perasaan ini. aku punya orang tua, teman, dan masih banyak lagi orang yang peduli padaku. tapi... kalau aku nunjukin rasa beratku untuk ninggalin Indonesia, mungkin mereka akan makin sedih dan kecewa. somehow aku bisa berasumsi seperti itu, karena setiap kali aku ngeliat atau denger orang lain memberatkan kepergianku, aku semakin sedih. jadi aku berpikir mungkin orang lain pun akan semakin berat kalau aku nunjukkin muka sedih.

jadi, aku harus makin tegar menghadapi semua ini.

Rabu malam kemaren, adalah malam terakhirku di Surabaya. waktu naik motor, aku nangis. ngga pernah terbayang aku akan meninggalkan kota ini. aku suka banget sama kota ini. aku masih inget masa-masa susah yang aku lalui, perjuanganku untuk bertahan hidup dan terus kuliah, kenangan bersama teman-teman dan orang-orang yang aku sayangi... rasanya aku ngga sanggup meninggalkan kota ini.

tapi, Anna, salah satu murid lesku bilang, "Anggep aja ini PKL atau KKN. meskipun pergi jauh, pasti bakal kembali lagi."

well, she's right. I'll be back.

mbak Mega juga pernah bilang, "Yang berat itu berangkatnya, Cha. tapi nanti kalau udah di sana pasti kamu seneng. begitu juga nanti waktu pulang. waktu mau berangkat pulang pasti berat. tapi begitu sampai rumah lagi, kamu pasti akan seneng."

kata-kata mereka membuatku lebih tegar. iya, aku pasti kembali kok. yang berat cuma berangkatnya aja. di sana aku pasti baik-baik aja. aku bakal ketemu orang-orang baru, dan berteman dengan mereka. aku ngga akan kesepian.

lagipula, aku bawa Resnu. si kecil Resnu bakal selalu menemani malam-malamku di kamar apartementku, seperti selama ini di kos.

Kamis pagi, aku sampai di rumah. keadaan Papa emang ngga begitu baik, tapi... Papa selalu menunjukkan wajah ceria. aku terenyuh. aku belum pernah menjadi orang tua, dan aku ngga bisa membayangkan seperti apa perasaan orang tua yang akan ditinggal anaknya pergi jauh sendirian.... tapi, kalau melihat wajah ceria Papa yang sebenernya sedang sakit, aku merasa ngga tega. dan aku jadi menyesal, kenapa aku ngga bisa menghabiskan waktu lebih lama di rumah...

selama di rumah, aku berusaha untuk ngga inget-inget hal apa yang bisa memberatkan aku berangkat. aku juga harus lebih kuat lagi.

sekarang adalah malam terakhir aku tidur di rumah. ah, rasanya aku pingin menghabiskan waktu berkualitas yang lebiiiiiiiih banyak lagi di rumah. rasanya aku belum cukup menyenangkan Papa.

tapi, besok aku udah harus ke Jakarta. waktu packing tadi, rasanya berat banget...

si Piko bolak-balik gangguin aku yang lagi packing. berhubung aku lagi capek, aku terus-terusan marahin dia. semakin aku marahin, semakin nakal ulahnya.

tapi, aku pasti bakal kangen sama kenakalannya...

ada banyak, begitu banyak hal yang memberatkanku untuk pergi.

tapi pergi ke Jepang adalah impianku. ada banyak orang yang menginginkan kesempatan ini. untuk menghormati mereka, aku ngga boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

aku akan berusaha untuk tidak menunjukkan muka sedihku pada orang-orang yang aku sayangi.

ketika aku sampai di sana, aku juga akan berusaha yang terbaik.

memang, malam ini adalah malam terakhirku di rumah sebelum berangkat ke Jepang.

tapi aku tau, malam ini bukanlah malam yang terakhir dalam hidupku.

semoga, semoga ya Tuhan, Engkau bersedia memberiku hari-hari lain untuk menyenangkan orang-orang yang kusayangi, seperti hari-hari terakhir ini.

aamin....

Aku Memang Tidak Bisa Menari

ngga terasa waktuku di sini tinggal sebentar lagi. ada begitu banyak hal menakjubkan yang aku lewati di sini.

pertama, pertemuan kami dengan anak-anak SUAC. aku merasa bener-bener beruntung bisa bertemu mereka, beberapa minggu sebelum aku berangkat ke Jepang. aku bisa belajar banyak percakapan bahasa Jepang dengan mereka. setidaknya aku ngga terlalu kagok waktu nanti di Hiroshima.

dan bukan cuma itu aja.

kali ini, banyak hal yang membuka mataku tentang budaya Indonesia.

seperti yang pernah aku posting sebelumnya, aku merasa kagum sama anak-anak Pakar Sajen yang menekuni budaya gamelan yang adiluhung ini. dan ternyata, masih ada lagi orang seperti anak-anak Pakar Sajen.

sedikit OOT, aku diminta sama Bu Retno (istrinya Syahrur-sensei, bendahara PPI yang sekarang) untuk menari di acara HIA (ngga tau apa singkatannya. kayaknya sih Hiroshima Indonesian Association). karena itu, akhirnya aku belajar nari.

salah satu anak Pakar Sajen, Andi, ngenalin aku ke Windy. Windy ini anak UKTK, dan sepertinya lagi merintis BSO Tari di FIB UNAIR. aku belajar nari Kasomber sama Windy. menurut Windy sih, Kasomber itu tarian yang gampang. jadi mulai masuk perkuliahan 9 September kemarin, aku latian menari.

meskipun katanya gampang, ternyata ngga segampang yang dibayangin.

jujur, aku merasa susah banget ngikutin gerakan tarian ini. emang sih aku bisa hafal, tapi gerakanku kaku banget. Windy keliatan stres waktu ngajarin aku. aku jadi semakin ciut. malah sebenernya tadi aku sempet kepikiran untuk berhenti aja.

tapi, aku pikir-pikir lagi. emang, menari itu bukan hal yang mudah. ini bukan cuma sekedar gerak badan aja. tubuh, hati, dan pikiran harus selaras. ketika aku melihat video tariannya, aku pikir "oh gitu ya. aku bisa kok". tapi toh karena tubuh dan pikiranku ngga selaras, akhirnya ngga maju-maju. aku pikir aku udah melakukan seperti contoh. tapi ternyata masih kurang dan keliatan ngga indah.

dari situ aku sadar kemampuanku. emang badanku kaku dan umurku juga udah terlalu tua untuk belajar nari yang luwes. tapi, bukan berarti aku harus berhenti di tengah jalan begitu aja. paling ngga aku harus belajar sampai terakhir, sebisa mungkin.

meskipun susah dan bikin stres, tapi aku bersyukur bisa ikut latian nari ini. aku jadi bener-bener tau, menari itu bukan hal gampangan. menari itu sesuatu yang luhur, dan tidak bisa sembarangan dipraktekkin gitu aja.

somehow, aku jadi merasa punya kepercayaan diri sebagai orang Indonesia. menurutku ini progres yang bagus. jadi aku bisa berangkat ke Jepang tanpa harus malu dengan identitasku sebagai orang Indonesia. budaya Indonesia ngga jelek, dan aku bisa cerita ke temen-temen yang ada di sana nantinya.

after all, aku merasa sangaaaaat bersyukur bisa berangkat ke Jepang.

ini bukan cuma sekedar gengsi. bukan cuma sekedar 'beruntung' bisa pergi ke luar negeri (secara gratis).

menurutku, aku luar biasa beruntung, karena dikasih kesempatan untuk mencicipi sedikit petualangan dalam hidupku.

umurku sekarang 22 tahun. mungkin agak terlambat untuk "mbolang" (I expect, the ideal age for adventuring must be 19-20 years old). tapi aku masih terbilang muda untuk melihat dunia di luar sana, dan belajar hidup mandiri di luar "comfortable zone".

bukan cuma itu. aku juga merasa bersyukur, karena dengan keberangkatan ini, aku jadi punya kesempatan untuk belajar sedikit lebih dalam tentang budaya Indonesia. mungkin selama ini dari SD sampai SMA aku belajar banyak teori tentang budaya ini, budaya itu blablabla, tapi itu semua cuma melalui buku aja. dan dengan cara belajar yang seperti itu, aku ngga ngerti di mana letak nilai budaya itu. tapi sekarang, aku belajar langsung. I learn that I need to improve not only skills, but also senses, to get accustomed with these cultures. that's why culture is high-valued, because it is not easy to learn it.


Topeng dan Aneka Rupanya

Malem ini, karena alasan tertentu, aku ngga enak badan. Pencernaanku sakit. Pembuluh darahku rasanya mau pecah. Mau dibawa tidur ngga bisa, karena setiap kali nutup mata, rasanya setiap sel darahku berdenyut-denyut minta keluar. Benar-benar malem yang ngga mengenakkan.


Oh ya, mungkin karena pengaruh lampu kamar juga. Lampu kamarku beberapa hari ini kedip-kedip sendiri, terus meredup. Tanda-tanda minta diganti yang baru. Aku belum sempat ngomong sama Bapak kos, jadi untuk sementara aku harus bersabar dalam remang-remang kamarku.

Yah, dan kebetulan aku baru saja melewati satu minggu yang tidak mengenakkan.

Dalam satu minggu ini, aku menghadapi kejadian yang tak kuinginkan. Aku mencoba diam. Tapi percuma.

Akhirnya, aku coba berpikir kembali. Di saat sedang berpikir, muncul satu pertanyaan: adakah seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan?

Aku sih berharap: ada. Tapi entah. Aku masih belum bisa melihat sosoknya di dunia nyata. Aku juga ngga mau mereka-reka, takut kalau nanti ngga jadi kenyataan.

Lalu, aku mencoba melihat sekelilingku.

Ada banyak teman di sekelilingku. Tapi... entah kenapa, aku merasa asing.

Rasanya seperti berada di kerumuman orang banyak. Semua ramai membicarakan banyak hal satu sama lain. Terdengar begitu menyenangkan. Tapi, tak ada yang mengajakku bicara. Aku cuma bisa diam di antara keramaian yang mewah ini.

Aku berusaha menepis pikiran negatif semacam itu. Sebagai gantinya, aku selalu menanamkan pikiran ini benakku: itu semua cuma perasaan. Mungkin kenyataannya tidak seperti itu.

Aku berusaha untuk berpikiran positif, dan itu membantuku untuk tetap tegar. Tapi, kadang-kadang ada masa di mana aku jadi sangat sensitif dan lemah. Pada saat itu, rasanya ngga bisa untuk ngga merasa sedih dan kesepian.

Dan di saat seperti ini, tiba-tiba aku pingin ketemu Mama. Aku pingin Mama makein minyak orang-aring ke rambutku. Aku pingin dikepangin sama Mama. Aku pingin ngobrol banyak sama Mama.

Bahkan, rasanya bertengkar dengan adikku jauh lebih menyenangkan ketimbang perasaan sendirian ini.


Salah satu temanku bilang, kalau aku ngga pernah sendiri. Aku harus jaga hubungan baik dengan teman-teman yang lain.

Dia benar. Tapi, kadang-kadang aku sadar, ada saat-saat di mana hubungan kita hanya sekedar permukaan.

Lalu dia bilang, meski cuma permukaan pun, tidak masalah.

Aku kembali berpikir. Mungkin aku melihat masalah dengan cara yang salah. Makanya aku tak bisa menemukan jalan keluarnya.

Yah, mungkin ini pengaruh perasaan pribadi juga kali ya. Emang beda rasanya ketika orang yang kita sukai menasihati kita. Rasanya kata-katanya jauh lebih masuk akal ketimbang yang dikatakan orang lain (meskipun intinya toh sama aja sih).

Berkat kata-katanya, aku mencoba untuk tetap tegar. Aku mencoba untuk melihat masalah dari sisi lain.


Sementara, di satu sisi, aku sadar, sebenarnya yang aku harapkan adalah hubungan yang jauh lebih dekat dengan seseorang.

Selama ini aku merasa tersiksa, karena harus menyukai seseorang yang tak bisa membalas perasaanku.

Tapi yah, aku tetap bandel. Bukannya aku udah berapa kali menghadapi hal semacam ini? Menjadi penggemar rahasia selama bertahun-tahun. Mengalami penolakan dengan cara yang sangat memalukan. Menyaksikan orang yang sangat aku sayangi berbalik badan dan pergi meninggalkanku. Aku udah mengalami banyak hal itu, kan? Toh, aku masih bisa hidup sampai sekarang. Itu artinya, mengalami cinta bertepuk sebelah tangan sekali lagi, seharusnya bukan masalah. Ya kan?

Entah. Aku juga tidak tahu.

Andai, aku punya keberanian yang lebih besar untuk mengungkapkan diriku apa adanya kepada orang lain.

Ya, seandainya.

Tokyo Zodiac Murder : Heart-tremending Astrological Detective Story

Okee, akhirnya aku ada kesempatan buat ngelunasin janjiku hahahaha...

Kali ini, aku mau cerita soal novel bagus lainnya yang akhir-akhir ini aku baca. Judulnya, Detective Mitarai's Casebook: Tokyo Zodiac Murder karya Soji Shimada.

Sebenernya aku ngga sengaja membeli novel ini. Waktu itu, aku lewat perumahan Dharmahusada. Di sekitar situ ada toko buku kecil, namanya tokobukumurahonline.com. Aku penasaran, makanya coba masuk. Niatnya sih cuma liat-liat aja. Tapi karena ada petugasnya yang ngeliatin aku terus, aku jadi ngga enak. Mungkin aku dikira pencuri. Gimana engga, pagi itu aku baru bangun tidur, belum mandi, terus dengan muka kucel dateng ke toko buku hahahaha... Akhirnya, dengan sangat terpaksa aku beli novel itu. Dia antara sekian novel yang ada, hanya novel ini yang menurutku bisa diharapkan (I just can't imagine myself reading teenlits at this age!). Covernya menarik, jadi aku pilih yang itu.

Novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia. Dan yah, sasuga Gramedia, secara fisik buku ini cukup memuaskanku. Ngga ada masalah layout atau cetakan seperti yang pernah aku sebutin sebelumnya di posting tentang buku kumcer "Penggali Sumur". Cetakannya rapi, lemnya kuat, tulisannya jelas. Kalaupun ada yang mau direwelin, paling masalah kualitas kertas. Kertasnya sih ngga jelek, tapi juga bukan yang terbaik. Yah, ngga banyak yang bisa dikatakan soal kualitas kertas. Harga produksi juga menentukan. Makanya aku ngga akan terlalu rewel soal itu. Selebihnya, kualitas cetakan sudah oke.

Soal terjemahan, menurutku udah sangat bagus. Cuma, aku masih ngerasain ada yang ganjil di sini. Misalnya, kata-kata "Taman Bertema". Terus terang aku pingin ketawa. Aku yakin ini terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu "theme park". Aku cuma rada heran aja, kenapa diterjemahin jadi "taman bertema", bukannya "taman bermain" atau "taman hiburan". Emang sih, taman yang dimaksud dalam novel ini bukan taman bermain yang ada bianglala, jet coaster dan sebagainya. Mungkin lebih seperti display rumah-rumah adat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta. Tapi menurutku, "taman hiburan" masih lebih diterima telinga kita dibandingkan "taman bertema".

Nah, sekarang soal ceritanya. Jujur, aku ngga terlalu sering ngikutin cerita detektif selain komik Detektif Conan, novel "ABC Murder", dan "Petualangan Lima Sekawan". Jadi begitu aku beli novel ini, sempet ada pikiran "Aaah, kenapa juga aku beli cerita detektif?!". Tapi untunglah, ternyata keputusanku pagi itu ngga jadi penyesalan.

Cerita ini dibuka dengan perkenalan tokoh. Aku agak kaget juga, berasa baca naskah drama. Dilanjutin dengan "kata pengantar" dari salah satu tokoh, yaitu Ishioka Kazumi. Kazumi adalah asisten dari Detektif Mitarai Kiyoshi. Aku mulai tertarik dengan buku ini. Rasanya ngga banyak novel yang kata pengantarnya ditulis oleh tokoh fiktif yang bermain dalam novel itu sendiri. Begitu baca pengantar ini, kita seolah-olah sedang membaca arsip kasus beneran. Benar-benar unik. Kemudian, setelah pengantar yang singkat, dilanjutkan dengan prolog yang berjudul "Azoth".

Prolog ini adalah surat wasiat dari Umezawa Heikichi. Heikichi adalah seorang seniman nyentrik yang sangat tertarik pada astrologi dan alkimia. Surat ini dipercaya sebagai catatan terakhir sang seniman gila, yang ia buat sebelum akhirnya meninggal dunia. Catatan ini aneh, gelap, dan meneror mental. Dari catatan ini saja orang udah bisa menduga kira-kira seperti apa Heikichi ini. Aku membayangkan seorang seniman dengan penampilan ngga terurus (berkumis, berjanggut, rambut gondrong ngga terurus, muka berminyak, badan bau alkohol dan rokok, dan sebangsanya), suka menyendiri, dan selalu berlebihan dalam menanggapi segala sesuatu.

Dalam catatan itu, disebutkan kalau Heikichi berniat menciptakan seorang wanita sempurna, yang nantinya dinamai Azoth (ada hubungannya dengan ilmu alkimia. Menurut novel ini, artinya adalah "dari A ke Z", yang berarti sempurna). Untuk menciptakan sang "dewi" ini, Heikichi berniat membunuh enam orang putri dan keponakannya. Kebetulan, keenam wanita muda itu memiliki zodiak yang sesuai dengan aturan penciptaan manusia sempurna. Disebutkan kalau setiap bagian tubuh manusia dikuasai oleh zodiak tertentu. Kira-kira seperti ini:

Kepala dikuasai oleh Aries. Maka, orang yang berzodiak Aries memiliki kelebihan di bagian kepala.

Dada dikuasai oleh Gemini dan Leo. Sementara untuk dada wanita (payudara), dikuasai Cancer. Maka orang yang memiliki kelebihan di bagian dada adalah pria yang berzodiak Gemini atau Leo, dan wanita yang berzodiak Cancer.

Perut dikuasai Virgo. Maka orang yang berzodiak Virgo memiliki kelebihan di bagian perut.

Pinggul dikuasai Libra. Sementara rahim dikuasai Scorpio (mungkin yang dimaksud daerah pinggul/rahim mengacu pada kelamin). Jadi, orang yang memiliki kelebihan di daerah kelamin itu adalah pria berzodiak Libra dan wanita berzodiak Scorpio.

Paha dikuasai Sagitarius. Menurutku ini bener-bener sesuai image manusia berkaki empat itu. Jadi, jika anda berzodiak Sagitarius, maka anda memiliki kelebihan di bagian paha.

Terakhir, kaki dikuasai Aquarius. Mereka yang berzodiak Aquarius memiliki kelebihan di bagian ini.

Aku ngga tau sejauh mana kebenaran teori ini. Yang jelas, diceritakan kalau Heikichi percaya bahwa masing-masing bagian tubuh ini dikuasai oleh zodiak tertentu. Oleh karena itu, dia berniat menciptakan wanita sempurna, dengan cara memutilasi tiap bagian tubuh dari orang-orang yang memiliki zodiak di atas, kemudian menggabungkannya.

Kebetulan, keenam putri dan keponakannya memiliki zodiak yang dimaksud.

Heikichi memiliki tiga putri tiri, dua putri kandung, dan dua keponakan. Salah satu anak tiri tertuanya, Kazue, sudah menikah. Jadi Kazue dicoret dari daftar, karena yang dibutuhkan adalah perawan. Dengan begitu, ada enam kandidat yang akan menjadi "donor" untuk penciptaan Azoth. Daftarnya kira-kira begini (sesuai urutan umur):

Tomoko (26 th, putri tiri) berzodiak Aquarius
Akiko (24 th, putri tiri), berzodiak Scorpio
Tokiko (22 th, putri kandung), berzodiak Aries
Yukiko (22 th, putri kandung), berzodiak Cancer
Reiko (22 th, keponakan), berzodiak Virgo
Nobuyo (20 th, keponakan), berzodiak Sagitarius

Jadi, Azoth akan diciptakan dari potongan-potongan tubuh mereka, yang kalau diurut menjadi seperti ini:

  • Kepala - Tokiko
  • Dada - Yukiko
  • Perut - Reiko
  • Pinggul - Akiko
  • Paha - Nobuyo
  • Kaki - Tomoko

Kebayang ngga sih ngerinya?

Setelah prolog yang panjang dan meneror mental ini, masuklah kita ke dimensi waktu lain.

Diceritakan pada tahun 1939 di Tokyo, terjadi pembunuhan berantai keluarga Umezawa. Tak lama setelah catatan tadi dibuat, Heikichi ditemukan dalam keadaan tewas. Anehnya, dia tewas karena dibunuh, bukan bunuh diri seperti yang ada dalam catatannya. Tak lama setelah itu, pembunuhan terhadap Kazue terjadi. Kemudian, tak lama lagi, terjadi pembunuhan berantai terhadap keenam putri dan keponakan Heikichi. Anehnya lagi, keenam gadis itu dibunuh dengan cara persis dengan catatan Heikichi. Bagaimana bisa mereka semua terbunuh dengan cara seperti itu, jika Heikichi yang bermaksud membunuh mereka sudah meninggal lebih dulu? Kasus ini kemudian menjadi misteri besar di Jepang, yang tak terpecahkan selama kurang lebih 40 tahun. Kasus ini kemudian dinamakan "Pembunuhan Zodiak Tokyo".

Kemudian, cerita beralih ke masa datang. saat itu tahun 1979. Seorang detektif muda yang juga seorang astrolog, Mitarai Kiyoshi, berusaha memecahkan kasus ini bersama kawannya, yang sebenarnya berprofesi sebagai ilustrator, Ishioka Kazumi. Beda dengan Kazumi yang maniak cerita misteri, Kiyoshi tidak terlalu paham soal kasus Pembunuhan Zodiak Tokyo. Bahkan ada kesan Kiyoshi enggan memecahkan kasus yang ditanggapi terlalu heboh oleh rakyat Jepang itu. Tetapi, atas permintaan seorang klien, akhirnya dia dan Kazumi berusaha memecahkan kasus itu.

Aku ngga akan menceritakan secara detail proses pemecahan kasus ini. Selain panjang banget, juga ngga ada artinya juga menceritakan semua. Tapi, yang bisa aku katakan, ada begitu banyak detil yang memusingkan, seperti letak geografis, kedalaman tanah, dan sebagainya. Buat mereka yang mencari hiburan ringan, novel ini bukan pilihan yang pas. Tapi buat mereka yang suka tantangan dan teror mental, mungkin bakal suka. Cuma lain lagi ceritanya kalau anda suka tantangan tapi tak suka detil, seperti aku, maka mungkin anda tak terlalu suka dengan detil-detil yang rumit itu.

Setelah pencarian yang rumit, panjang, dan menegangkan, akhirnya Kiyoshi berhasil memecahkan kasus ini. Berkat petunjuk yang ngga sengaja diberikan Kazumi, akhirnya Kiyoshi bisa menemukan pelakunya. Aku yakin, banyak orang yang kaget begitu tahu siapa pelakunya. Menurutku, benar-benar di luar dugaan. Aku suka penyajian cerita seperti ini.

Setelah menemukan pelakunya, Kiyoshi tidak menangkapnya. Kasus ini sudah lama berlalu dan udah masuk "peti es". Selain itu, ada alasan tersendiri yang membuat Kiyoshi tidak menangkapnya. Uniknya, Kiyoshi malah mengajak sang pelaku untuk duduk bersama sambil minum teh dan makan kue. Lalu mengenalkannya sebentar dengan Kazumi. Mereka sama sekali tak menyinggung soal pembunuhan itu. Malah, mereka seperti sedang melakukan reuni kawan lama yang hangat.

Tak lama setelah pertemuan mengesankan itu, Kiyoshi dan Kazumi kembali ke kantor mereka dan membeberkan cara pelaku melakukan pembunuhan tersebut kepada kliennya. Benar-benar mengesankan. Aku jadi ngerti perasaan si klien, pasti dia melongo tak percaya seperti aku. Kasus itu terpecahkan berkat Kiyoshi. Tapi, media massa sama sekali tidak menyinggung nama Kiyoshi dan Kazumi. Menurut pemberitaan di media, yang memecahkan kasus ini adalah pihak kepolisian. Kazumi merasa tidak terima, tapi Kiyoshi yang aneh itu, dengan tenang mengatakan bahwa itu lebih baik. Dia tidak ingin menjadi terlalu terkenal, diganggu wartawan, dibanjiri terlalu banyak kasus, dan sebagainya. Dia hanya ingin duduk santai di kantor kecilnya, menerima pekerjaan yang dia sukai, bersama Kazumi yang setia menemani. Awalnya, aku ngga ngerti sama Kiyoshi ini. Tapi akhirnya aku sadar kalau aku suka banget sama tokoh Kiyoshi ini. Jenius, aneh, tapi sederhana. What a man!

Tak lama setelah itu, terdengar kabar bahwa sang pelaku akhirnya bunuh diri, dengan tenang. Karena sang pelaku tak tahu nama dan alamat Kiyoshi, ia mengirimkan surat ke kantor polisi. Dalam surat itu, sang pelaku mengungkapkan dengan detil motif dan juga cara dia melakukan pembunuhan sadis itu. Di luar dugaanku, ternyata motifnya begitu sederhana dan emosional. Aku sampai ngga percaya, soalnya di awal aku udah mikir pembunuhnya pasti berhati sangat dingin. Tapi ternyata ngga seperti itu.

Motifnya sederhana, ia melakukannya demi ibu yang dicintainya. Ibunya dikhianati oleh keluarga Umezawa. Sang pelaku harus melihat ibunya tumbuh menjadi renta, miskin, kesepian, dan sengsara. Sementara keluarga Umezawa hidup bermewah-mewahan. Merasa diperlakukan secara tak adil, sang pelaku akhirnya memutuskan untuk membantai seluruh keluarga itu. Dia juga berusaha agar sebagian besar harta warisan keluarga itu jatuh ke tangan ibunya. Sang pelaku berharap, dengan begitu ibunya bisa hidup lebih baik dan bahagia.

Tetapi, yang terjadi malah sebaliknya.

Emang benar, sang ibu mendapatkan banyak uang dari warisan keluarga Umezawa. Tapi, sang ibu mengalami depresi berat akibat kehilangan putrinya, dan hanya bisa tergolek lemas tak berdaya. Sang pelaku terlambat menyadari hal itu. Ketika ibunya akan meninggal, sang pelaku keluar dari persembunyiannya dan merawat ibunya. Awalnya sang ibu tak mengenalinya, karena pelaku mengubah penampilannya. Tapi, hari-hari menjelang kematiannya, sang ibu kemudian sadar bahwa dia adalah anaknya. Semua sudah terlambat. Sang ibu meninggal dalam keadaan yang tidak bahagia. Pelaku merasa sangat tersiksa. Akhirnya, ia pindah ke Kyoto dan membuka toko dompet yang dulu menjadi impian ibunya. Sejak saat itu, ia hidup sendiri, tanpa pasangan hidup atau keluarga. Hanya ditemani para pembantunya. Selama empat puluh tahun, ia melanjutkan hidup sambil menunggu seseorang yang berhasil memecahkan kasus pembunuhan yang dilakukannya. Ia berpikir, jika ada seseorang yang mampu memecahkan kasus yang dibuatnya, maka orang itu pastilah sangat cerdas dan memiliki pemikiran yang sama dengan sang pelaku. Jika berhasil menemukan orang itu, sang pelaku bertekad akan mencintainya dan menyerahkan jiwa raganya pada orang yang berhasil memecahkan kasus itu.

Tapi sayangnya, hal itu pun sudah terlambat. Empat puluh tahun berlalu, barulah Kiyoshi datang memecahkan kasus itu. Sang pelaku sudah terlalu tua untuk percintaan, jadi pupuslah harapannya. Tapi, sang pelaku merasa bahagia bertemu dengan Kiyoshi. Meskipun tak tahu siapa nama sebenarnya Kiyoshi. Setelah pertemuan yang bahagia itu, akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri.

Selesai membaca buku itu, aku mau nangis. Aku bener-bener tersentuh oleh epilognya. Mungkin, kasus pembunuhan itu sangat sadis, tak manusiawi, rumit, dan meneror mental. Tapi, begitu tahu motifnya, rasanya pembunuhan itu begitu sederhana dan manusiawi. Maksudku, pembunuhan ini digerakkan oleh satu rasa yang begitu manusiawi: kecintaan seorang anak pada ibunya. Di sisi lain, kasus ini juga memperlihatkan pada kita, bahwa cinta pun bisa jadi sangat buta, sehingga mampu menghancurkan manusia lainnya.

Yang paling menyentuh itu adalah ketetapan pelaku untuk mewujudkan impian ibunya, dan menunggu seseorang menangkap sang pelaku. Aku berpikir, dia pasti sangat kesepian, putus asa, dan sangat mengharapkan kehadiran seseorang yang bisa ia cintai. Kalau emang begitu, bukankah ini sebenarnya hanyalah cerita tentang ketulusan, kepatuhan, dan cinta dari seorang wanita biasa? Sang pelaku mungkin sangat cerdas dan sadis, tapi dia hanyalah seorang wanita tradisional yang memahami dan menerima nasibnya dengan tenang. Ia tidak berusaha memberontak. Ia hanya menunggu seseorang itu datang. Begitu nrimo, seperti ibunya.

Menurutku, Shimada menyajikan sebuah kisah yang menegangkan, sekaligus romantis (meskipun romantis dalam bentuk lain). Sedikit curiga, jangan-jangan ini juga bentuk baru dari Cinderella Complex? Soalnya, sikap sang pelaku itu fairy tale banget: sang putri menunggu seorang pangeran untuk menyelamatkannya. Ah, entahlah. Yang jelas novel ini bagus! Aku ngga menyesal membelinya. Hahaha....

Baru kali ini aku membaca kisah detektif yang bener-bener menggugah hati nurani hahaha... Kayaknya aku harus nyiapin satu rak khusus untuk buku-buku bagus semacam ini :D

(Berusaha) Keep Calm

kemaren baca tweetnya Firtha (adek kelasku, angkatan 2011) tentang rasa kesalnya sama beberapa anak yang dia anggap alay. dia juga nyebut-nyebut soal rombongan Shizuoka. begitu liat "keyword" itu, otakku langsung menekan command button "kepo"

tadinya aku pikir, ada apa ini? kepo di Twitter juga ngga banyak membantu. akhirnya langsung interogasi yang bersangkutan waktu gath Matsumiya Share House tadi siang.

terus Firtha cerita, kalau ada beberapa anak yang galau hanya karena Yuka minta foto sama Anis (cowok, adek kelasku angkatan 2012)!

aku langsung tepok muka pake piring. gak ding, bercanda. cuma facepalm doank. tapi plus reaksi lebay seperti biasa :v

aku sama Firtha langsung menghela nafas panjang sambil, "oh my God..."

jujur, aku akhir-akhir ngerasa sedikit kesal juga sama beberapa adek kelas. yah oke, ngga "sedikit" tapi sangat muak.

pertama, sejak pertama kali bekyoukai (kelompok belajar), beberapa di antaranya ngga naruh respek sama aku selaku orang yang lebih tua dan tenaga pembimbing di kelompok itu.

well, buat para egalitarian (apalah itu istilahnya, pokoknya semacam pendukung gerakan anti senior-junior yang pingin semuanya dianggep sederajat), mungkin anda-anda sekalian berpikir, "kamu loh cuma pingin dianggep senior aja kan? dibawa santai aja lah"

aku ngga akan bersusah payah menyangkal pandangan semacam itu. aku tau, emang suasana bakal lebih asyik kalau ngga ada tetek bengek yang membatasi kedekatan antara yang tua dengan yang muda, tapi yah... semua orang waras pasti bisa berpikir normal lah.. kira-kira gimana rasanya diremehin sama orang yang lebih muda. ya kan. maka silakan nilai sendiri, oke.

kedua, karena menurutku yaah.. banyak banget yang aku rasa... emm... belum bisa mengukur diri sendiri?

aku sering ngobrol sama adek-adek kelasku. dari situ aku sering banget denger atau liat sikap-sikap yang ngg... yaaah... menanggap enteng apa yang mereka hadapi di kuliah ini.

pertamanya sih aku berusaha untuk ngga su'udzon. aku selalu berpikir, "oh ya, mereka semangat belajar. itu aja." tapi lama-lama kok yaaa... -_-

aku ngga bisa ngungkapin dengan kata-kata. pokoknya gitulah.

aku sampe heran, apa mereka ini hidup di lingkungan yang serba enak ya, makanya bisa kayak gitu.

aku ngga bilang semuanya kayak gitu. ada juga beberapa anak yang cukup sederhana. diem-diem berusaha keras, tanpa banyak cingcong. tanpa banyak nyindir-nyindir IQ dan sebagainya (like seriously, itu ngga penting -_-) aku suka sama anak-anak kayak gitu. aku kagum, dan aku mau aja membantu mereka kapanpun mereka membutuhkan aku.

but after all, apa sih yang bisa aku lakukan? kalau dengan nyinyir di muka mereka bisa nyadarin mereka, okelah akan aku lakukan. tapi kadang-kadang disindir juga ngga mempan ih. malah ikutan ketawa, seolah-olah bukan mereka yang dimaksud. jadi bener harus disemprot di muka nih?

kalau mau ngga peduli ya bisa aja sih. cuma yaa... ngga tau deh.

akhirnya, sampai detik ini aku memilih untuk (berusaha) diam. ngga tau lagi deh besok. mungkin besok aku muntab, terus akhirnya aku semprot beneran deh.

Godspeed. May Allah bless us *I don't know what really I am talking about, but Amen!




 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates