My Lovely Goat XDD

Hanif punya panggilan baru dariku lagi: Mbek. Mengapa? Ada dua alasan. Pertama, bahasa Mandarinnya kambing adalah yang. Jika kalian pernah tahu orang yang memanggil pacarnya denagn sebutan yang, pasti kalian akan memahami poin ini. Kedua, karena Hanif punya jenggot di bawah bibir dan dagunya. Mungkin bagi sebagian orang itu menjijikan, tapi bagiku justru menggemaskan. Hanif sendiri tak mau dipanggil dengan sebutan itu. Tapi kini dia berubah. Dia bahwkan pernah berkata padaku seperti ini: "Cha ke mana? Mbek kangen.." Aku benar-benar kaget. Itu bukan hal yang biasa. Kini, Mbek banyak berubah untukku, untuk kami berdua.

Akhir-akhir ini dia begitu perhatian, seperti dulu lagi. Mungkin dulu aku akan menganggap dia gombal atau sok memperhatikanku. Tetapi sejak dia sibuk dengan segala kegiatannya, jarang memiliki waktu untukku, kini perhatiannya terasa begitu manis bagiku. Aku bersyukur memiliki kekasih yang pengertian seperti dirinya.

Hari Minggu kemarin (21 Desember 2008), dia datang ke rumahku, setelah 3 minggu lamanya tak berkunjung lagi ke rumahku. Tentu saja aku menyambutnya dengan perasaan gembira. Kami bermain halma. Tapi aku harus menilainya dengan jujur. dia tak pandai bermain halma. Toh, dia tetap setia dan tulus menemaniku bermain. Aku senang, bahagia sebahagia-bahagianya.

Mudah-mudahan semua kebahagiaan ini mendapat ridha dariNya.

Arigatou Gozaimashita...

Aku ingin berterima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikanku ridha-Nya. Aku tahu bahwa rencanaNya selalu indah, tanpa pernah kita duga sebelumnya. Dan aku telah salah untuk berputus asa, walaupun itu hanya sedikit.

Kemarin, sepeda motor ayahku akan diambil orang koperasi karena ayahku tak bisa membayar angsuran kredit di koperasi itu. Aku yang tengah berpuasa tiada henti berdoa agar ayahku bisa mendapatkan uang untuk membayar angsuran itu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana seandainya kami tak punya motor lagi. Ayahku, sejak pulang mengantarkanku ke sekolah hingga aku pulang sekolah, masih wara-wiri ke teman-temannya. Bukan ingin mencari pinjaman, tapi justru menagih hutang orang-orang itu kepada ayahku! Aku tak tahu sebenarnya ayahku punya banyak uang, hanya saja masih belum dapat ditagih. Orang-orang itu selalu saja berkelit. Yang paling mengesalkan, ada seorang anak dari pengusaha besar nasional yang berhutang pada ayahku 4 tahun yang lalu. Jumlah uangnya sekitar 4,8 juta rupiah. Ayahku, saking putus asanya mungkin, hanya meminta uang 1,5 juta saja hari itu. Sisanya tidak dibayar juga tak apa-apa. Tetapi orang kaya itu hanya berkata bahwa dia tak punya uang! Aku tak mengerti, masalah apakah yang dialami orang kaya itu sehingga ia merasa bahwa kekayaannya seang terancam? Aku benar-benar kesal mendengar cerita ayahku. Tetapi di tengah kekesalanku, aku mencoba untuk merenung. Mungkinkah ini adalah cobaan? Atau bahkan hukuman untukku?

Ayahku akhirnya berhasil mendapat pinjaman dari temannya, seorang yang berpengaruh dalam bidang perdagangan. Kata orang itu, ayahku dapat mengambilnya jam 7-8 malam. Aku pun bersyukur, kupikir Allah mengabulkan doaku. Namun, kenyataannya tidak sepenuhnya demikian. Sekitar jam 8 malam ayahku pergi ke rumah orang itu. Ternyata Allah menyimpan rencana lain untuk kami. Teman ayahku itu dipanggil menteri perindustrian untuk menghadiri semacam pertemuan di Jakarta. Dia sangat menyesal dan berulang kali meminta maaf pada ayahku karena tidak bisa memberikan uang itu. Ayahku lemas. Aku pasrah.

Banyak pikiran yang berkecamuk dalam benakku. Aku sempat berpikir negatif tentang teman ayahku itu. Mungkin saja dia hanya berkelit, seperti teman ayahku yang lainnya? Bahkan aku yang putus asa ini mencoba menantang Tuhan. Kukatakan padaNya, bahwa jika ini addalah cobaan, kuatkanlah hati kami untuk menjalaninya. Tetapi jika ini adalah hukuman untukku, aku mohon padaNya, ampuni semua dosa-dosa ku dan jangan bebani orang tuaku lagi.

Seperti yang aku bilang, rencana Tuhan itu memang indah. Hari ini, sekolahku pulang lebih awal karena ada ayah dari guru agamaku yang meninggal. Saat aku akan menghubungi ayahku agar aku dijemput, aku mengurungkannya. Aku ingat ayahku yang begitu lelah, fisik dan batinnya. Aku tak ingin menambah bebannya lagi. Maka kuputuskan untuk berjalan kaki saja. Hal ini tak masalah, karena aku dulu waktu SMP pernah berjalan kaki pulang sekolah dari SMPku ke rumah kontrakan di Japan Raya dulu. Jaraknya cukup jauh, sekitar 4 km. Dan aku merasa kali ini jika aku berjalan kaki tak apa, toh jarak rumah kontrakanku yang sekarang lumayan dekat (bagiku). Di tengah jalan aku bertemu teman-temanku. Mereka bertanya mengapa aku berjalan kaki. Aku hanya menjawab tak apa-apa. Ada teman yang merasa kasihan padaku, lalu aku dipaksanya untuk diantar pulang. Tadinya sungkan, tapi aku terima juga penawaran itu.

Sesampainya di rumah, ayahku kedatangan tamu rupanya. Namanya Pak Agus. Bagiku orang itu agak aneh, penuh kesan... mistik. Yah, bukan yang berbau klenik seperti itu, tapi ia mempercayai adanya kekuatan kosmik. Aku dan ayahku diajari bagaimana caranya mentransfer energi kosmik, bagaimana caranya memakai energi itu untuk menyembuhkan diri, dan sebagainya. Aku sebenarnya kurang percaya karena aku tak merasakan perubahan yang berarti. Tapi sekear basa-basi saja, aku berbohong. Aku bilang bahwa aku merasakan sensasi yang berbeda. Lain halnya dengan ayahku. Ayahku mengaku benar-benar merasakan adanya kekuatan itu. Lucunya, orang itu bilang aku memiliki bakat untuk meramal. Aku hanya tersenyum mendengarnya.

Namun, kehadiran orang ini benar-benar membuatku tersenyum. Mengapa tidak? Pak Agus tiba-tiba saja meminjamkan uang kepada ayahku untuk membayar angsuran koperasi! Aku tak menduga. Lebih-lebih ayahku. Ayahku begitu lemas... terharu. Tak menyangka akan ada pertolong dari Allah, dengan cara yang tak dapat kami nalar. Padahal aku sudah psrah, aku yakin bahwa motorku itu akan diambil oleh orang koperasi. Tapi nyatanya tidak. Aku tak dapat memahami, betapa indahnya karunia Tuhan itu. Aku tersenyum, dan merasa perlu menarik kembali semua kata-kataku yang mengandung keputusasaan...

Terima kasih untuk Allah, untuk semua orang yang telah memberi kami kekuatan. Semoga kami dapat senantiasa tegar dan kuat..

I'll be Fine

Itu hal yang aku tekankan pada diriku sendiri. Setidaknya, itulah harapanku. Aku akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya akan berjalan lancar. Aku tak perlu menyesali apapun ataupun merasa rendah diri. Semua akan berakhir bahagia.

Tetapi...

Benarkah demikian?? Kelihatannya sekarang mungkin akan baik-baik saja. Tapi aku tak tahu masa depan. Terutama tentang pernikahan. Aku tak mau mengulangi kegagalan orang tuaku. Aku ingin bersama suamiku, tanpa pertengkaran yang berarti, apalagi perceraian. Tidak, aku tak boleh bercerai jika aku sudah menikah kelak. Karena jika aku bercerai, sama saja aku mengulangi kegagalan orang tuaku.

Siapa yang tidak menginginkan pasangan hidup yang selalu berada di sisi kita, menemani dalam suka-duka, dan menyayangi kita dengan setulus hati? Tak ada orang waras yang tidak menginginkan hal itu. Begitu pula aku. Walaupun aku kurang waras, aku juga menginginkannya. Aku pikir aku menemukan jawabannya pada diri Hanif. Aku begitu percaya padanya, dia akan selalu menyayangiku dan tak akan pernah meninggalkanku.

Namun, seberapa lamakah cinta itu bisa bertahan?? Di era yang serba sulit dan ambigu ini, degenerasi moral, apakah seorang manusia tetap bisa bertahan (dengan prinsipnya)? Nonsens! Tak akan ada yang bisa, kecuali orang itu memang tak pernah mengabdikan hidup pada fana dunia. Sayangnya, aku bukan orang yang seperti itu. Aku pikir Hanif pun juga tidak. Kami adalah orang yang terlalu mencintai dunia ini.

Yang aku khawatirkan, bagaimana jika aku ataupun Hanif tak bisa lagi bertahan dengan prinsip (cinta) kami. Ya, aku benar-benar mengkhawatirkannya. Konyol memang, tetapi aku mengharapkannya sebagai pasangan hidupku. Dia sendiri berjanji seperti itu. Aku tak tahu apakah janji itu bisa bertahan melawan dinginnya keangkuhan zaman. Tak tahu. Tapi, boleh kan aku berharap?

Ahahahahaa... Aku tak menyangka aku sekonyol ini. Untuk apa aku mengkhawatirkan hal itu??? Jodoh ada di tangan Tuhan, bukan aku yang berhak memilah-milih pasanganku nanti. Semua rahasia Tuhan itu indah, bukan?

Hanya saja, bagaimana jika Tuhan menghukumku? Aku lalai sebagai hambaNya. Aku tak pernah menghiraukanNya. Mungkin saat ini Tuhan tengah memberiku kenikmatan-kenikmatan agar aku tambah lengah. Hingga suatu saat nanti Tuhan menurunkan siksanya untukku: siksaan mental. Kesedihan dan kesepian yang terlalu dingin.

Mengapa aku berkata demikian?? Apakah aku putus asa? Aku harap tidak. Aku hanya ingin mengungkapkan semua perasaanku, pikiranku tentang masa depan. Aku takut tak ada laki-laki yang mau menerimaku. Aku memiliki penyakit, yang tidak akan bisa ditoleransi oleh laki-laki manapun. Selama ini aku menutup-nutupinya. Tak ada yang tahu. Keluargaku pun tidak. Aku berpikir, "I'll be fine." Suatu saat penyakitku ini akan sembuh. Kalaupun tidak, aku akan mengumpulkan uang untuk berobat.

Kini, aku rasa aku harus membuang pikiran itu. Untuk makan saja aku berhutang, apalagi untuk berobat??? Biar aku kerja seperti apa, mengajar les privat sampai ambruk juga, tidak akan terbayar. Aku pusing memikirkan hutang-hutangku itu. Entah bagaimana aku bisa melunasinya, aku hanya berharap Dia masih berbaik hati untuk menolongku keluar dari kesulitan ini.

Dan... jika seandainya, ada seorang laki-laki akan melamarku kelak, aku akan jujur padanya. Aku akan beritahu semua tentang penyakitku. Dia mau teima atau tidak, aku akan pasrah. Jika saja Hanif benar-benar melamarku, apakah aku harus jujur? Bagaimana jika dia tidak mau terima? Lalu meninggalkanku? Aku terlalu menyayanginya. Dan aku tidak tahu bagaimana nanti jika dia benar-benar meninggalkanku.

I'll be fine. My illness will be cured. I hope so.

 

Pecundang Kelas Kakap

Itulah aku. Aku tak memiliki bakat untuk menang. Sudah berapa kali aku ikut lomba? Lumayan banyak. Dan tak ada satupun yang menang. Biasanya aku tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Menang atau kalah bagiku sama saja. Tapi kali ini tidak. Aku merasa ditelanjangi.

Hari ini, timku untuk Lomba KIR dipanggil ke Diknas kabupaten Mojokerto. Teman-teman setimku sangat antusias dan yakin bisa menang. Mereka bisa berkata seperti itu karena yakin dengan puisiku yang, yah.. katanya sih bagus. Aku tak begitu memperhatikan karena menurutku, puisiku tak ada apa-apanya. Aku berusaha untuk tetap merendah.

Tapi aku tak berdaya dengan pujian itu. Aku merasa.. agak besar kepala. Aku pun menjadi yakin kami menang. Apalagi kata teman kami yang menjadi salah satu panitia, juri-juri tertarik dengan puisiku. Aku pun makin berbesar hati, jika tak mau dibilang berbesar kepala. Aku merasa dan sangat yakin bisa menang.

Nyatanya? Inilah hukuman Tuhan padaku. Makanya jangan besar kepala, mungkin itu yang ingin dikatakanNya. Kami tak menang. Tak satupun tim dari sekolahku menang. Dan kami pun tak bisa menahan diri untuk tidak iri. Adik kelasku malah tak henti-hentinya membuat kami malu dengan menyoraki para pemenang dengan nada sinis. Semakin memperkuat peribahasa tong kososng nyaring bunyinya. Aku benar-benar malu. Bahkan untuk bidang yang aku sukai aku pun tak dapat menang. Padahal aku begitu yakin dengan kemampuanku berpuisi. Ah, mungkin aku memang dilahirkan untuk jadi pecundang.

Apakah akan ada peristiwa lain lagi yang ingin menguatkan bahwa aku ini memang pecundang??

Bimbang

Bahkan untuk menulis judul blog ini saja aku harus banyak berpikir. Tapi setidaknya satu kata ini mewakili diriku: bimbang. Betapa indah kata itu! Hahaha... aku mulai gila lagi rupanya. Betapa pesimisnya hidupku ini...

Apakah kalian tahu, aku telah mebuat suatu kesalahan yang memalukan? Baiklah, ini mungkin bukan kesalahan yang fatal dan mungkin aku telah membesar-besarkannya. Pangkal kesalahan ini adalah komentar yang diberikan seseorang untuk blogku. Dia menyuruhku untuk membuka blognya. Kalian dapat melihatnya di clarabukanaku.blogspot.com. Aku telah salah mengira kakakku adalah orang yang aku harapkan untuk bertemu. Maafkan aku, kakak.. Aku bukannya tidak mengenali kakak lagi... Aku pikir kakak adalah orang yang... aku rindukan. Bukannya aku tak rindu kakak. Aku juga rindu dengan kakak. Tetapi masih ada seorang lagi, dari sekian banyak yang aku rindukan, seorang yang sangat ingin aku temui.

Sejak melihat tulisan di blog kakakku (yang aku pikir adalah orang lain), aku terus gelisah. Apalagi aku sedang sakit, aku tak bisa tidur nyenyak. Aku telah banyak berkhayal rupanya. Sampai-sampai salah mengira si penulis blog itu adalah lelaki yang aku rindukan itu! Memalukan... Aku terlalu yakin aku dapat bertemu dengan laki-laki itu. Tetapi kenyataannya?? Tidak mungkin!! Kejadian ini semakin membukakan mataku bahwa aku takkan pernah bertemu lagi dengan laki-laki itu. Aku tak ditakdirkan untuk bertemu lagi dengannya. Aku mulai mencoba untuk membuang semua khayalan indahku tentangnya, tentang apa yang akan aku lakukan jika aku benar-benar bertemu dengannya. Ya, aku akan memberitahunya tentang perasaanku yang sebenarnya kepadanya. Aku tak mengharapkan dia akan membalasnya, tetapi cukuplah bagiku untuk dia ketahui apa perasaanku yang sebenarnya. Syukur-syukur jika dia masih mau berteman denganku.

Di tengah rasa bimbang ini, aku merasa... betapa besar lukaku ini. Masa lalu masih mengintai diriku. Tapi aku menikmatinya. Bahkan aku tak ingin melupakan masa laluku yang pahit itu. Aku ingin mengecap pahitnya, demi menikmati manisnya kenangan masa kecilku. Tapi... aku pun mempertimbangkan, bagaimana jika orang yang aku harapkan bisa mengerti aku (seperti suamiku misalnya), justru tidak dapat mengerti??? Bisa saja dia menganggapku tak mencintainya, atau berkhianat padanya dengan terus-terusan berharap pada laki-laki yang bahkan aku tak tahu alamat rumahnya. Aku akan meluruskan, di blog ini, bahwa betapa aku merindukan laki-laki itu, dia tetaplah kenangan manis yang takkan mempengaruhi kasih sayang serta cintaku pada orang-orang yang ada di masa kini dan masa yang akan datang. Betapapun aku merindukannya, takkan mengurangi kasih sayangku pada... katakanlah kini pacarku. Kasih sayangku padanya takkan berkurang hanya gara-gara aku rindu pada laki-laki masa laluku. Begitu juga jika aku memiliki suami nantinya. Aku akan tetap mencintai dan setia pada suamiku, mesti hatiku menyisakan tempat untuk semua kenangan manisku, termasuk laki-laki itu.

Inilah pernyataanku tentang hatiku. Aku konsisten, bukan maniak laki-laki. Jika ada yang menuduhku begitu, aku akan membunuh mentalnya.

Tetapi... apakah aku berlebihan jika aku berharap untuk dapat bertemu lagi dengan laki-laki itu??? Aku hanya ingin menyatakan kebenaran padanya, isi hatiku tentangnya. Aku ingin memintanya menjadi temanku, sahabatku. Tak lebih. Aku tak berharap yang lain. Aku pikir ini bukanlah permintaan yang muluk, bukan??? Atau Tuhan telah bosan mendengar doa-doa dari seorang pendosa ini??? Apa aku terlalu banyak meminta, sehingga Tuhan muak mendengarnya??? Oh, entah... Luka ini membuatku semakin menikmati pesimisme hidup.

Semua Kejadian Selalu Ada Hikmahnya

Itulah yang dikatakan Sora-chan kepadaku, saat orang tuaku bertengkar dan menyebabkan aku berpisah dengan adik dan ibuku. Waktu itu aku tak memperhatikan kata-kata itu. Tapi, kini aku benar-benar merasakannya...

Hari MInggu (31 November 2008), ada seseoraang yang mengajakku kenalan via sms. Aku sebenarnya malas meladeni ornag-orang iseng seperti itu. Dan dia sangat mengganggu karena dia meneleponku saat aku tengah tidur siang. Karena kesal, aku bilang kalau aku sudah punya suami (!) ^^ Walhasil, dia tak mengangguku. Tapi, ada nomor lain yang menghjubungiku. Aku pikir itu adalah dia atau orang lain yang sama isengnya dengan dia. Makanya aku tak menghiraukan.

Esoknya, (1 Desember 2008) ibuku datang ke sekolahku pada jam istirahat. Aku benar-benar kaget. Tahun-tahun lalu, aku pernah mengalami hal ini dan waktu itu aku takut sekali jika ayhku tahu ibuku mengunjungiku. Tapi, enath, aku kali ini tak merasa takut. Aku rindu... Dan begitu pula dengan ibuku. Ternyata, tak seperti bayanganku selama ini, ibuku tak marah padaku. Malah makin sayang padaku (apa cuma perasaanku saja yah?). Dan aku juga lebih sayang pada ibuku. Hikmah pertama dari kejadian buruk waktu itu: aku jadi lebih sayang pada ibuku.Ibuku bilang, nenek kangen padaku. Aku harus merelakan foto-fotoku dan Hanif dibawa ibuku untuk ditunjukkan kepada nenek. Sebelum ibuku pamit pulang, kami menangis. Aku masih menangis ketika masuk ke kelas. Teman-temanku memberiku support dengan mengatakan bahwa aku harus tetap sabar. Makanya aku segera menyeka air mataku dan kembali seperti biasa. Ya, aku harus tegar...

Malamnya, ibuku meneleponku. Aku sangat bersyukur karena ayahku tak marah atau ebrusaha menghalangi aku dan ibuku untuk tetap saling berkomunikasi. Ibuku sepertinya sangat mengkhawatirkanku. Aku mengatakan pada beliau bahwa aku baik-baik saja. Adikku pun bilang bahwa dia kangen padaku. Dia memanggilku "kakak" padahal dia jarang sekali memanggilku dengan panggilan itu. Dulu, ketika kami masih bersama, dia hanya memanggilku dengan namaku saja., tanpa embel-embel "kakak". Walaupun aku telah terbiasa dan tak keberatan dengan hal itu, entah mengapa aku merasa begitu terenyuh ketika dia memanggilku "kakak". Hikmah kedua: hubunganku dan adikku jadi lebih akrab. Aku tak pernah merasa sebahagia ini menjadi seorang kakak.

Hari ini, aku sakit tenggorokan. Benar-benar mengganggu. aku berusaha untuk tetap bertahan hingga jam pelajaran berakhir. Oh, ya.. Aku lupa. Waktu pelajaran ECC, kami mendapat tugas untuk menceritakan tempat atau objek wisata yang ingin kami kunjungi berserta alasannya. aku yang sudah kepayahan karena sakit, mencoba membuta suatu cerita. hasilnya, aku maju ke dapan dan menceritakan tentang Bekasi. Ya, aku ingin pulang kembali ke Bekasi. Inti dari ceritaku: I just want to back home, even just once in whole of my life, before I die. Payahnya, aku hampir menangis ketika menceritakan hal itu. Teman-teman jadi memperhatikanku. Terbukti mereka menanyaiku macam-macam hal tentang Bekasi, bahkan ada yang bertanya tentang the sweetest experience that I've got in Bekasi. Aku jadi terharu. Tak pernah aku merasaa begitu diperhatikan oleh teman-temanku.

Begitu bel pulang berbunyi, aku segera pulang. Ayahku sudah standby di depan sekolahku. Ayah benar-benar khawatir. Sebenarnya, aku masih harus mengikuti bimbingan belajar intensif UAn di sekolah saat pulang sekolah. Tapi karena aku sakit, aku benar-benar payah dan tak sanggup bertahan lebih lama di sekolah. Sesampainya di rumah, kami langsung makan siang. Sambil makan, aku menyampaikan amanah ibuku: ibuku ingin bicara dengan ayahku. Tetapi ayahku merasa tak aada yang perlu dibicarakan lagi. Aku hanya terdiam. Sehabis makan aku segera minum obat dan tidur siang.

Sekitar jam tiga siang, aku terbangun karena ada telepon masuk. Ternyata adikku sudah ada di depan rumah. Aku masih pusing dan linglung ketika membukakan pintu untuk adikku. Dia banyak berubah, tak setampan dulu. Tapi matanya tampak sayu dan pasrah.. Aku membangunkan ayahku dan segera masuk kamar. Sebelum aku benar-benar tertidur, aku masih bisa mendengar ayahku "menasihati' adikku. Ayah hanya berpesan: mudah-mudah adikku tak terlambat untuk sadar. Aku dapat mengerti maksudnya: mudah-mudahan adikku segera berpikir dewasa dan bisa berpikir lebih jernih agar tak terseret emosi semata. Tapi entah adikku bisa menerimanya atau tidak.

Aku tahu adikku menangis. Aku dapat mengerti perasaannya. Namun aku berharap, masih ada hikmah yang lain untuk kami semua. Rencana Tuhan memang indah...

Penyakitku Kambuh

Penyakit apakah itu??? Penyakit stress. Aku yakin aku memiliki masalah kejiwaan karena aku sangat tidak stabil bahkan aneh. Dan kejadian akhir-akhir ini tak membantuku, malah menambah bebanku saja.

Seperti contohnya adalah kemarin. Aku dan Hanif tidak berkomunikasi via sms karena pulsa flexi Hanif habis. Aku bisa saja mengirim sms ke nomor IM3-nya, tapi pulsaku sendiri sekarat. Maka aku lebih memilih bersabar.

Tadi malam, aku diajak ayahku ke warnet. Saat aku online di YM, aku bertemu Hanif. Tapi dia sangat aneh. Bahkan temanku Dio juga mengatakan seperti itu. Dia lama tidak membalas sapaanku di YM. Dan akhirnya dari Dio aku tahu Hanif dipalak kakak angkatannya. Ini bukan yang pertama kalinya. Dia dulu juga pernah bercerita padaku kalau kakak-kakak angkatannya suka memalaknya. Aku tak begitu memperhatikannya pada saat itu. Namun kali ini nampaknya sangat serius sehingga membuatnya menjadi aneh seperti itu.

Aku mempunyai iktikad baik dengan menanyainya:

"Akang kenapa? Jangan bikin Cha bingung dong..."

Lama sekali dia membalas.

"Maaf, Cha. Akang hanya pusing."

"Kata Dio, Akang dipalak yah?"

"Iya."

Lalu katanya lagi, "Tapi jangan bilang-bilang ayah Cha."

"Kenapa?"

"Karena ini masalah Akang."

"Berapa yang hilang?"

"95 ribu."

Aku terkejut.

"Tapi orang tua Akang tahu kan?"

"Tahu."

"Kenapa Cha ga boleh bilang ke ayah? Kan bisa dilaporin?"

Aku benar-benar terkejut dengan tanggapannya.

"Ga usah besar mulut deh. Ini urusan Akang, orang tua Akang, dan kakak angkatan."

Aku ingin marah, tapi aku sudah lelah untuk marah. Perasaanku sudah beku.

"Tapi... Cha berniat baik kok... Maksud Cha, paling tidak rektornya tahu kalau ayah yang bilangin."

Aku pun meminta maaf. Berkali-kali. Gila.

"Sudah Cha.. Ga usah kayak gitu. Akang udah maafin. Akanga tahu niat Cha baik. Tapi Cha harus bisa liat sikon."

Aku tak dapat menangkap maksudnya. Walaupun aku sebenarnya akan dapat mengerti, jika aku dalam emosi yang stabil. Aku pun mengganti topik dan memutuskan untuk melupakannya. hari Minggu besok jika dia datang, aku akan menyambutnya dengan senyuman.

Itu berarti aku akan membohongi diriku lagi. Untuk yang kesekian kalinya.

Get My Dizzy (Maksudnya Apaan Yah?)

Minggu ini aku menghadapi UTS. Biasanya, kalau menghadapi ulangan, aku tak pernah panik. Bahkan tenang-tenang saja sambil bernyanyi lagu tidak jelas. Ya, aku berprinsip: tak usah panik menghadapi ulangan. Karena selama ini aku bernasib baik, selalu mendapatkan nila-nilai yang lumayan (kalau tidak mau dibilang baik). Tapi kali ini, aku tak bisa berleha-leha menghadapi ulangan-ulangan ini.

Hari ini UTS hampir berakhir. Senin besok adalah hari terakhir. Ada beberapa ulangan yang telah dikoreksi dan dibagikan hasilnya. Aku menyadari nilai-nilaiku menurun. Apakah ini pengaruh dari gejolak yang terjadi di rumahku? Entah. Aku hanya berharap ayahku tidak akan kecewa padaku. Sebagai gantinya, aku harus berusaha untuk US agar aku dapat mengejar ketinggalan dan dapat mengikuti PMDk di Unair.

Hal lain yang membuatku pusing: YM-ku rusak! Baiklah, ini terlalu mendramatisir. Aku hanya lupa passwordnya. Dan dari pada berbelit-belit mengingta passwordku, aku membuat lagi yang baru. Saat aku memilih pertanyaan untuk security system (ini penting jika aku lupa passwordnya lagi), aku memilih pertanyaan tentang nama terakhir teman terbaikku. Aku memilih nama belakang Shahrir, teman SDku. Dia mungkin bukan sahabatku, tapi bagiku dia teman yang selalu bersemayam dalam hatiku. Sungguh. Enam tahun aku tak bertemu dia, tanpa saling bertukar kabar, aku tetap merindukannya. Entah apa yang membuatku seperti ini. Aku memang aneh.

Mengenai Shahrir, seberapa penting ia bagiku, akan aku bahas di blog satunya lagi.

Candi Tikus Adalah Saksi

Jum'at kemarin, Hanif datang lagi ke rumahku. Bahkan dia menjemputku sepulang sekolah! Betapa tidak menyenangkan? Kami berencana ke Trowulan. Setidaknya kali ini aku tahu jalannya, karena Minggu sebelumnya aku dan teman-temanku ke Trowulan untuk survei. Aku berani mengajaknya, walaupun aku ragu apakah aku bisa mengingat jalannya kembali ^^'

Setelah makan siang dan sholat, aku dan Hanif berangkat. Langit mendung sekali, yang mungkin membawa kebahagiaan bagi orang-orang yang telah rindu pada hujan. Tapi tak menyenangkan bagiku. Jika di jalan hujan, rusak semua rencana kami. Toh, kami tetap nekat juga.

Untunglah aku masih bisa mengingat jalan ke Candi Tikus. Kalau tidak, kami akan tersesat. Di Candi Tikus begitu sepi. Mungkin karena akan hujan. Aku tak peduli. Ini kesempatan bagus untuk berdua saja.

Kami duduk di bawah pohon. Aku ingat, ketika aku dan teman-temanku ke sana, kami melihat orang pacaran. Tepan di bawah pohon tempatku dan Hanif. Aku bersyukur bisa ke Candi ini, karena suasananya tenang dan indah. Kami menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol, dan bermanja-manja.

Kali itu, Hanif memberiku hadiah lagi. Hadiah yang sama dengan yang ia berikan waktu kami pertama kali bertemu di Unair. Aku akan menyimpan hadiah yang indah itu.

Rasanya tak ada yang perlu aku sedihkan selama aku bisa bersama Hanif.

Di Balik Kesedihan

Jum'at minggu lalu adalah hari yang menyedihkan bagiku. Tapi tak mengapa. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Walaupun aku merasa sangsi, apa benar yang kualami akhir-akhir ini adalah hikmah dari kejadian minggu lalu? Benarkah kebahagiaanku sekarang adalah kompensasi dari kesedihanku? I have no idea.

Baiklah, aku tidak akan membahas kesedihan itu di sini. Aku akan menulisnya di blog yang satu lagi. Di blog ini aku hanya menceritakan kegembiraanku saja.

Sabtu minggu lalu, setelah orang tuaku bertengkar, pacarku Hanif datang ke rumahku. Aku sangat senang sekali. Dia datang pagi-pagi, saat aku berada di lab komputer. Begitu dia sms aku, dia sudah berada di depan pintu gerbang utara. Aku kaget, senang, bercampur panik. Aku izin pada guruku untuk turun. Aku menemuinya di pintu gerbang. Dia... tampak gagah dengan jas almamater Unair. Dia tak sendiri (tentu saja, karena dia tak tahu jalan ke Mojokerto, dia harus mengajak temannya). Aku menyuruhnya segera menuju rumahku. Aku beritahu jalan ke arah rumahku, dengan harapan dia tak tersesat. Aku kembali ke lab komputer dengan perasaan was-was, takut dia tersesat. Tapi untunglah hal itu tidak terjadi. Dia sampai ke rumahku dan mengobrol dengan ayahku. Aku lega, tapi bukan berarti kegelisahan hatiku berkurang. Aku merasa minder dengan keadaan rumahku yang sangat sederhana itu. Dan aku takut dia akan bosan di sana. Begitulah perasaanku yang membuatku tak betah di sekolah, ingin segera pulang.

Begitu pulang, aku mendapati dia tengah bersantai di rumahku. Aku merasa... tengsin. Salah tingkah. Tak tahu harus bagaimana. Saking paniknya, aku hampir tidak menghiraukan dia dan langsung masuk ke rumahku untuk berganti pakaian.

Setelah aku ganti baju, kami berdua makan siang. Ayahku tidak makan bersama kami, karena sudah terlebih dahulu makan. Aku terus terang tak berselera makan. Perutku terasa aneh. Mungkin karena aku masih malu. Aku bahkan tak berani menatap wajahnya.

Setelah makan siang dan sholat Dzuhur, kami izin pada ayahku untuk keluar. Aku dan dia hanya berjalan-jalan keliling kota Mojokerto, karena baik dia maupun aku tak tahu banyak jalan ^^; Aku sangat menyesali ketidaktahuanku akan kota ini. Padahal aku sudah enam tahun di Mojokerto! Benar-benar memalukan...

Menjelang sore, kami pulang ke rumahku. Dia masih tak tahu jalan pulang ke Surabaya ^^; jadi aku dan ayahku akan mengantarkannya sampai Krian. Ayahku punya ide untuk mengajak hanif ke rumah nenekku di Sidoarjo. Ide bagus, aku bisa mengenalkannya pada keluargaku. Untung saja dia mau. Jadi kami bertiga berangkat dengan dua sepeda motor, ayahku sendiri dan aku berboncengan dengan hanif.

Kami baru sampai di Sidoarjo saat adzan Maghrib. Setelah sholat, kami sekeluarga berbicnang-bincang. Nenek, Pakdhe-Budhe, kakak dan kakak iparku, juga keponakanku (aku sudah jadi tante!!) ada di sana. Sebuah kebetulan? Entah. Yang jelas jarang-jarang semuanya bisa berkumpul. Sepanjang obrolan, aku terus memperhatikan Hanif dan keluargaku. Tampaknya keluargaku menyukainya. Ini hal bagus, tak menyangka aku bahwa dia akan diterima baik di keluargaku.

Sehabis Isya kami pulang. Hanif menuju Surabaya, aku dan ayahku pulang ke Mojokerto. Sesampainya di rumah, dia sms aku. Dia sangat senang hari itu, apalagi bisa diterima keluargaku dengan hangat...

Aku pun sangat senang. Ayahku pun begitu. Ajaibnya, sejak dia datang, ayahku jadi lebih bersemangat dan termotivasi. Ada apa sebenarnya? Entah. No idea. Tapi aku mensyukuri rahasia Allah ini...

No Feeling...

Masalah kemarin dapat terselesaikan. Aku dan pacarku rujuk lagi. Tapi... Entah mengapa Tuhan menciptakan kata "tapi". Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kami. Mungkin sebenarnya aku tak tahu tentang diriku sendiri? Ya, aku tak dapat mengenali diriku. Benar-benar tak tahu apa sebenarnya yang terjadi.

Kami sudah rujukan, tapi tetap saja ada yang mengganjal dalam hatiku. Entah apa. Dia tak lagi sering mengirimi aku sms. Alasannya: tak punya pulsa. Oke, alasan ini aku bisa menerima. Itu alasan yang valid.

Tapi, aku sendiri mulai meragukannya. Aku sebenarnya tak perlu khawatir dengannya. Aku yakin dia jujur. Selama ini dia tak pernah membohongi aku. Hanya aku saja yang salah sangka. Dan lagi, aku yakin dia tak akan mengkhianati aku, seperti "bermain di belakang" dengan cewek lain. Ya, selama ini aku yakin. Dan kini aku meragukannya.

Kalau Anda memperhatikan tulisanku, mungkin Anda bisa melihat: agak kacau bukan? Aku hampir selalu mengulang kata-kata yang sama. Itu karena aku bingung. Ini bukan diriku yang sebenarnya. Atau jangan-jangan, inilah diriku yang sebenarnya? Tak tahu. I have no idea...

Yang aku ragukan sekarang: mungkin dia mulai bosan padaku. Mungkin saja bukan? Toh itu kejadian yang sangat umum dalam bersosialisasi. Jangankan pada manusia, pada benda mati atau hewan saja kita bisa bosan bukan??? Itulah yang aku ragukan. Apalagi dia seperti menghindari aku. Aku takut, bagaimana aku telah ceroboh? Aku takut.. Sebab aku telah melepaskan sesuatu yang berharga untukku. Yah, bukan hal yang penting sepertinya (jangan berpikiran aku telah melepskan keperawananku untuknya!! Itu sama sekali tidak benar!).

Aku ingat dulu aku dan dia pernah berjanji akan selalu bersama, hingga menuju jenjang pernikahan, bahkan selamanya. Tapi bagaimana aku telah ceroboh berharap? Aku takut, akibat kecerobohanku itu aku malah mendapatkan balasan: sakit hati yang teramat dalam karena terlalu berharap. Aku tak mau seperti itu. Aku tak mau kalah. Kalah oleh rasa sedih dan kesepian. Aku tak mau kalah, karena aku yakin aku dilahirkan untuk menjadi pemenang. Kita semua dilahirkan untuk jadi pemenang...

No feeling now, cause I get hurt in my heart.. So deep, make me weak and hopeless....

I Feel So Sorry..

Entah mengapa, aku akhir-akhir ini aku mudah sekali marah, terutama pada pacarku. Sudah berapa kali aku marah-marah padanya. Tapi karena dia termasuk orang yang mudah memaafkan, kami rujuk kembali. Dan mungkin yang kemarin ini adalah puncaknya. Aku yakin sekarang dia benar-benar tak tahan padaku.

Dua hari yang lalu, dia meneleponku dengan telepon rumahnya (di Bandung). Dia bilang kalau dia salah kirim sms. Sms yang dia kirim ke aku seharusnya untuk temannya. Dan sms untukku malah dia kirimkan ke temannya. Padahal di sms itu dia bilang "ingin memelukku". Aku tertawa. Terbayang reaksi temannya yang pasti akan bingung dan kaget setengah mati. Pasalnya, temannya itu laki-laki. Kalau dia mendapat sms seperti itu, pasti dia akan mengira pacarku itu yaoi. Benar-benar... Pacarku menceritakan hal itu sambil tertawa. Tapi aku sempat curiga, jangan-jangan temannya itu perempuan, karena panggilannya chie. Terlalu imut untuk ukuran seorang cowok. Tapi dia bilang kalau temannya itu cowok, aku pun percaya padanya.

Tetapi selanjutnya aku benar-benar naik pitam. Dia berpesan, "Kalau ada telepon dari nomor ini, jangan diangkat yah.."

"Memang kenapa?" tanyaku.

"Ini nomor rumah. Akang bilang kalau Akang mau telepon temen Akang, si Arif. Yang lulusan SMA 1 Sooko itu lohh..."

Aku mulai marah, "Emangnya kenapa kalau bilang ini nomorku?"

Dia terdiam. "Ya.. Gak pa-pa sih.. Keadaan keluarga Akang.. Lagi engga stabil."

Karena itulah aku marah. Aku tahu apa maksudnya. Dia tidak ingin keluarganya tahu tentang aku. Aku merasa dia sangat tidak adil. Hampir semua keluargaku, mulai dari ayahku sampai nenekku tahu tentang dia. Tapi kenapa keluarganya tak bisa menerima aku??? Aku benar-benar merasa... marah. Frustasi. Akhirnya aku ngambek.

Kejengkelanku belum reda sampai keesokan harinya. Aku online di Yahoo Messenger dan mendapati dia juga sedang online. Dia bertanya apakah aku masih marah. Seperti biasa, aku berpura-pura tidak marah. Tapi dia pasti tahu kebohonganku. Dan.. entahlah. Tiba-tiba saja aku meledak. Saat itu dadaku agak sesak. Tapi aku berpura-pura sakit, agar dia mau memperhatikanku. Aku berlagak seolah-olah aku sakit gawat. Aku tidak tahu kenapa waktu itu aku melakukan hal itu. Aku ini benar-benar munafik.

Sadar atas kesalahanku, aku mencoba meminta maaf. Tapi aku terlalu gengsi. Karena tidak tahan, aku mengirimnya sms. Isinya, hanya sekedar basa-basi saja. Aku menanyakan apa dia jadi mengambil batere hp yang aku belikan. Lama dia tak membalas. Aku mencoba menghubunginya. Tak ada jawaban. Jangankan suaranya, nada tunggu saja tak ada. Aku panik, sadar dia benar-benar marah padaku. Aku menunggu balasan smsnya semalaman. Tapi dia tetap tak membalas. Akhirnya aku tertidur.

Tengah malam aku mendapat sms dari mantannya. Aku memang mengiriminya sms, karena aku butuh teman untuk mengobrol. Tapi dia bilang kalau dia lagi sibuk. Aku benar-benar bingung... dan hampa. Aku terus-menerus menatap handphoneku, berharap pacarku mau membalas smsku. Sampai-sampai aku bermimpi mendapat sms darinya. Dia tak marah, dan seperti biasa, dia memaafkanku.

Tapi sayang, itu hanya mimpi. Hingga aku bangun pagi ini, tetap tak ada balasan. Aku meminta tolong pada imoutou-chan untuk mem-forward smsku ke nomor pacarku. Sudah di-forward, tetap saja tak ada balasan. Aku bingung. Benar-benar bingung.

Saat aku menulis blog ini, aku online lagi di YM. Tapi dia masih offline. Aku menulis pesan untuknya, bahwa aku mau minta maaf atas kesalahanku dan berharap dia mau memaafkanku seperti biasa. Aku seperti orang gila. Tapi aku memang CACAT MENTAL. Itulah masalah terbesarku. Aku tak bisa mengendalikan diri, penuh kemunafikan, dan.....

Aku hanya berharap takkan pernah kehilangannya...

Malas...

Aku lagi malas nulis blog nih... Semuanya serba membosankan, membingungkan... Aku hanya tahu Idul Fitriku dari tahun ke tahun adalah saat aku mengulum senyum getir.. Tetapi aku tahu tak boleh bersedih karenanya, maka aku mencoba gembira. Walaupun agak terpaksa juga.

Tahun ini Idul Fitri lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya aku masih bisa berkumpul dengan ibu dan adikku, tidak seperti tahun lalu.

Pertanyaannya: apakah aku masih bisa berkumpul dengan ibu dan adikku tahun depan? Aku tahu mungkin orang tuaku akan bercerai, entah kapan. Yang aku tak tahu: apakah kehidupan kami setelahnya lebih baik dan mendapatkan kebahagiaan?

Aku berharap Allah SWT mau mengampuni dosa-dosa kami. Juga dosaku karena tidak menyambut Ramadhan dan Idul Fitri dengan suka cita. Selain itu aku juga berharap diberi kesempatan untuk meraup dosa dan bertaubat sebelum tiba saatnya aku dipanggil olehNya...

ESQ: Sesi Yang Memberi Pencerahan

Hari kedua pondok ramadhan berjalan alot. Ada rapat guru-guru agama di sekolahku. Dan itu menyebabkan sesi pertama jadi terlambat. Aku tidak tahu siapa yang mengusulkan rapat itu, tapi aku ingin mengutukinya karena dia telah begitu ceroboh mengatur jadwal.

Guru agama kelas XII, Pak Hasyim, memberikan materi tentang zakat. Aku yang sudah terlanjur lelah, tak bersemangat mencatat materi itu. Apalagi materi itu sudah pernah diberikan sebelumnya di pelajaran agama kelas... Aku lupa kelas berapa ^^' Tapi yang jelas aku bosan dan mengeluh kenapa hari itu tak menyenangkan seperti hari sebelumnya.

Kami masuk ke post terakhir, yaitu di perpustakaan. Materinya ESQ alias Emotional Spiritual Quotience. Aku sempat bingung. Dalam persepsiku, ESQ tidak ada hubungannya dengan pondok ramadhan. Kalau spirituali sih mungkin. Tapi bagiku agak aneh. Apalagi pemberi materi adalah Pak Purwoko, guru TIK kelas X.

Kami disuguhkan video tentang IQ dan EQ di CD yang pertama. Penyajinya mengatakan bahwa iQ yang selama ini diagung-agungkan oleh manusia, ternyata tak bayak berperan dalam kesuksesan manusia. Senada dengan quotation Albert Einstein, bahwa kesuksesan adalah 1% bakat dan 99% usaha, maka inti dari sajian itu adalah intelegensia berperan tak lebih dari 6% dalam kesuksesan manusia. Aku setuju. Jadi, agar sukses, IQ dan EQ harus seimbang. Sempat terpikir olehku bahwa EQ adalah kemampuan seseorang untuk mempersuasi orang lain demi kepentingannya sendiri. Dan rupanya si penyaji membaca pikiranku. Tentu akan berbahaya jika ada pemimpin yang pintar dan pandai merayu. Bisa-bisa semua orang diperdaya demi kepentingan pribadinya. Contoh yang ada adalah Hitler, Mussolini, dan sebagainya. Maka, penyaji menutup sesi pertama dengan kesimpulan: "IQ dan EQ saja tidak cukup demi kesuksesan manusia".

Sesi selanjutnya dibuka dengan contoh-contoh manusia kaya raya yang putus asa dan mengakhiri hidupnya denga cara yang arogan dan tidak diridhoi Allah : bunuh diri. Apa yang menyebabkan rang-orang ini memutuskan untuk bunuh diri? begitu inti pertanyaannya. Jawabannya jelas: mereka tidak bahagia, bagai ayam mati di atas lumbung padi. Maka dari itu manusia mencoba mencari makna, untuk apa mereka hidup di dunia ini. Lalu beralih pada orang-orang kaya yang hidup sederhana dan bahagia, seperti pendiri Honda Motor, Kyota Ceramics, dan sebagainya. Mereka hidup sederhana, dan tentu saja sukses! Disebutkan bahwa mereka memiliki ciri-ciri yang sama: adil, jujur, loyal, memberi semangat, dan penuh kasih. Nah, yang jadi persoalan dalam hidup manusia adalah pencarian sifat-sifat seperti itu. Siapapun menginginkan kedamaian, kebenaran, keadilan, dan kasih sayang.

Tapi diluruskan oleh penyaji, bahwa manusia mencari sifat damai, bukan kedamaian. Manusia mencari sifat adil, bukan keadilan. Lantas, dari manakah semua sifat itu berasal? Ayat-ayat Al Iqra mengantar peserta untuk mengingat kembali pada Sang Pemilik Sifat-Sifat Indah tersebut. Sang Pencipta yang meniupkan ruh ke tubuh manusia. Dia-lah Allah Sang Pemilik Alam Semesta. Jadi, sebenarnya manusia mencari Allah, mencari Tuhannya.

Aku tidak ingat apa yang menjadi mata rantai bahasan tadi dengan bahasan selanjutnya. Tiba-tiba saja penyaji beralih pada ibu. Pada orang tua yang membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Dituturkan bagaimana seorang ibu denga penuh pengorbanan melahirkan anaknya, denga penuh kesabaran dan ketelatenan membesarkan anaknya. Namun ironis sungguh, sang anak membalasnya dengan makian dan perlakuan yang semestinya tak perlu diperolaeh orang tua semulia ibu. Di sinilah semua peserta menangis. Ingat pada orang tua mereka, pada kelakuan yang mereka hadiahkan pada orang tua mereka.

Aku tak mengerti apa yang harus kutangisi. Aku tak bisa larut dalam kedeihan yang mengharu biru itu. Betapa kelam dan keras hatiku hingga tak bisa terenyuh dalam suasana itu. Tapi pada akhirnya aku menangis, ingat pada orang tuaku yang tak kunjung mendapatkan sinar sakinah dalam bahtera rumah tangganya. Mereka terapung-apung di lautan yang luas, tak tentu arah. Dan kami tak dapat berbuat apa-apa. Aku menangis. Aku merindukan saat-saat kami dapat tersenyum bahagia, hidup rukun dan tenang dalam rumah yang hangat....

Sesi berakhir. Pak Purwoko menutupnya dengan alunan lagu Melly Goeslaw. Aku lupa judulnya. tapi, aku kenal lirik ini: kata mereka.. diriku selalu dimanja.. kata mereka.. diriku selalu ditimang... Alunan nada melankolis itu mengingatkan aku pada kejadian enam tahun yang lalu...

Semua pulang denga wajah bekas menangis. Bahkan ada yang tak kuat menahan tangisnya dan tak bernajak dari tempat itu. Betapa menakjubkan efek sesi itu. Aku merasa kerdil. Kerdil sekali...

Akankah aku dapat membalas jasamu, Ibu??

"Apa-apaan ini? Kok saya tidak Diajak??"

Tanggal 22 September kemarin kelas XII mengikuti pondok ramadhan. Hari itu kelasku, kelas IPA 4 dan 5 masuk ke post yang pertama. Aku lupa itu post apa, gurunya adalah Pak Sundusin, guru agamaku waktu kelas X. Beliau dulu juga wali kelas X-4, tetangga kelasku. Aku ingat anak-anak X-4 memajang foto pak Sundusin. Pak Sundusin yang bertubuh kurus itu (kalau ngga mau dibilang kerempeng *astagfirullah..*) berpose dengan gagahnya. Aku geli sendiri mengingat hal itu. Jadilah aku dan Desy ngalor-ngidul membicarakan hal-hal yang tidak penting dan tidak ada syafaatnya. Termasuk bernostagila tentang foto Pak Sundusin yang gagah itu.

Betapa malangnya guru agama kami itu. Mengapa? Karena 90% peserta di post itu tidak memperhatikan beliau. Oh, sungguh nista murid-muridmu, Pak Guru!

Post kedua: di musholla Haqqul Ilmi, musholla milik sekolah kami. Pemberi materi adalah Pak Saiful, guru agamaku di kelas XI. Beliau terkenal karena lucu dan gokil! Tetapi dengan tajam dan pedas menyindir kami yang hampir semua pernah melakukan maksiat. Ya, termasuk aku. Apalagi bagi anak-anak perempuan yang tidak memakai jilbab, siap-siap saja tersenyum getir ketika menemui beliau di kelas XI.

Aku juga lupa judul materi yang diberikan. tapi aku ingat Pak Saiful membacakan hadist Qudsi yang berisi larangan-larangan. Larangan itu begitu menohok hatiku. Betapa banyak yang telah aku langgar dan aku tak berusaha untuk menghindarinya. Munafik bukan? Aku sampai malu kalau aku tengah membawa nama Islam dalam jati diriku, bahkan untuk seumur hidup! Aku berharap aku bisa menjadi seorang muslimah yang kaffah sebelum aku dipanggilNya.

Pak Saiful sempat menyinggung berita di JTV yang menyebutkan ada seorang cewe yang tertangkap basah telah berbuat zina. Cewe itu pamit pada kedua orang tuanya bahwa dia pergi mengikuti pondok ramadhan di sekolahnya. Tapi ternyata dia berbuat "sesuatu". Dan bagaimana dia ketahuan, sungguh memalukan dan tidak profesional. Pakaian dalamnya tercecer di tengah jalan! Guruku Pak Saiful tanpa basa-basi menceritakannnya dengan eksplisit. "Apa-apaan itu?!" kata beliau. Saat itu, aku dan pastinya teman-temanku juga berpikir bahwa Pak Saiful sangat marah dan gemas atas kejadian itu. Tetapi pikiran kami meleset. Beliau mengulangi kalimat terakhirnya, "Apa-apaan itu? (berbuat zina) Kok saya tidak diajak???" Gubrakk!! Aku tak menyangka Pak Saiful berkata seperti itu. Tapi aku sudah hafal tabiat beliau. Beliau berkata seperti itu pasti ingin menyindir secara halus dan tentu saja GOKIL!! Hah... Aku sampai berniat mengundurkan diri dari nominasi "Anggota JC Terjayus" di Jayus Community Indonesia karena aku mengakui aku kalah jayus dari beliau!

Itulah  hari pertama di pondok ramadhanku. Tidak begitu garing dan menyenangkan. Aku sampai ingin mengulang sesi di post itu lagi.

Buka Bersama Kelas XII Bahasa 2008

Fine.. rabu tanggal 17 Sepetember kemarin aku dan teman-teman sekelas mengadakan buka bersama. Dan kebetulan tahun ini diadakan di rumah teman sebangkuku: Desy. Aku, Mia, dan Anggun tentu saja ikut beres-beres di rumahnya, dengan senang hati dan tanpa pamrih. Hehehehehe... Aku senang sekali karena adik tiri Desy, Ima, pulang ke rumah Desy. Ima dan orang tua Desy tinggal di Pacet, sedangkan Desy lebih betah tinggal di kota bersama neneknya yang baik hati. Well, salah satu alasan kenapa aku senang Ima ada di sana, karena Ima itu lucu! Gokil!!! Anak itu memang tergolong "BoLang" alias "Bocah Petualang". Dia senang pergi kelayapan ke mana-mana tanpa menghiraukan larangan apalagi kemarahan orang tuanya. Jangan sangka dia takut dimarahi. Aku kagum pada Ima, jauh berbeda dengan diriku yang tergolong "putri pingitan". Daya jangkauku hanya warnet. Hehe...

Setelah beres dan mengangkat barang-barang yang cukup berat, aku dan teman-temanku beristirahat. Masih satu jam lagi sebelum waktu yang ditentukan untuk berkumpul. Teman-teman yang lain memang datang jam lima. Dan kami selesai beres-beres jam empat sore. Masih banyak waktu. Aku dan teman-temanku mengobrol. Anggun sempat protes padaku karena aku ingkar janji. Aku sudah berjanji memakai kerudung untuk acara ini, jadi Anggun pun ikut-ikutan memakai kerudung. Tapi aku belum memakai kerudung waktu dia datang. Jadi dia sewot. Akhirnya aku memakai kerudung hitam (oh, melancholia...) yang aku bawa dari rumah. Ima kaget. Spontan dia bilang, "Bu Kaji-nya bercabang!" (artinya: "Bu Hajinya bertambah") Aku hanya mesam-mesem saja seperti orang tak punya dosa. 

Entah mengapa hari itu aku begitu menginginkan coca-cola. Akhirnya, jam lima aku membeli coca-cola di warung sebelah rumah Desy. Aku taruh botol itu di kulkas Desy. Teman-teman dari "TV LCD" alias Twelve Language Comunity D'Cholic mulai berdatangan. Mereka mebentuk kelompok-kelompok kecil dan mengeluarkan "kitab" mereka. Ya, langsung mereka sibuk ber-sms ria. Mia yang terkenal dengan julukan Bu Kaji menyindir mereka, "Semua pada bawa 'Al-Qur'an', tapi kok ga ada yang tadarus?" Aku lagi-lagi hanya mesam-mesem seperti orang tak punya dosa, walaupun sadar aku termasuk orang yang disindirnya karena bermain hp. Sementara Anggun yang kalem tolah-toleh karena masih lola alias loading lama, tidak mengerti maksud Bu Kaji.

Beberapa menit menjelang buka puasa, guru Mandarin kami, Didik-laoshi (Laoshi kira-kira sama artinya seperti sensei dalam bahasa Jepang) mengirim sms kepada Mia: "Laoshi sudah ada di depan Sanrio, cepetan jemput Laoshi. Laoshi tak tahu rumahnya Desy." Aku dan Devi semangat bangkit demi menunjukkan bakti seorang murid kepada gurunya. Kami mencari Laoshi di depan Sanrio. Tapi masalahnya, aku agak rabun (aku mengalami penuaan dini: mata rabun, ingatan lemah, pendengaran kurang) terutama pada sore hari. Aku meraba-raba Devi dan bertanya, "Mana Laoshi?" Devi hanya menjawab "Embuh". Kami juga bertanya pada David yang bertengger di atas sepeda motornya di depan rumah nenek Desy. Tapi Makhluk Tuhan Yang Paling Tidak Pernah Panik Bahkan Mau Ulangan Sekalipun itu malah memberikan jawaban yang sama dengan Devi, khas orang-orang yang mengaktifkan hp demi MXit pas jam pelajaran.

Tiba-tiba datanglah seseorang dengan sepeda motor Vega, kasual dan santai, menghampiri kami bertiga. Beliaulah Didik-laoshi kami. Aku menunjukkan jalan ke rumah Desy, tempat anak-anak TV LCD berkumpul. Laoshi menuju rumah Desy. Tetapi saat aku melihat kakinya, aku sempat shock. Sandal jepit Sky Way hijau! Betapa kasualnya guru kami itu....

Buka bersama pun berlangsung menyenangkan. Seolah "kelompok-kelompok kecil" itu melebur menjadi satu keluarga, yaitu keluarga TV LCD. Aku sangat senang hari itu. Suasananya mencairkan persepsiku tentang Ramadhan, menutup lembaran memori tentang Ramadhan tahun-tahun lalu. Aku pun bahagia karena kahirnya bisa berbuka dengan coca-cola yang kuidam-idamkan sejak satu jam yang lalu. Langsung kuhabiskan sebotol coca-cola itu, tanpa preambule es teh, air putih atau semacamnya. Tapi inilah yang menyebabkan aku K.O. Aku salah strategi. Seharusnya aku tidak langsung minum coca-cola dulu.

Seusai berbuka dengan takjil secukupnya, kami melaksanakan sholat Maghrib. Laoshi yang terundang sebagai satu-satunya guru lelaki dalam acara kami, menolak menjadi imam. Alasan sederhana: tidak bisa mengimami. Sungguh bersahaja guru kami ini... Akhirnya sebagian besar anak-anak memilih berjamaah ke musholla dekat rumah Desy. Hanya beberapa orang yang sholat di rumah itu, termasuk wali kelas kami Bu Shofiyah dan guru bahasa Jerman kami Frau Soegiany.

Anak-anak TV LCD sudah sepakat dengan slogan "M3" a.k.a "Mari Mangan Mulih" (arti: Habis Makan Pulang). Apalagi Laoshi kami memprakarsai slogan itu. Hanya aku dan teman-teman yang tadi ikut beres-beres yang masih terdampar di rumah itu. Ditambah beberapa teman yang masih kekenyangan sehingga tidak kuat berjalan. Tadinya aku dan teman-temanku mau kerja bakti mebersihkan rumah itu beserta piring-piring kotornya. Tapi entah, aku dan teman-teman dilanda penyakit gila nomor kesekian : malas. Akhirnya kami hanya membereskan piring-piing kotor itu ke dapur. Benar-benar hebat wabah penyakit malas itu.

Itulah sekelumit cerita panjang mengenai buka bersama kelasku. Semoga bermanfaat.

EdSudRahLo?????

Melancholia

Haa.. akhirnya aku bisa juga membuat puisi lagi. Setelah sekian lama otakku blank. Baiklah.. Puisiku ini agak aneh. Cenderung jayus (?) Yak, saudara-saudara, inilah puisiku:

Adakah alasan untuk membenci diri sendiri?

Ada, yaitu saat kita lupa nama sendiri.

Ketika bercermin

Ia melihat,

"Ada salju!"

lalu ia menggigil

"Siapa aku?"

"Apakah aku nyata?"

Pantulannya tersenyum. Sinis. Mengejek. Mengerikan.

Gemerutuk giginya memainkan simfoni Moonlight

Cemas. Gelisah. Resah. Gundah. Gulana.

Takut. Takut. Takut. Takut. Takut.

"Aku benci diriku!"

Pantulannya tertawa

"Apa kau lupa? Namamu Melanie!"

Melanie. Melan. Hitam.

Hitam. Gelap. Sepi. Mati.

Saat itulah kau boleh membenci dirimu.

Aneh bukan?? Ya, aku hanya mempermainkan kata-kata untuk mewakili perasanku. Aku muak pada diriku sendiri. Mengapa? Aku tak bisa membuat cerpen yang bagus. Benar-benar memuakkan. Bahkan ketika aku membuat draftnya saja, aku hampir muntah. Ya, aku payah! Padahal aku bertekad untuk mengikuti sebuah lomba mengarang cerpen remaja. Aku sudah mempersiapkan dari setahun yang lalu. Tapi entah mengapa, sejak kekalahanku di lomba LPA jatim itu, aku jadi minder. Kalah sebelum bertanding. Mati layu sebelum berkembang. Payah bukan?

Lomba itu ditutup tanggal 10 Oktober besok. Bagiku itu bukan waktu yang panjang. Sungguh singkat untuk memikirkan sebuah ide! Payahnya aku...

Aku mulai menyadari sesuatu: aku tidak berbakat untuk menulis cerpen. Lalu, apakah aku berbakat menulis puisi??? Oh, entahlah... Aku harap aku bisa menjadi sesuatu yang berguna.

Aku Jadi Marni!!!

Ah, aku lupa ngepost ini waktu online terakhir. Tanggal 4 September kemarin, Aku dan kelompokku bermain drama untuk tugas Antropologi. Judulnya adalah "Bule Gadungan". Tidak seperti kelompok lain yang memainkan drama dongeng tradisional, kami menyajikan drama yang sama sekali tidak menceritakan takhayul. Cerita kami berdasarkan realita. Inti dari cerita itu adalah seorang pria biasa (keturunan Jawa yang medhok) ingin mempersunting Sri Ajeng, kembang desa yang agak angkuh. Ayah Sri Ajeng, Pak Wiryo, ingin punya menantu orang bule. Jadi, si pemuda tak punya kesempatan untuk mempersunting Sri Ajeng.

Inilah urutan pemainnya:

Parno (tukang jamu, tokoh utama): Mitra Mangisi Agung Sukardi

Sri Ajeng (kembang desa yang disukai parno): Citra Anggun

Pak Wiryo (ayah Sri Ajeng) :David Ariyanto

Bu Wiryo (ibu Sri Ajeng): Marga Buwana Dewayanti

Marni (tukang jamu, teman parno) : aku (!)

Juleha (tukang salon, teman Marni): Desy Puspitasari

Siti (asisten Juleha) : Nur Islamiyah

Drama ini sebenarnya kocak. Mulai dari kostum, dandanan, dan bahasa yang dipakai. Benar-benar tidak karuan!!! Apalagi muncul ide gila untuk membuat wig dari tali rafia untuk Parno yang nantinya menyamar jadi bule itu. Teman-temanku berperan dengan sangat baik. Terutama Mitra. Aku bersyukur memilihkan peran parno untuknya, secara Parno itu culun dan medhok, Mitra memang pas untuk peran itu (mendekati sifat aslinya sih.. hehehhehe...)

Aku sebenarnya agak pesimis waktu memainkan drama. Walaupun ada naskah, tetapi teman-temanku lebih banyak berimprovisasi sehingga susah untuk menentukan dan mencocokkan dialog antar pemain. Tapi akhirnya aku sadar bahwa yang harus aku lakukan adalah menyesuaikan dengan lawan bicaraku. Jadi aku harus pandai berimprovisasi juga.

Drama pun selesai. Penonton bertepuk tangan. Ada yang berkomentar bahwa drama kami lucu sekali. Aku agak terhibur dengan komentar itu. Tapi yang paling tidak adil adalahe ketika Bu Banowati, guru Antropologi kami, hanya memberikan nilai 96 untuk kelompok kami. Penyebabnya adalah karena kami tak bisa memenuhi target 30 menit untuk durasi lakon drama itu. Kami hanya menggunakan waktu 28 menit. Aku agak kecewa. Menurutku tidak adil jika kita menilai drama karena kita tak memenuhi target durasi. Kelompok lain juga tak ada yang bisa mencapai target itu. Kebanyakan kelompok hanya mampu mengisi sepertiga waktu itu. Malah ada yang melampaui target. Jadi tak satupun kelompok di kelas kami yang mampu mencapai nilai 100.

Tapi yang sudah berlalu biarlah berlalu. Aku puas dengan hasil kerja kami yang lumayan. Apalagi ternyata teman-temanku bisa diandalkan. Dan kini, julukan Marni tetap melekat pada diriku!!!!

Ramadhan is Coming...

Bulan Ramadhan telah tiba. Kita diwajibkan untuk senang menyambutnya. Aku pun seharusnya merasa senang, karena di bulan yang indah ini limpahan rahmat-Nya begitu banyak. dan semua umat muslim tentu berlomba-lomba untuk mendapatkannya, bukan? Alangkah indah jika setiap orang bersaing dengan sehat. Benar-benar sebuah kompetisi yang indah.

Sewaktu aku masih kecil, aku sangat menantikan Ramadhan. Aku rindu pada saat-saat seperti itu. Aku semangat jika pergi ke masjid untuk sholat tarawih bersama teman-teman sebayaku. Saat ceramah tarawih, kami dengan bandelnya turun dari lanatai dua masjid dan membeli jajanan di luar masjid. Sungguh kenangan yang tak bisa kulupakan. Kenangan yang menyesakkan. Mengapa? Karena aku takkan pernah kembali ke masa itu.

Sejak aku pindah ke Mojokerto ini, Ramadhan seolah kehilangan kecantikkannya. Enam tahun aku di tempat ini, enam kali Ramadhan yang kujumpai tak bisa seindah yang dulu. Aku trauma. Sungguh dilematis. Aku sebagai umat muslim seharusnya menyambut Ramadhan dengan penuh suka cita. Tetapi di sisi lain, aku takut... Takut akan Ramadhan.

Satu tahun yang lalu, ibuku pergi dari rumah. Bentrok dengan ayahku. Memang dari aku kecil, ayah ibuku tak pernah akur. Keharmonisan adalah langka dalam kehidupan kami. Aku benar-benar kesepian. Aku dekat dengan ibuku, dan ketika harus kehilangan, aku mersa hampa. Jatuh. Terempas. Karena ibuku tidak ada, ayahkulah yang memasak. Ayahku tidak terlalu pandai memasak, tapi aku menghargai masakan beliau. Aku tak bisa bersantai seperti dulu, karena harus bangun lebih dulu dari biasanya dan membantu ayahku memasak.

Ibuku acap menemuiku di sekolah, bersama lelaki asing. Tentu tanpa sepengetahuan ayahku. Kalau ayahku tahu, aku akan dimarahi. Ayahku sudah mengharamkan ibuku ikut campur dalam urusan sekolah dan tidak ingin aku bertemu ibuku dengan cara yang seperti itu. Aku bingung. Dilema. Aku menyayangi ibuku. tapi aku pun menghormati ayahku. Maka kuputuskan untuk diam. Jika ibuku menemuiku, aku merasa was-was. takut ayahku marah. Aku sering ketakutan, karena aku pengecut. Tapi tak pernah merasakan aku merasakan ketakutan seperti saat itu.

Aku tak punya siapa-siapa untuk berbagi. Waktu itu aku belum punya pacar. Aku pun merasa tak bisa bercerita pada teman-temanku, ya.. karena memang itulah sifatku. Selain itu, temanku pasti akan menganggap ayahku jahat. Padahal tidak seperti itu. Ayahku baik, menyayangi kedua anaknya. Setiap orang tua pasti memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan kasih sayang kepada anak-anaknya. Dan ayahku adalah orang yang tegas. Tak banyak orang mengerti. Dengan cara yang keras itulah ayahku berusaha melindungi aku dan adikku. Beliau tak ingin kami terjerumus dlam hal yang dialami ibuku... Kata ayahku, ibuku adalah...... Ah, sudahlah.. aku tak sanggup mengutarakan kata-kata kasar yang kerap diucapkan ayahku pada ibuku itu... Aku tak sanggup. Sampai sekarang aku masih belum percaya bahwa ibuku adalah... adalah wanita yang disebutkan ayahku itu. Ibuku tak terlihat seperti itu. Pun seandainya benar, aku akan memaafkannya. Mungkin itu adalah satu dari sekian banyak dosa seorang manusia seperti ibuku....

Lebaran tiba, ayah-ibuku bersatu nlagi. Berjanji akan memulai lemabaran hidup baru. Aku terharu. Adikku juga demikian padahal dia yang biasanya terliaht cuek dan tegar. Aku menganggap lebaran tahun itu adalah hari kemenangan untuk kami....

Tapi nyatanya tidak. Baru beberapa bulan saja, ayah-ibuku bertengkar lagi. Seperti biasa. Seolah itu adalah romantisme tersendiri bagi mereka. Pernah mereka akan bercerai. Tapi entah sebabnya tak jadi. Aku pasrah. Tak bisa mengerti misteriusnya rumah tangga kami ini...

Ketika ramadhan tiba tahun ini, aku hanya tercenung. Aku memutuskan untuk tetap menyambutnya dengan gembira, walaupun sedikit terpaksa. Aku berharap tahun ini mendapat ampunan-Nya atas dosa-dosa kami.

Aku pun berharap dapar bertemu Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Aku yakin kami semua akan hidup lebih baik, entah kapan, entah pada masa yang mana. Aku yakin kami akan bahagia, suatu saat... Keyakinan itulah yang membuatku kuat. Karena kekuatanku hanyalah mimpiku.. Suatu saat, aku akan tersenyum bersama keluargaku.. Itu pasti...

Oh ya.. Aku begitu rindu pada kampung halamanku. Aku berharap aku masih bsia melihatnya sebelum aku mati...

New Trademark Words!

   Baiklah.. Di posting sebelumnya aku mengatakan  bahwa trademark wordku adalah chaa~. Sekarang ada lagi yang baru, yaitu:

SAUDARA-SAUDARA!

   Bagus nggak? Kalau tidak ya tidak apa-apa. Aku saat ini suka sekali mengucapkan kata-kata itu, saudara-saudara... Misalnya, saudara-saudara, saat masuk kelas aku selalu mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum, saudara-saudara!" Maka menyambutlah teman-temanku dengan ucapan salam pula. 

   Jadi saudara-saudara, cukup sekian blogku hari ini karena aku harus pulang! Sampai jumpa, saudara-saudara!

First Meeting

   Minggu kemarin, tanggal 24 Agustus ya? Aku akhirnya bertemu juga dengan pacarku, setelah 9 bulan 12 hari aku menjalin hubungan dengannya. Long distance. Oke, akhirnya aku bertemu dia bersama ayahku di Kampus B Unair. 

   Ternyata, saudara-saudara... Dia agak berbeda dengan yang di foto. tapi tak apa-apa. Imut banget untuk ukuran cowok. Menurutku sih.. Hehehehe....

   Ayahku, memberikan semacam "kuliah" untuknya. Menanyakan tentang rencana-rencana masa depannya. Aku jadi geli sendiri. Dia seperti tegang. Ayahku sampai bilang kalau dia tidak perlu tegang seperti itu. Aku jadi kasihan dan benar-benar ingin tertawa! hahahaha...

   Di depan ayahku, aku tak berani melihat wajah pacarku itu. Aku masih malu-malu kucing. Miaww.... hehe... Aku jadi gugup sendiri waktu dia melihat wajahku. Benar-benar payah... Dan jantungku serasa mau copot waktu dia memegang lengan kiriku, melihat jam tanganku. Aku tahu itu hanya kedoknya saja. Tapi tetap saja aku deg-degan.

   Ayahku mengizinkan aku berjalan-jalan dengannya. Aku dan pacarku, dengan motor ayahku, pergi ke kampus C, tempatnya kuliah. Ayahku tidak ikut, menunggu di masjid kampus B. Surabaya benar-benar panas. Aku merasa pusing. Padahal sebelum ini, aku sudah beberapa kali ke Surabaya dan tak pernah sampai sepusing ini. Aku sangat menikmati Surabaya, karena suasananya mirip Jakarta. Ya, aku benar-benar menyayangi Jakarta...

   Kampus C cukup sejuk, tapi kampus B tetaplah lebih sejuk. Di sana hanya melihat-lihat, duduk di pinggir kolam sebentar. Tapi temannya berualng kali menghubungi dia. Memang dia sudah lebih dulu janji pada temannya akan membeli dasi untuk tugas ospek. Benar-benar menganggu. Setelah agak lama di sana, akhirnya kami kembali ke kampus B.

   Di tengah jalan, dia mengatakan akan memberiku "sesuatu". Aku penasaran, tetapi dia tak mau memberi tahu. Katanya, "Nanti aja di kampus B" dan aku tak menyanyakan lagi. Begitu kami akan sampai di kampus B, dia melihat kaca spion dan berkata bahwa aku lebih manis dari pada yang di foto. Malu sekali aku.... Rasanya wajahku terbakar. Ah, aku memang payah.

  Di kampus B, dia mengendarai motor ayahku ke belakang kampus Ilmu Budaya. Sepi, pepohonan pinus merkusi menaungi tempat itu. Sejuk sekali. Dan sesuai janjinya, dia memberiku hadiah itu. Hadiah yang istimewa. Aku akan menyimpannnya sampai kapanpun.

  Sayangnya aku dan dia tak bisa berlama-lama sebab aku sudah janji akan mengunjungi nenekku di Sidoarjo. Dia mengantarkanku pada ayahku yang asyik mengobrol di warung kopi. Saat kami akan berpisah, dia berjanji bahwa kami akan bertemu lagi...

   Aku akan menantikan saat itu....

Chaa~~~~

   Kalau Suiseiseki selalu bilang desu, Souseiseki bilang boku, Hina Ichigo bilang na no, Shinku da wa, dan Kanaria trade mark dengan kashira, maka Suigintou mencari kata-kata khas untuk dirinya sendiri. Gosipnya sih, dia sekarang pakai uguu supaya kedengaran cute. Hm.. masa sih cute? Lebih cute juga kashira-nya Kanaria. Hehe.. tapi ngomong-ngomong, kata-kata khasnya Barasuishou apa ya???

  Ah, aku juga punya kata-kata khas nih.. CHAAA~~~ lucu ga? Menurutku sih lucu. Jadi, mulai sekarang aku tambahkan emebel-embel chaa~ kalau mau ngomong sesuatu. Hehehehehhehe....

   Chaaa~~~~

Trully, I'm Lonely....

   Kesepian. Itu satu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaanku. Kanapa bisa kesepian? Karena pacarku sibuk dengan urusan kuliahnya. Dia jadi ketua ospek, dan dia selalu pulang malam.

   Yang membuatku jengkel, dia sekarang pakai nomor im3. Pulsaku sering tekor. Aku hanya dijatah sepuluh ribu untuk pulsa sebulan. Bagiku tidak jadi masalah karena sekarang sms ke sesama Flexi hanya 5000 sebulan. tapi tentu jadi masalah kalau terus-terusan sms ke nomor im3nya. Aku jadi kesal. Tetapi di matanya, aku tidak bisa mengerti dia. Bagaimana bisa mengerti? Bagiku semua yang dikatakannya tidak masuk akal. Aku ingin penjelasan. Sejelas-jelasnya. Aku tidak membencinya, aku sayang padanya. Tapi aku bingung dengan semua ini....

   Untunglah ada Sora-chan.. Setidak-tidaknya aku punya teman untuk berbagi. 

   Besok, aku akan menemui pacarku di kampusnya. Pertemuan pertama kami... Setelah berbulan-bulan terpisah sekian jauh, aku akan menemuinya. Seharusnya aku senang. Tapi entahlah.. Ada perasaan yang hampa. Aku bingung bagaimana harus berkata-kata saat bertemu dengannya nanti.

   Aku berharap yang terbaik untuk kami berdua.  Aku hanya ingin dia tahu kalau aku menyayanginya.. Justru lebih dari itu. Perasaanku adalah perasaan yang selama ini tidak boleh kami ucpakan sebelum terikat dalam ikatan suci....

  Itsumo aishiteru, Hanif-kun......



lonely

Saigo no Atashi wa Imouto-chan ga Imasu!

   Akhirnya, aku punya seseorang yang bisa melepaskan kesendirianku. Aku punya imoutou-chan nih... Bukan adik kandung memang, tapi aku anggap adik sendiri. Namanya Sora-chan. Lucu yah? Dia itu sebetulnya imouto-channya pacarku. Bukan adik kandungnya juga sih... Kok malah jadi membingungkan begini yah?? ^^" Mulai tadi malam, Sora-chan menyatakan bersedia menemani aku yang kesepian ditinggal pacarku yang sibuk terus-menerus.

   Arigatou gozaimasu, Sora-chan......

Mau ganti Judul

    Hm.. aku mau ganti judul blog nih.. Soalnya Discover My Stealth Dream kayaknya ga sesuai deh.. Aku ga bisa jujur sepenuhnya. Yah, ada yang mau aku ungkapkan di blogku ini. Tapi aku belum siap akan konsekuensinya. Jadi aku ini membohongi diri sendiri kan???

   Hai.. kira-kira ada yang mau kasih ide???

Quotation Fave!!!

  Quote fave aku itu.. 

  "and at the dawn, armed with the schorching patience, we shall enter the cities of splendour..."

    Itu kata-katanya Atrthur Rimbaud. Aku lupa apa nama buku yang memuatnya. Artinya kira-kira: "dan saat fajar menyingsing, bersenjatakan kesabaran yang menghanguskan (atau mematikan??), kita dapat memasuki kota-kota kemuliaan..."

  Aku tidak tahu aku menerjemahkannya dengan benar atau tidak, tapi aku sangat menyukai kata-kata itu. Saat aku sedih, kata-kata ini yang membangkitkan aku dan memberi inspirasi bahwa kesabaran pasti akan berbuah manis.

  Karena aku menyukai dan begitu terinspirasi dengan kata-kata itu, aku menamai url blogku dengan "schorchingpatience". Menurutku sih bagus, sesuai dengan keadaanku dan harapanku...

   I hope I can enter the splendid cities with my schorching patience....

Aku Tidak Menang

   Kemarin (19 Agustus 2008), pulang sekolah ayahku berterima kasih karena aku sudah memberikan "hadiah" untuk beliau. Aku bingung. Seingatku aku tidak pernah memberi apa-apa pada ayahku. Kecuali kalau ayahku ulang tahun dan kalau aku mendapat gaji dari mengajar les privat, tentu saja. Lalu ayahku menunjukkan amplop coklat besar, pengirimnya panitia lomba cerpen LPA Jawa Timur. Aku kaget. Dalam hatiku aku yakin aku tidak memenangkan lomba itu, jadi aku merasa surprise. Amplop itu sudah terbuka, mungkin ayahku yang membukanya. Isinya pengumuman pemenang, surat pemberitahuan, dan piagam untukku karena aku sudah berpartisipasi dalam lomba itu. Namaku tidak tercantum sebagai pemenang. Tapi ayahku merasa sangat bangga akan hal itu. Aku merasa kecewa dan... malu. Aku belum bisa jadi pemenang, belum bisa memberikan apa-apa. Tetapi entahlah.. ayahku sangat bangga. Aku tersenyum, senang bisa membahagiakan orang tuaku walaupun cuma sedikit. Dan aku belajar bahwa jadi pemenang bukanlah segalanya. Dan aku cukup bangga karena adik-adik kelasku menjadi juara satu dan dua. Prestasi milik SMAN 1 Puri yang patut dibanggakan...

  Aku mulai mengkaji ulang karya-karyaku. Semuanya begitu kosong... tidak ada amanatnya. Monoton. Bertele-tele. Membosankan. Aku jadi agak minder juga. Aku akan mengikuti lomba cerpen lagi dalam waktu dekat ini. Aku sudah mempersiapkannya sejak satu tahun yang lalu. Tapi melihat karya-karyaku... aku rasa aku tidak bisa jadi pemenang. Malah tidak patut diikutkan lomba.

   Mungkinkah aku menjadi rendah diri lagi? Mungkin. Tetapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku masih yakin aku punya cukup potensi. Aku hanya perlu perenungan dan referensi untuk mengembangkan diksiku.

  Ada cerpenku yang berjudul Bulan di Atas Terminal, aku rasa cukup bagus. Tapi perlu dikaji ulang. Malah kalau perlu dirombak total. Aku berharap bisa menjadi yang terbaik, seperti obsesi pacarku itu ^^

17 Agustusan

   Apa yang menarik buatku saat 17 Agustusan? Kemeriahannya! lomba-lomab, upacara bendera yang khidmat... sungguh menyenangkan! Waktu masih kecil aku kerap mengikuti lomba-lomba seperti lomba makan kerupuk, membawa kelereng dengan sendok, dan sebagainya. Aku ingat, waktu aku masih tinggal di Jalan Sadewa VI (Perumahan Bumi Satria Kencana, Bekasi) aku pernah mendapat juara 2 untuk lomba makan kerupuk. Hadiahnya baju dengan lengan sesiku, warna dominan hitam, lengannya berwarna oranye, dan ada gambar yang lucu pada kaus itu. Tapi sekarang baju itu bernasib sial. Setelah aku bertambah besar sehingga baju itu tak muat lagi, ibuku menjadikannya kain pel ^^'

   17 Agustus 2008 kemarin, bertepatan hari Minggu kan?? (hehe..) Semua sekolah mengadakan upacara peringatan 17 Agustus itu. Sebenarnya aku malas sekali. Dan berani taruhan, anak-anak lain pasti beranggapan sama. Tapi aku tetap mengikuti upacara itu karena (agak) takut dengan sanksi yang akan diberikan jika aku nekat membolos.

  Upacara berlangsung dengan khidmat, tak seperti upacara bendera hari Senin biasa. Aku sangat suka melihat pasukan pengibar Sang Saka Merah Putih. Mereka sangat rapi, teratur, mirip iring-iringan semut (sou desuka???) Aku sangat iri. Seandainya aku bisa menjadi bagian dari mereka. Tapi aku pemalas dan ceroboh. Tentu akan sangat merepotkan di paskibraka nantinya ^^;

   Aku berharap tahun depan bisa melihat pasukan itu lagi.

Membaca Karya Andrea Hirata...

   Menakjubkan! Memberi banyak inspirasi, mengharukan... Sekaligus bikin iri. hehehe... Kenapa ya Andrea Hirata bisa menulis kalimat demi kalimat sedemikian indahnya? Apakah karena ia berdarah Melayu yang notabene adalah bangsa pujangga??? Kapan ya bisa seperti beliau???

   Membaca karya Andrea Hirata membuat aku makin bersemangat meraih mimpi dan menyusun kembali potonga-potongan mozaikku.

Thanks a lot to Andrea Hirata...

Ingin Menjadi Gembala Kecil

   Aku sakit tadi malam. Orang Jawa bilang: dilepen. Kalau tidak tahu, artinya itu kram saat haid. Aku mengadu pada Pujaan Hati. Aku ingat dulu, beberapa bulan yang lalu saat kami masih baru jadian, dia memberikanku kehangatan ketika aku mengadukan kram ini. Tadi malam aku mengharapkan dia berbuat serupa. Tetapi sekali lagi dia membuatku kecewa. Dia hanya menyarankanku istirahat dan minum air putih. Tak ada kehangatan seperti dulu.

  Aku merindukan dirinya yang dulu. Yang memberikanku kehangatan kapan saja aku butuh.

  Tapi malam itu aku hanya mendapati dia mendingin, tololnya lagi, dia tidak menyadari dan mengaku dia masih biasa-biasa saja seperti dulu.

  Sebagai balas dendam, aku membuat puisi yang berjudul Penghalau. Entah kenapa aku tidak bisa membuat puisi yang bagus seperti dulu. Diksi-diksiku tidak banyak berkembang. Dulu, sebelum aku jadian aku bisa membuat satu puisi dalam satu hari. Sekarang ini, membuat puisi yang di-request temanku saja susahnya minta duit (minta ampun dink...). Tapi tak mengapalah... Puisiku ini cukup bagus, walaupun diksinya masih monoton. Yang aku suka, gayanya jadi agak satir, sinis, dan konyol. Pas sekali menggambarkan keadaanku tadi malam. Not bad lah...

  Aku ingin menjadi gembala kecil yang menghalaunya kembali ke kandangku yang kotor dan bau.

  EdSudRahLo?????

Wakaranai????

     Perempuan sulit dimengerti karena ia sendiri tidak mengerti apa keinginannya. Benarkah?? Aku tidak punya cukup waktu dan cukup intelegensia untuk membuktikan teori feminisme tersebut, tapi yang pasti: aku tahu apa yang aku mau dan aku punya intelegensia yang cukup untuk menyadari bahwa pacarku berubah zukoshi zutsu alias little by little. terlalu sulit untuk dijabarkan, maka aku mencoba untuk menjelaskan hal-hal yang dapat dicerna otak simpanse (sekalipun).

    Dia mulai acuh walaupun tidak eksplisit. Ketika aku membicarakan sesuatu yang aku sukai, atau sesuatu yang aku inginkan, dia seperti mengalihkan pembicaraan dan seolah-olah tidak melihat kalimatku itu. Pujaan hatiku yang mancung, matamu itu minus berapa sih???? Aku kasih contoh yang up to date ya...

   Rabu, 13 Agustus 2008, pas pelajaran bahasa Jepang aku disuruh Novi-sensei untuk memfotokopi beberapa lembar materi pelajaran. Setelah menaruhnya di tempat fotokopi, aku dan Wayan melihat-lihat boneka yang dijual di atas pick-up, persis di depan tempat fotokopi. Wayan sepertinya kenal baik dengan abang penjual, jadi dia santai saja ngobrol dengan si abang. Sementara aku melihat-lihat boneka yang dijual. Ada boneka beruang putih memakai mantel bulu (?) dengan capuchin-nya yang cute.. Ada juga boneka kucing yang lucu-lucu. Aku hampir menjerit histeris ketika Wayan memperlihatkan boneka kucing yang sangat besar, sepanjang guling kira-kira. Bulunya (maaf, anak IPA, saya salah. yang benar kan rambut ya???) halus, belang tiga, pipinya chubby. Kyaaaaaaaaaaa!!!!! Tapi hatiku langsung mengkeret begitu tahu harganya. 95 ribu rupiah! Bah!

   Aku mengirim sms pada pacarku. Biasalah, semacam basa basi busuk seperti: sayang, lagi ngapain? udah makan belum? Sebuah batu peletak pertama untuk membangun jemabatan penghubung komunikasi agar aku bisa menceritakan boneka kucing lucu itu. Tetapi Dewi Fortuna terkekeh-kekeh sinis memamerkan giginya (yang ternyata kuning-kuning dan gingsul) ketika sang Pujaan Hati Berhidung Mancung-ku tidak membalas. Kucoba meneleponnya, tetapi opertaor yang menjawab. Indikasi: hp di-nonaktifkan. 90% kecewa dengan kombinasi 10% kesal mencekokkan pil pahit ke dalam mulutku. Namun pada akhirnya pahit itu mengalah karena aku membutuhkan otakku untuk mengerjakan rumus-rumus tenses. Aku baru selesai jam setengah 3 sore, "penghuni sekolah sore" mulai keliahatan. Dan aku harus menunggu hingga hampir jam 3 baru dijemput! Perutku keroncongan berdendang lagu kelaparan. Malangnya....

   Malamnya, setelah di-misscall dan sms berulang kali, barulah dia membalas. Tapi topiknya melenceng dari yang tadi siang. Aku memberanikan diri menceritakan boneka lucu itu. Tapi dia tampaknya tidak terlalu memperdulikan. Kali ini kombinasi kesal meningkat menjadi 30%. Menyebalkan....

  Aku tidak bisa tidur. Aku ingin menangis tapi tidak bisa. Ingin marah, tapi tak ada alasannya.

   Setidaknya aku sempat membuktikan teori feminisme itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku.

Hampir Putus!!!

       Kejadiannya Jum'at, tanggal 8 Agustus 2008 kemarin. Pacarku mengikuti tes masuk UNAIR gelombang kedua setelah dia beberapa kali gagal menembus tes serupa itu. Dia menginap di rumah temannya di Surabaya, dekat masjid Al-Akbar. Aku tak tahu persis itu di mana, karena aku sendiri tidak begitu tahu seluk-beluk Surabaya^^
     
     Aku sangat mengharapkan dia mau mampir ke Mojokerto, kota tempat tinggalku sekarang. Tapi dia tidak bisa mampir dengan alasan yang aku tidak bisa mengerti. Aku sangat kecewa dan seperti biasanya: merajuk. Hal inilah yang memicu pertengkaran di antara kami. Aku tidak mau mengalah padanya, karena aku memang cenderung kolokan alias kekanak-kanakan. Lalu aku memutuskan (mengintimidasi tepatnya) agar dia tidak usah menghubungiku sampai dia mengerti kesalahannya yang membuat aku kecewa padanya. Dia pun segera melaksanakan" keauanku dan tidak membalas smsku. Aku agak kecewa dan bingung, kenapa dia tidak membalas dan mengatakan bahwa dia menyesal dan dia akan mengalah untukku. Aku ingin mengirimnya sms lagi, meminta semacam perhatian darinya. Terus terang aku gengsi, jadi aku tidak melakukan hal itu. Namun... gengsiku kalah dan akhirnya aku mengirim kembali sms yang terakhir aku kirim. Dia membalasnya, dan pertengkaran kami semakin alot. Akhirnya, dia benar-benar meninggalkanku dan mengucapkan selamat tinggal.
   
     Aku panik. Aku tidak menyangka dia akan meninggalkanku. Bingung, aku mengirim sms yang bahkan aku sendiri tidak mengerti maksudnya. Tak lama dia meneleponku dan dia menjelaskan bahwa kami berpisah untuk sementara sampai kami bisa berpikir lebih jernih. Aku tidak mengerti maksudnya, dan aku tidak ingin mengerti. Yang aku tahu, aku sangat menyayanginya dan tidak ingin pisah darinya walau hanya sementara. Setelah berurai-derai air mata, kami berbaikan kembali dan bercanda seperti biasa, seolah tidak ada apa-apa.

Betapa cinta bisa membodohi dan membuat seseorang menjadi irasional ^^'

plagiat: yang meniru dan ditiru

    Aku suka menulis cerpen dan puisi. Alm. kakekku  pernah memberikan aku majalah Horison edisi Festival Puisi Internasional 2002. Di majalah itu aku mengenal beberapa penyair mancanegara dan karya-karyanya. Aku mengidolakan Martin Jankowsky, penyair kebangsaan Jerman. Aku menyukai karyanya am Fluss yang kemudian diterjemahkan menjadi Di Tepian Sungai. Saking sukanya, aku sampai membuat puisi yang berjudul Satu Malam untuk Cinta dan ada kata-kata yang mirip dengan kata-kata Martin. Apakah saya ini plagiator? Aku tidak merasa seperti itu, karena temanya berbeda dan aku hanya terinspirasi dari diksi Martin.

    Lalu, akhir Juli 2008 ini aku mengikuti lomba cerpen yang diadakan oleh LPA Jawa Timur dengan tema: perlindungan anak. Aku megirimkan karyaku melalui email. Ada beberapa teman sekelasku yang juga mengikuti lomba itu, tapi aku pribadi tidak pernah melihat karya mereka. Begitu pula sebaliknya. Tetapi, kemarin (8 Agustus 2008), aku tidak sengaja melihat karya salah seorang temanku. sebut saja namanya N. Aku nelihat draft  di bindernya. Dilihat dari temanya, sepertinya itu adalah cerpen yang diikutkan dalam lomba itu. Yang membuat aku terkejut, ada kata-kata yang mirip dengan kata-kata dalam cerpenku. Yaitu semarak semburat jingga.... Aku sangat terkejut, karena itu adalah diksiku dan tentu tidak banyak orang yang dapat memikirkan diksi yang mirip. Aku heran, apakah ini sebuah kebetulan atau..... Aku tidak ingin menuduh N meniru karyaku, karena mungkin ini adalah karma buatku karena aku pernah mencontoh diksi Martin ^^'

Karma memang selalu mengejar orang yang pernah membuat kesalahan.

    Aku tidak ingin menuduh siapa2 tanpa bukti. Oleh karena itu, aku hanya diam dan berharap panitia tidak menganggap kami saling meniru ^^'

   Entschuldigung, Herr Martin....

asal nama

well.. Lunadiva sebenarnya bukan nama asliku. nama asliku... hm... ada deh! ;p aku ngejelasin artinya nick aku itu aja ya???

Lunadiva berasal dari Luna yang artinya "bulan" dan diva yang berarti "biduanita" atau "penyanyi wanita". jadi Lunadiva sendiri berarti "diva bulan". Ov berarti "of" dan phantasya berasal dari bhs jerman yang phantasy alias fantasi. jadi, keseluruhannya adalah: moon diva of fantasy/diva bulan khayalan.

ga nyambung ya? hehe.. aku suka banget ma nama itu, makanya aku selalu pakai nama itu di dunia maya.

ya.. segini aja dulu postingannya ^^

preambule(???)

ini blog pertamaku. aku ga seberapa ngerti artinya blog itu apa. yang aku tau sihh.. blog itu semacam diary online dan semua orang bisa mengaksesnya. bener ga sih???

yah.. mungkin di sini aku bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam diriku. sebagai alter-ego aku. buat jaga2 kalo ada apa2 ma aku, setidaknya ada orang yang tau yang sebenarnya aku pendam.

here, I will discover my stealth dream!

Lunadiva Ovphantasya

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates