Candi Tikus Adalah Saksi

Jum'at kemarin, Hanif datang lagi ke rumahku. Bahkan dia menjemputku sepulang sekolah! Betapa tidak menyenangkan? Kami berencana ke Trowulan. Setidaknya kali ini aku tahu jalannya, karena Minggu sebelumnya aku dan teman-temanku ke Trowulan untuk survei. Aku berani mengajaknya, walaupun aku ragu apakah aku bisa mengingat jalannya kembali ^^'

Setelah makan siang dan sholat, aku dan Hanif berangkat. Langit mendung sekali, yang mungkin membawa kebahagiaan bagi orang-orang yang telah rindu pada hujan. Tapi tak menyenangkan bagiku. Jika di jalan hujan, rusak semua rencana kami. Toh, kami tetap nekat juga.

Untunglah aku masih bisa mengingat jalan ke Candi Tikus. Kalau tidak, kami akan tersesat. Di Candi Tikus begitu sepi. Mungkin karena akan hujan. Aku tak peduli. Ini kesempatan bagus untuk berdua saja.

Kami duduk di bawah pohon. Aku ingat, ketika aku dan teman-temanku ke sana, kami melihat orang pacaran. Tepan di bawah pohon tempatku dan Hanif. Aku bersyukur bisa ke Candi ini, karena suasananya tenang dan indah. Kami menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol, dan bermanja-manja.

Kali itu, Hanif memberiku hadiah lagi. Hadiah yang sama dengan yang ia berikan waktu kami pertama kali bertemu di Unair. Aku akan menyimpan hadiah yang indah itu.

Rasanya tak ada yang perlu aku sedihkan selama aku bisa bersama Hanif.

Di Balik Kesedihan

Jum'at minggu lalu adalah hari yang menyedihkan bagiku. Tapi tak mengapa. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Walaupun aku merasa sangsi, apa benar yang kualami akhir-akhir ini adalah hikmah dari kejadian minggu lalu? Benarkah kebahagiaanku sekarang adalah kompensasi dari kesedihanku? I have no idea.

Baiklah, aku tidak akan membahas kesedihan itu di sini. Aku akan menulisnya di blog yang satu lagi. Di blog ini aku hanya menceritakan kegembiraanku saja.

Sabtu minggu lalu, setelah orang tuaku bertengkar, pacarku Hanif datang ke rumahku. Aku sangat senang sekali. Dia datang pagi-pagi, saat aku berada di lab komputer. Begitu dia sms aku, dia sudah berada di depan pintu gerbang utara. Aku kaget, senang, bercampur panik. Aku izin pada guruku untuk turun. Aku menemuinya di pintu gerbang. Dia... tampak gagah dengan jas almamater Unair. Dia tak sendiri (tentu saja, karena dia tak tahu jalan ke Mojokerto, dia harus mengajak temannya). Aku menyuruhnya segera menuju rumahku. Aku beritahu jalan ke arah rumahku, dengan harapan dia tak tersesat. Aku kembali ke lab komputer dengan perasaan was-was, takut dia tersesat. Tapi untunglah hal itu tidak terjadi. Dia sampai ke rumahku dan mengobrol dengan ayahku. Aku lega, tapi bukan berarti kegelisahan hatiku berkurang. Aku merasa minder dengan keadaan rumahku yang sangat sederhana itu. Dan aku takut dia akan bosan di sana. Begitulah perasaanku yang membuatku tak betah di sekolah, ingin segera pulang.

Begitu pulang, aku mendapati dia tengah bersantai di rumahku. Aku merasa... tengsin. Salah tingkah. Tak tahu harus bagaimana. Saking paniknya, aku hampir tidak menghiraukan dia dan langsung masuk ke rumahku untuk berganti pakaian.

Setelah aku ganti baju, kami berdua makan siang. Ayahku tidak makan bersama kami, karena sudah terlebih dahulu makan. Aku terus terang tak berselera makan. Perutku terasa aneh. Mungkin karena aku masih malu. Aku bahkan tak berani menatap wajahnya.

Setelah makan siang dan sholat Dzuhur, kami izin pada ayahku untuk keluar. Aku dan dia hanya berjalan-jalan keliling kota Mojokerto, karena baik dia maupun aku tak tahu banyak jalan ^^; Aku sangat menyesali ketidaktahuanku akan kota ini. Padahal aku sudah enam tahun di Mojokerto! Benar-benar memalukan...

Menjelang sore, kami pulang ke rumahku. Dia masih tak tahu jalan pulang ke Surabaya ^^; jadi aku dan ayahku akan mengantarkannya sampai Krian. Ayahku punya ide untuk mengajak hanif ke rumah nenekku di Sidoarjo. Ide bagus, aku bisa mengenalkannya pada keluargaku. Untung saja dia mau. Jadi kami bertiga berangkat dengan dua sepeda motor, ayahku sendiri dan aku berboncengan dengan hanif.

Kami baru sampai di Sidoarjo saat adzan Maghrib. Setelah sholat, kami sekeluarga berbicnang-bincang. Nenek, Pakdhe-Budhe, kakak dan kakak iparku, juga keponakanku (aku sudah jadi tante!!) ada di sana. Sebuah kebetulan? Entah. Yang jelas jarang-jarang semuanya bisa berkumpul. Sepanjang obrolan, aku terus memperhatikan Hanif dan keluargaku. Tampaknya keluargaku menyukainya. Ini hal bagus, tak menyangka aku bahwa dia akan diterima baik di keluargaku.

Sehabis Isya kami pulang. Hanif menuju Surabaya, aku dan ayahku pulang ke Mojokerto. Sesampainya di rumah, dia sms aku. Dia sangat senang hari itu, apalagi bisa diterima keluargaku dengan hangat...

Aku pun sangat senang. Ayahku pun begitu. Ajaibnya, sejak dia datang, ayahku jadi lebih bersemangat dan termotivasi. Ada apa sebenarnya? Entah. No idea. Tapi aku mensyukuri rahasia Allah ini...

No Feeling...

Masalah kemarin dapat terselesaikan. Aku dan pacarku rujuk lagi. Tapi... Entah mengapa Tuhan menciptakan kata "tapi". Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kami. Mungkin sebenarnya aku tak tahu tentang diriku sendiri? Ya, aku tak dapat mengenali diriku. Benar-benar tak tahu apa sebenarnya yang terjadi.

Kami sudah rujukan, tapi tetap saja ada yang mengganjal dalam hatiku. Entah apa. Dia tak lagi sering mengirimi aku sms. Alasannya: tak punya pulsa. Oke, alasan ini aku bisa menerima. Itu alasan yang valid.

Tapi, aku sendiri mulai meragukannya. Aku sebenarnya tak perlu khawatir dengannya. Aku yakin dia jujur. Selama ini dia tak pernah membohongi aku. Hanya aku saja yang salah sangka. Dan lagi, aku yakin dia tak akan mengkhianati aku, seperti "bermain di belakang" dengan cewek lain. Ya, selama ini aku yakin. Dan kini aku meragukannya.

Kalau Anda memperhatikan tulisanku, mungkin Anda bisa melihat: agak kacau bukan? Aku hampir selalu mengulang kata-kata yang sama. Itu karena aku bingung. Ini bukan diriku yang sebenarnya. Atau jangan-jangan, inilah diriku yang sebenarnya? Tak tahu. I have no idea...

Yang aku ragukan sekarang: mungkin dia mulai bosan padaku. Mungkin saja bukan? Toh itu kejadian yang sangat umum dalam bersosialisasi. Jangankan pada manusia, pada benda mati atau hewan saja kita bisa bosan bukan??? Itulah yang aku ragukan. Apalagi dia seperti menghindari aku. Aku takut, bagaimana aku telah ceroboh? Aku takut.. Sebab aku telah melepaskan sesuatu yang berharga untukku. Yah, bukan hal yang penting sepertinya (jangan berpikiran aku telah melepskan keperawananku untuknya!! Itu sama sekali tidak benar!).

Aku ingat dulu aku dan dia pernah berjanji akan selalu bersama, hingga menuju jenjang pernikahan, bahkan selamanya. Tapi bagaimana aku telah ceroboh berharap? Aku takut, akibat kecerobohanku itu aku malah mendapatkan balasan: sakit hati yang teramat dalam karena terlalu berharap. Aku tak mau seperti itu. Aku tak mau kalah. Kalah oleh rasa sedih dan kesepian. Aku tak mau kalah, karena aku yakin aku dilahirkan untuk menjadi pemenang. Kita semua dilahirkan untuk jadi pemenang...

No feeling now, cause I get hurt in my heart.. So deep, make me weak and hopeless....

I Feel So Sorry..

Entah mengapa, aku akhir-akhir ini aku mudah sekali marah, terutama pada pacarku. Sudah berapa kali aku marah-marah padanya. Tapi karena dia termasuk orang yang mudah memaafkan, kami rujuk kembali. Dan mungkin yang kemarin ini adalah puncaknya. Aku yakin sekarang dia benar-benar tak tahan padaku.

Dua hari yang lalu, dia meneleponku dengan telepon rumahnya (di Bandung). Dia bilang kalau dia salah kirim sms. Sms yang dia kirim ke aku seharusnya untuk temannya. Dan sms untukku malah dia kirimkan ke temannya. Padahal di sms itu dia bilang "ingin memelukku". Aku tertawa. Terbayang reaksi temannya yang pasti akan bingung dan kaget setengah mati. Pasalnya, temannya itu laki-laki. Kalau dia mendapat sms seperti itu, pasti dia akan mengira pacarku itu yaoi. Benar-benar... Pacarku menceritakan hal itu sambil tertawa. Tapi aku sempat curiga, jangan-jangan temannya itu perempuan, karena panggilannya chie. Terlalu imut untuk ukuran seorang cowok. Tapi dia bilang kalau temannya itu cowok, aku pun percaya padanya.

Tetapi selanjutnya aku benar-benar naik pitam. Dia berpesan, "Kalau ada telepon dari nomor ini, jangan diangkat yah.."

"Memang kenapa?" tanyaku.

"Ini nomor rumah. Akang bilang kalau Akang mau telepon temen Akang, si Arif. Yang lulusan SMA 1 Sooko itu lohh..."

Aku mulai marah, "Emangnya kenapa kalau bilang ini nomorku?"

Dia terdiam. "Ya.. Gak pa-pa sih.. Keadaan keluarga Akang.. Lagi engga stabil."

Karena itulah aku marah. Aku tahu apa maksudnya. Dia tidak ingin keluarganya tahu tentang aku. Aku merasa dia sangat tidak adil. Hampir semua keluargaku, mulai dari ayahku sampai nenekku tahu tentang dia. Tapi kenapa keluarganya tak bisa menerima aku??? Aku benar-benar merasa... marah. Frustasi. Akhirnya aku ngambek.

Kejengkelanku belum reda sampai keesokan harinya. Aku online di Yahoo Messenger dan mendapati dia juga sedang online. Dia bertanya apakah aku masih marah. Seperti biasa, aku berpura-pura tidak marah. Tapi dia pasti tahu kebohonganku. Dan.. entahlah. Tiba-tiba saja aku meledak. Saat itu dadaku agak sesak. Tapi aku berpura-pura sakit, agar dia mau memperhatikanku. Aku berlagak seolah-olah aku sakit gawat. Aku tidak tahu kenapa waktu itu aku melakukan hal itu. Aku ini benar-benar munafik.

Sadar atas kesalahanku, aku mencoba meminta maaf. Tapi aku terlalu gengsi. Karena tidak tahan, aku mengirimnya sms. Isinya, hanya sekedar basa-basi saja. Aku menanyakan apa dia jadi mengambil batere hp yang aku belikan. Lama dia tak membalas. Aku mencoba menghubunginya. Tak ada jawaban. Jangankan suaranya, nada tunggu saja tak ada. Aku panik, sadar dia benar-benar marah padaku. Aku menunggu balasan smsnya semalaman. Tapi dia tetap tak membalas. Akhirnya aku tertidur.

Tengah malam aku mendapat sms dari mantannya. Aku memang mengiriminya sms, karena aku butuh teman untuk mengobrol. Tapi dia bilang kalau dia lagi sibuk. Aku benar-benar bingung... dan hampa. Aku terus-menerus menatap handphoneku, berharap pacarku mau membalas smsku. Sampai-sampai aku bermimpi mendapat sms darinya. Dia tak marah, dan seperti biasa, dia memaafkanku.

Tapi sayang, itu hanya mimpi. Hingga aku bangun pagi ini, tetap tak ada balasan. Aku meminta tolong pada imoutou-chan untuk mem-forward smsku ke nomor pacarku. Sudah di-forward, tetap saja tak ada balasan. Aku bingung. Benar-benar bingung.

Saat aku menulis blog ini, aku online lagi di YM. Tapi dia masih offline. Aku menulis pesan untuknya, bahwa aku mau minta maaf atas kesalahanku dan berharap dia mau memaafkanku seperti biasa. Aku seperti orang gila. Tapi aku memang CACAT MENTAL. Itulah masalah terbesarku. Aku tak bisa mengendalikan diri, penuh kemunafikan, dan.....

Aku hanya berharap takkan pernah kehilangannya...

Malas...

Aku lagi malas nulis blog nih... Semuanya serba membosankan, membingungkan... Aku hanya tahu Idul Fitriku dari tahun ke tahun adalah saat aku mengulum senyum getir.. Tetapi aku tahu tak boleh bersedih karenanya, maka aku mencoba gembira. Walaupun agak terpaksa juga.

Tahun ini Idul Fitri lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya aku masih bisa berkumpul dengan ibu dan adikku, tidak seperti tahun lalu.

Pertanyaannya: apakah aku masih bisa berkumpul dengan ibu dan adikku tahun depan? Aku tahu mungkin orang tuaku akan bercerai, entah kapan. Yang aku tak tahu: apakah kehidupan kami setelahnya lebih baik dan mendapatkan kebahagiaan?

Aku berharap Allah SWT mau mengampuni dosa-dosa kami. Juga dosaku karena tidak menyambut Ramadhan dan Idul Fitri dengan suka cita. Selain itu aku juga berharap diberi kesempatan untuk meraup dosa dan bertaubat sebelum tiba saatnya aku dipanggil olehNya...
 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates