Di Balik Musibah Pasti Ada Hikmah

fuh.. minggu kemarin benar-benar melelahkan! seharusnya Jum'at pagi aku bisa pulang ke Mojokerto. tapi Sabtu (9 Januari 2010) aku sudah menyatakan diri ikut jadi panitia penutupan SKEMA 2009 dan Wisuda Sayap Karya yang diselenggarakan BEM UNAIR. masa harus dibatalkan? jadilah Sabtu jam 7 pagi aku berangkat ke rektorat kampus C naik angkot.

aku sampai jam 7.15. aku deg-degan, sudah telat 15 menit! tapi ruang sidang pleno lantai 3, tempat acara akan diselenggarakan, begitu sepi. aku sms mbak Asih, koordinator panitia acara ini. aku disuruh menunggu. sambil menunggu, aku ke kamar mandi: menyisir rambutku (yang sebenarnya lebih kelihatan keren kalau berantakan) dan menambah sedikit cologne. aku mendengar suara sekelompok orang. aku mengikat rambut dan keluar. panitia sudah berkumpul.

ternyata, saking banyaknya sukarelawan, panitia jadi terlalu banyak. ah, tahu begitu aku tidak usah datang! tapi ya dijalani saja. setelah ikut bantu-bantu, sisa panitia dipersilakan mengikuti acara ini.

dalam acara ini juga ada diskusi mengenai kasus Century. berhubung aku jarang bersentuhan dengan berita terbaru, jadi aku seperti orang bodoh dalam acara itu. aku menanyakan hal-hal yang sudah disampaikan oleh Pak Tjuk, sang narasumber (tadinya panitia mau mengundang ketua Pansus Century dan orang dari KPK, tapi yang bersangkutan sama-sama berhalangan hadir). malu aku... jadilah aku terjebak dalam ruangan yang dingin itu selama kruang lebih 2 setengah jam! untung aku pakai almamater. kalau tidak, bisa frustasi aku karena kedinginan.

setelah acara selesai, aku pulang. aku melintasi FKM, FST... ah, jadi ingat Hanif. oh, ya.. mengenai Hanif, aku memimpikan hal yang aneh mengenai dia. tentang mimpi ini akan aku ceritakan di blogku yang satunya lagi.

aku jalan kaki ke belakang kampus C, untuk mencegat angkot. karena hari Sabtu, gerbang kampus C hampir semua ditutup, jadi angkot dan kendaraan umum lainnya tidak bisa keluar-masuk seperti pada hari biasa. aku jalan sambil menelepon Mbah Ity, menanyakan apakah Mbah Ity ikut ke Mojokerto apa tidak. Mbah Ity menjawab tidak, dan berpesan agar aku hati-hati di jalan. dengan sangat percaya diri aku menjawab, "Insya Allah!" ketika aku berjalan, ada taksi melintas dan bertanya padaku di mana FKM. aku melihat sekilas supirnya, sambil masih berbicara melalui hpku. supirnya masih muda, pakaiannya kurang rapi untuk ukuran seorang supir taksi. ya, memang Orenz taksi belum semapan Blue Bird. tapi supir ini berlaku sopan. malah akunya yang ga sopan, menunjukkan FKM yang ada di seberang kami dengan tangan kiri >.> habis tangan kananku pegang hp sih!

aku melewati auditorium, cukup ramai. sepertinya ada acara juga. ada yang memakai almamater. aku tidak tahu itu acara apa, yang jelas pasti lebih besar dari acara di rektorat tadi, karena menggunakan auditorium. aku lanjut berjalan.

di belakang kampus C, aku mencegat angkot menuju kampus B. di depan SD Muhammadiyah, ada sekelompok anak naik angkot. mereka sungguh berisik. aku jengkel. tapi aku berusaha memaklumi. namanya juga anak-anak...

sampai di kampus B, aku ke depot langgananku: memesan bihun kuah kesukaan Papa dan nasi goreng untukku sendiri. aku minta izin pulang ke asrama untuk sholat dan menyusun barang-barangku. mbak penjualnya dengan ramah berpesan padaku agar mengambil pesananku di tempat biasa. aku lihat tempat itu sudah direnovasi. sambil mengiyakan aku kembali ke asrama.

di asrama, Erlina duduk di depan laptopnya. dia mengajakku makan siang, tapi aku menolaknya. aku harus pulang. buru-buru aku mengemasi barangku, mencuci piring bekas sarapan pagiku, dan sholat Zuhur. aku berpamitan pada Erlina, yang juga berpesan agar aku hati-hati di jalan (dan aku menjawab "Insya Allah" lagi dengan yakin). aku memakai sepatu dan buru-buru mengambil pesananku.

aku naik angkot E. duh, susahnya membawa banyak barang! tas, helm, dan makanan pesananku. yah, demi bisa makan di rumah bersama Papa, apa boleh buat. toh demi menghibur Papa juga, supaya cepat sembuh. lagipula, kapan lagi sih aku membelikan Papa? mumpung ada rezeki...

aku pulang dengan sejuta rencana: setor uang pulsa ke Tante Didit, beli baju di Rosa, kaus kaki, sepatu karet... wah, aku tidak sabar pulang ke rumah!

di perempatan setelah Delta, aku naik bus kota. betapa beruntungnya aku, karena bus datang pas aku turun dari angkot. jadi tidak perlu menunggu lama. Papa sms, menanyakan posisiku saat itu. sepertinya Papa sudah tidak sabar menungguku pulang. hujan turun, membuat penyakitku kambuh: stress. kalau hujan turun, kenangan akan satu tahun lalu terulang lagi dalam otakku.

sampai di terminal Bungurasih, aku mencari bus yang menuju Mojokerto. karena mual, aku mampir ke sebuah warung membeli Gulas. gila juga, masa sebungkus Gulas harganya 2 ribu! aku cuma bisa mengomel dalam hati. mau apa lagi...

aku sampai di bagian bus antar kota. banyak kondektur yang berteriak-teriak menyebutkan jurusan bus masing-masing. aku bertanya pada seorang dari mereka. seorang lelaki menuntunku ke bus yang aku maksud. aku benci sekali, seolah orang ini sengaja mengambil kesempatan untuk memegangku. makin aku berontak, makin kaut cengkraman orang itu. ditambah lagi, orang itu memaksaku masuk dalam bus dengan kasar. akibatnya, sepatu keds kesayanganku basah karena aku tidak sempat menghindari genangan air itu. aku menggeram kesal. menyebalkan! aku duduk di bangku paling depan, dekat pintu. supaya aku bisa turun dengan leluasa nantinya. di sebelahku ada seorang wanita muda, pekerja pabrik mungkin. kami mengobrol beberapa saat. tapi karena aku kurang suka berbicara pada orang asing, aku memilih banyak diam.

keluar dari Bungurasih, mulai banyak penumpang naik. hasilnya bus menjadi penuh dan sesak. perjalanan dihiasi dengan rerintik hujan yang kian deras. bus ini tidak memiliki pengelap otomatis yang biasanya ada pada mobil dan bus. jadilah sang kondektur sibuk mengelap kaca agar supir bisa melihat jalan dengan jelas. aku memperhatikan kegiatan itu.

kondektur satunya lagi, berpakaian resmi, meminta ongkos. 4 ribu. luamyanlah. aku pikir bakal lebih mahal malah. aku mengambil uang dari dompetku, memberikannya pada sang kondektur, dan memasukkan dompetku kembali ke dalam tasku. aku punya firasat tidak enak. tapi karena selama ini aku belum pernah kehilangan dompet, aku mengabaikan firasat itu dan berdoa agar Allah mau melindungiku...

perjalanan begitu panjang dan lama. aku yang kelelahan karena sibuknya aktifitas kampus, tertidur. sesampainya di Tjiwi aku terbangun. hujan makin deras. aku membalas sms Papa. dengan mata setengah mengantuk, aku memperhatikan jalan. tak ada kecurigaan pada keadaan sekitarku.

sampai di terminal Mojokerto, aku berpamitan pada wanita yang duduk di sebelahku tadi. wanita itu mempersilakan dengan ramah. turun dari bus, aku membuka payungku dan menuju terminal lyn.

aku duduk sendirian dalam lyn D. lyn ini belum berangkat karena menunggu penumpang. aku menunggu dengan tidak sabar. hujan makin lama makin keras mengetuk jendela mobil. sembari menunggu, terlintas di pikiranku untuk menyiapkan ongkos.

aku membuka tasku, mendapati dompet biruku sudah tidak ada.

tidak percaya dengan apa yang aku lihat, aku membongkar tas dengan panik. tidak ada. bertepatan dengan panikku, Papa menelepon. suara Papa terdengar seperti anak kecil. aku pikir gangguan pada sinyal, ternyata itu efek pengubah suara, fitur hp terbaru Papa. aku panik dan berbicara denagn nada kesal karena aku tak dapat mendengar suara Papa dengan jelas. makin panik, aku memutuskan untuk naik becak saja.

aku menawar becak. karena sudah panik dan kesal, aku berdebat mengenai harga. akhirnya tukang becak mengalah. aku setuju dengan harga 8 ribu. sebenarnya tidak tega juga, karena jauh dan hujan. tapi aku sudah tidak bisa berpikir dengan akal sehat. di jalan, aku menangis. kenapa musibah ini terjadi padaku... setiap menggumamkan hal itu, aku teringat dan beristighfar. aku berusaha memulihkan akal sehatku lagi.

sebelum jalan, aku menyebutkan alamatku di Pekayon gang 2, padahal seharusnya gang 3. aku baru sadar pada saat kami akan berbelok ke gang 2. aku mengkoreksi ucapanku dan meminta maaf. bodohnya aku... terlintas di benakku untuk memberi tambahan paling tidak jadi genap sepuluh ribu, karena aku kasihan. tapi liaht kondisi di rumah juga. aku khawatir kalau Papa tidak ada uang...

di rumah, Papa menyuruhku untuk membayar sepuluh ribu. ya, itu rezeki sang tukang becak. aku bersyukur sampai di rumah. masih dalam keadaan basah kuyup, aku menceritakan kronologi kejadiannya. aku menangis... yang kusayangkan adalah hilangnya uang pulsa dan dompet itu. padahal seharusnya aku bisa setor uang ke Tante dan membeli baju. mana dompet biru itu adalah kenangan dari Mia dan Desy, yang diberikan pada ualng tahunku. entahlah... tapi Papa membesarkan hatiku, sehingga kesedihan itu berkurang.

malamnya, setelah mandi dengan air hangat yang menenangkan, aku ke toko Tante. tokonya tutup, mungkin karena mati lampu tadi. aku bertemu Om Yudi yang stand by di atas motornya, di depan toko. kata Om, Tante sedang keluar sebentar. aku menunggu. akhirnya, Om menyuruhkan duluan ke rumah Om dan Tante sementara Om menjemput Tante dan menyewa PS untuk Farel, anak mereka. aku menuju rumah mereka di dekat SDku dulu.

di sana ada Anna, Mbah Uti, Farel, dan Syifa. sembari menunggu aku ikutan menonton sinetron "Safa dan Marwah". aku menonton hanya sekedar basa-basi saja, toh kenyataannya aku tidak suka sinetron. terlihat sekali dramanya. tapi penderitaanku tidak bertahan lama karena Om dan Tante datang. berdua saja dengan Tante, aku menceritakan hal yang terjadi. Tante menerima dengan legawa. aku lega sekali...

satu pesan Tante yang membekas di hatiku, "yang namanya musibah, tidak ada yang menginginkan. anggap saja belum rezekinya Nisa maupun Tante. sekarang diikhlaskan saja, karena kalau tidak ikhlas, (rezeki) itu ga bakal balik"

ya, dalam menghadapi cobaan seperti ini harus tawakkal. karena Allah memberikan cobaan bukan untuk menyiksa kita. toh Allah Maha Kaya dan Maha Penyayang...

setidaknya untuk menghibur hati, aku bilang pada diriku sendiri, "siapa tahu dengan kehilangan ini aku mendapat ganti: uang beasiswa turun" ini terinspirasi dari statusnya Norma (waktu dia terpaksa menginap di rumah sakit karena thypus), "sesungguhnya sakit dapat menghapuskan dosa" bisa ga yah itu berlaku pada kasusku? aku tersenyum sendiri. beban di hatiku berangsur-angsur hilang..

susungguhnya hanya Allah yang dapat memberikan cobaan dan meringankannya.. aku yakin itu.

inilah suatu pelajaran, sebuah hikmah. setidaknya aku bisa belajar lebih berhati-hati

0 komentar:

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates